3 Usul Indonesia kepada Pemerintah Myanmar untuk bantu etnis Rohingya

Rappler.com

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

3 Usul Indonesia kepada Pemerintah Myanmar untuk bantu etnis Rohingya
Pemerintah Myanmar berjanji mengizinkan agar bantuan kemanusiaan PBB bisa masuk ke Rakhine State sejak tanggal 19 Desember

JAKARTA, Indonesia – 10 Menteri Luar Negeri ASEAN pada Senin, 19 Desember berkumpul di Yangoon, Myanmar untuk membahas situasi yang terjadi di Rakhine State. Pertemuan ini merupakan inisiatif dari Menlu Myanmar, Aung San Suu Kyi usai ditekan dunia internasional agar memberikan perhatian lebih kepada etnis Rohingya pasca mengalami tindak kekerasan yang diduga dilakukan oleh militer.

Menlu Retno Marsudi yang mewakili Indonesia dalam sidang retreat meminta agar Pemerintah Myanmar menghormati dan melindungi Hak Asasi Manusia (HAM) semua warga, termasuk etnis Rohingya. (BACA: CEK FAKTA: Siapa Rohingya dan mengapa mereka termarjinalkan?)

“Indonesia juga kembali menegaskan rasa prihatin dan pentingnya agar segera memulihkan keamanan dan stabilitas. Dengan begitu pembangunan yang inklusif di Rakhine State bisa terus dilanjutkan,” ujar Retno Marsudi dalam keterangan tertulis pada Senin, 19 Desember.

Mantan Duta Besar Indonesia untuk Belanda itu turut menyampaikan 3 usulan ke 9 Menlu lainnya demi mempercepat pemulihan di Rakhine State. Usulan pertama, briefing mengenai perkembangan Rakhine State dilakukan secara reguler.

“Dengan adanya pertemuan yang reguler maka bisa membantu memberikan gambar situasi yang sebenarnya, sehingga ASEAN dapat berkontribusi bantuan yang tepat untuk mendukung langkah afirmatif di Rakhine State,” tutur Retno.

Sementara, terkait bantuan kemanusiaan dan pembangunan, para Menlu ASEAN sepakat agar disalurkan bersama secara inklusif, termasuk melalui mekanisme ASEAN seperti AHA Center.

Dalam usul kedua, Indonesia meminta agar akses bantuan kemanusiaan ke Rakhine State diberikan lebih besar termasuk untuk bantuan kemanusiaan dari PBB. Pemerintah Myanmar memenuhi usul itu dengan membuka akses bantuan dari PBB per Senin, 19 Desember. Sebelumnya, Retno telah bertemu dengan Wakil PBB di Myanmar pada hari Minggu untuk memastikan akses bantuan akan dibuka.

Usul ketiga yang disampaikan Indonesia yakni meminta agar Pemerintah Myanmar ikut membuka akses informasi bagi media, termasuk media asing.

Sidang retreat digelar usai Suu Kyi dan Retno bertemu secara bilateral pada tanggal 6 Desember lalu di Myanmar. Dalam pertemuan itu, Retno mengatakan Indonesia selalu siap membantu Myanmar, baik dalam bentuk bantuan fisik maupun peningkatan kapasitas.

“Indonesia siap memberikan bantuan peningkatan kapasitas termasuk bagi peningkatan kapasitas polisi dan aparat keamanan, serta memfasilitasi kegiatan dialog antar antar agama untuk mendukung upaya rekonsiliasi di Rakhine State,” kata Retno.

Menlu perempuan pertama itu menjelaskan pertemuan di antara 10 Menlu ASEAN itu digambarkan sangat terbuka dan konstruktif. Mereka berdiskusi sudah layaknya keluarga dalam membahas isu sensitif yang terjadi di Rakhine State.

Padahal, pada awal bulan Desember, Perdana Menteri Malaysia, Najib Razak menuding pemimpin de fakto, Aung San Suu Kyi membiarkan genosida terhadap etnis Rohingya terjadi di bawah kepemimpinannya. Pernyataan ini dinilai sangat keras dan jarang disampaikan oleh seorang pemimpin negara di kawasan ASEAN.

Myanmar membantah tuduhan Najib tersebut dan memanggil Duta Besar Negeri Jiran di Myanmar. Negeri junta militer itu juga melarang para pekerjanya untuk mencari nafkah ke Malaysia.

Mantan Sekretaris Jenderal ASEAN, Ong Keng Yong, mengatakan para negara ASEAN bertemu karena mereka khawatir krisis Rohingya bisa melebar lebih jauh.

“Isu semacam ini jika tidak dikelola dengan baik, akan berdampak pada situasi keamanan dan perdamaian secara umum di kawasan ASEAN,” ujar Yong.

Langkah Myanmar

Sementara, retreat itu digunakan Suu Kyi untuk menjelaskan kepada mitranya apa saja yang telah dilakukan oleh Pemerintah Myanmar. Dia mengatakan sejak serangan tanggal 9 Oktober lalu, pemerintah telah berupaya untuk mengembalikan perdamaian di Rakhine State.

“Dia juga menyampaikan pemerintahnya telah membentuk sebuah komisi yang dipimpin oleh Dr. Kofi Annan (mantan Sekjen PBB) untuk membantu menyelesaikan di Rakhine State dan tim investigasi nasional,” tulis Kementerian Luar Negeri dalam keterangan tertulis mereka.

Kendati Myanmar menunjukan apa yang telah mereka lakukan, sayangnya hal tersebut dianggap kurang serius oleh Malaysia.

“Perkembangan situasi di Rakhine State sangat lambat khususnya dalam peningkatan pemenuhan HAM dasar terhadap etnis Rohingya,” ujar Menlu Malaysia, Anifah Aman dalam keterangan tertulisnya.

Mereka mengaku masih mendengar adanya laporan soal aksi penahanan sewenang-wenang, tindak pemerkosaan oleh para tentara, pembakaran desa tempat etnis Rohingya tinggal dan hancurnya tempat ibadah warga tersebut. Bagi Negeri Jiran jika isu ini tidak segera ditangani, maka juga akan menjadi beban bagi mereka.

“Banyak warga Rohingya mengungsi dan menuju ke negara tetangga, termasuk Malaysia. Saat ini saja Malaysia sudah menampung sekitar 56 ribu etnis Rohingya baik laki-laki, perempuan dan anak-anak,” kata Anifah.

Sikap tegas Malaysia ini sempat dianggap oleh sebagian pihak merupakan bentuk pencitraan, karena pemerintahan PM Najib tengah kehilangan simpati publik akibat isu korupsi. – dengan laporan AFP/Rappler.com

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!