Kronologi pembubaran kebaktian Natal di Sabuga Bandung

Yuli Saputra

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Kronologi pembubaran kebaktian Natal di Sabuga Bandung
‘Hak beribadah setiap warga negara dijamin oleh konstitusi’

BANDUNG, Indonesia — Puluhan anggota organisasi masyarakat Pembela Ahlus Sunnah (PAS) menghentikan Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR) di Gedung Sasana Budaya Ganesha (Sabuga) di Bandung, Jawa Barat, pada Selasa malam, 6 Desember.

Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Barat menyatakan protes terhadap kegiatan kerohanian yang dihadiri sekitar 2.000 orang menjelang perayaan Natal itu akibat panitia tidak mengantongi izin lengkap untuk mengadakan acara di tempat tersebut. 

“Ada satu prosedur perizinan yang memang masih kurang sehingga harus dilengkapi oleh panitia,” kata Kepala Bidang Humas Polda Jabar Kombes Yusri Yunus kepada wartawan, pada Rabu, 7 Desember.

Menurutnya, setelah dilakukan mediasi, kedua belah pihak sepakat kegiatan KKR di Sabuga diundur hingga semua perizinan dilengkapi. Jika izin sudah dilengkapi, ujar Yusri, panitia dapat kembali menggelar acara tersebut.

“Silakan,” katanya menjawab pertanyaan wartawan.

Namun ketika ditanya apakah tempat KKR masih bisa dilaksanakan di Sabuga, ia hanya menjawab pendek, “Nanti kita lihat saja”.

Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Agama Provinsi Jawa Barat A. Buchori mengatakan bahwa untuk melakukan kegiatan keagamaan, dibutuhkan rekomendasi dari kantor Kementerian Agama setempat. 

“Kalau kegiatan di provinsi, protapnya saya yang tandatangani, tapi ini kegiatan di level kabupaten/kota,” kata Buchori saat dihubungi Rappler, Rabu.

Ia menilai memang ada sebuah titik kelemahan dari penyelenggaraan KKR di Sabuga, yaitu izin yang belum detil. “Makanya kita minta kegiatan itu proses perizinannya ditempuh supaya tidak ada pertanyaan,” ujarnya.

Kronologi versi Polda

Berdasarkan informasi yang Rappler terima dari Polda Metro Jaya, kejadian berlangsung sebagai berikut:

15:30 WIB – Telah dilakukan koordinasi dengan Pendeta Dr. Stephen Tong oleh Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kota Bandung dan Polrastabes Bandung untuk menyampaikan aspirasi massa dari PAS agar di gedung Sabuga tidak dilaksanakan kebaktian. Pdt Stephen meminta waktu 45 menit untuk mengakomodir jemaat yang sudah terlanjut datang ke gedung Sabuga. 

16:30 WIB – Kepala Kesbangpol Bandung Iwan Hermawan memberikan penjelasan kepada perwakilan PAS atas penjelasan Pdt Stephen, namun perwakilan PAS menyatakan akan melakukan konsultasi dengan massa aksi.

17:00 WIB – Massa PAS menyampaikan pendapat di jalan masuk menuju Gedung Sabuga, bahwa panitia kebaktikan memiliki waktu hingga pukul 18:00 WIB untuk meninggalkan lokasi.

17:30 WIB – Ustadz Roin, selaku perwakilan PAS, memasuki gedung untuk menghentikan kegiatan latihan paduan suara. Ia juga meminta panitia dan seluruh jemaat kebaktian untuk keluar dari gedung karena akan diadakan mediasi/audiensi.

17:45 WIB – Perwakilan PAS melakukan istirahat untuk salat Maghrib.

19:00 WIB – Dua orang perwakilan PAS — Ustadz Roin, Ustadz Dani — bertemu dengan Pdt Stephen yang dimediasi oleh Kapolrestabes Bandung Kombes Winarto. Hasil audiens tersebut menyatakan bahwa Pdt Stephen memiliki waktu 10 menit untuk memberikan alasan kepada jemaat yang sudah hadir tentang pembatalan ibadah KKR sesi malam. Hal tersebut dikarenakan adanya kesalahan prosedur dalam proses kelengkapan pemberitahuan yang dilakukan oleh pihak panitia.

20:00 WIB – Audiensi selesai. Perwakilan dari PAS kembali ke massa aksi lainnya untuk menyampaikan hasil audiensi.

20:05 WIB – Pdt Stephen menyampaikan kepada seluruh jemaat bahwa adanya surat penolakan yang dilakukan oleh ormas PAS karena adanya kesalahan prosedur.

20:19 WIB – Para jemaat KKR menyanyikan lagu malam kudus dan ditutup dengan doa.

20:21 WIB – Acara selesai. Seluruh jemaat KKR meninggalkan gedung Sabuga. Begitu pula dengan massa aksi dari PAS.

Ormas PAS: Kami tidak lakukan pembubaran

Sementara itu, Ketua PAS Muhammad Roin menyatakan bahwa pihaknya tidak melakukan pembubaran. Menurutnya, kegiatan KKR sesi pertama yang berlangsung mulai pukul 13:00 WIB terlaksana hingga selesai pukul 18:00 WIB.  Namun pada KKR sesi kedua yang berlangsung malam hari, pihaknya meminta panitia untuk menghentikan kegiatan karena tidak berizin.

“Sebetulnya [untuk mengadakan acara kebaktian] harus ada pemberitahuan dari Kemenag Provinsi,  harus bertanya ke lingkungan sekitar dan ormas Islam. Itu tidak dilakukan oleh panitia. Itu kan kegiatan Natalan, harusnya di gereja,” kata Roin ketika dihubungi Rappler, Rabu. 

Ia menegaskan bahwa tidak ada pelarangan Natal atau kegiatan ibadah lainnya. Ia berujar bahwa PAS hanya ingin semua pihak memahami aturan yang berlaku. 

Dengan pelarangan kegiatan kerohanian pada malam hari tersebut, Roin mengacu pada aturan Surat Kesepakatan Bersama (SKB) Tiga Menteri No. 9 Tahun 2006 dan No. 8 Tahun 2006

“Itu instrumen untuk melakukan peribadatan dengan benar. Ada pengaturan soal tempat ibadah,” ujarnya.

Ia kini berharap Wali Kota Bandung Ridwan Kamil untuk secara terbuka mengajak dialog semua pihak yang terlibat.

Ridwan Kamil: Hak beribadah warga negara dijamin

Sekitar 2.000 jemaat menghadiri acara KKR di Gedung Sabuga, Bandung, Jawa Barat, sesi siang, pada 6 Desember 2016. Foto dari Facebook/Reformed.Injili.Events

Melalui akun media sosialnya, Ridwan menyampaikan pernyataan sikap atas terjadinya insiden tersebut. Ia mengaku sedang di berada di luar kota untuk urusan dinas ketika insiden tersebut terjadi pada Selasa malam, sehingga ia mendelegasikan koordinasi kepada Kesbangpol Kota Bandung.

Dalam pernyataan sikap yang diunggah pada Rabu siang, Ridwan menyampaikan 10 hal, antara lain hak beribadah setiap warga negara dijamin oleh konstitusi. Ia juga menyesalkan kehadiran dan intimidasi ormas keagamaan yang tidak pada tempatnya.

Namun ia menyayangkan bahwa pihak panitia KKR berkeinginan untuk melanjutkan acara tambahan di malam hari, yang tidak sesuai dengan surat kesepakatan. Berikut 10 poin tersebut:

1. Hak beribadah adalah hak fundamental warga Indonesia yang dijamin oleh Pancasila dan UUD 1945.

2. Warga Bandung adalah warga yang cinta damai, toleran, dan hidup sehari-hari dalam landasan Pancasila.

3. Menyesalkan terjadinya kendala dalam beribadah karena dinamika koordinasi.

4. Menyesalkan kehadiran dan intimidasi ormas keagamaan yang tidak pada tempatnya dan tidak sesuai dengan peraturan dan semangat Bhineka Tunggal Ika.

5. Selama sifatnya insidentil, tidak ada masalah dengan kegiatan keagamaan yang menggunakan bangunan publik seperti Gedung Sabuga.

6. Kegiatan KKR ini adalah kegiatan level provinsi, karena surat rekomendasi kegiatan datang dari Kemenag Prov Jawa Barat.

7. Dalam proses koordinasi, panitia KKR menyepakati bahwa kegiatan ibadah di Sabuga hanya akan berlangsung siang hari, dan berhasil dilaksanakan pukul 13:00-16:00 WIB.

8. Menyesalkan miskoordinasi antara panitia dan pihak aparat dalam pengamanan kegiatan ini ketika panitia berkeinginan untuk melaksanakan tambahan acara di malam hari, yang berbeda dengan surat kesepakatan.

9. Pemkot Bandung bersama Panitia KKR akan mengupayakan waktu dan tempat pengganti, agar umat Kristiani yang semalam terkendala bisa melaksanakan kegiatan ibadah Natal sebaik-baiknya.

10. Pemkot Bandung memohon maaf atas ketidaknyamanan dan semoga di masa depan koordinasi kegiatan ini bisa dilakukan dengan lebih baik oleh semua pihak.

Menag: Umat yang sedang beribadah mesti dilindungi

Menteri Agama Lukman Saifuddin turut menyayangkan terjadinya pembatalan kegiatan kerohanian di Sabuga.

“Amat disayangkan terjadinya hal itu,” kata Lukman melalui pernyataan tertulis kepada Rappler, Rabu. 

Meski ia mengatakan bahwa panitia memang harus memenuhi prosedur yang berlaku, namun ia menegaskan bahwa tidak seharusnya yang berkeberatan bermain hakim sendiri.

“Umat yang sedang beribadah semestinya kita hormati dan kita lindungi,” kata Lukman.

“Umat beragama dalam beribadah di tempat-tempat yang bukan rumah ibadah, apalagi dengan mengerahkan jumlah besar, haruslah memenuhi prosedur yang berlaku. Begitu pula pihak-pihak yang berkeberatan dengan adanya hal tersebut hendaknya tidak main hakim sendiri dalam menyikapinya, tapi membawanya ke aparat penegak hukum.”

Ia juga mengingatkan agar umat beragama di Indonesia lebih mengedepankan tenggang rasa dalam menyikapi perbedaan antar sesama. —Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!