Jalan berliku menuju Bandung Kota HAM

Yuli Saputra

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Jalan berliku menuju Bandung Kota HAM
Meski sudah mendeklarasikan sebagai Kota HAM, masih banyak terjadi pelanggaran di Bandung. Bagaimana solusinya?

BANDUNG, Indonesia — Ketenangan dan kesejukan Kota Bandung terusik dengan sebuah insiden yang terjadi saat ibadah Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR) berlangsung di Sasana Budaya Ganesha (Sabuga) pada 6 Desember 2016 silam.  

Pada Selasa sore itu, sekitar 100 orang massa dari organisasi masyarakat Pembela Ahlu Sunnah (PAS) mendatangi Sabuga dimana ribuan umar Kristiani sedang melaksanakan kebaktian yang dipimpin Pendeta Stephen Tong. 

Massa meminta kebaktian dipindahkan ke gereja dan bukan di fasilitas umum seperti Sabuga. Kegiatan KKR sesi umum yang berlangsung malam hari terpaksa dipercepat dari jadwal yang ditentukan.

Peristiwa itu menjadi perhatian banyak orang, apalagi terjadi menjelang perayaan Natal. Di media sosial, netizen ramai membicarakan peristiwa tersebut dan mengutuk para pelaku yang dinilai telah melanggar kebebasan beragama itu. Tagar #bandungintoleran lantas menjadi trending topic di Twitter.

Bukan sekali itu saja. Beberapa peristiwa yang dinilai mencoreng penegakan hak asasi manusia (HAM) juga terjadi di Kota Bandung.  

Pada Agustus 2016 lalu, aparat TNI membubarkan kegiatan Komunitas Perpustakaan Jalanan yang sedang menggelar lapak di Taman Cikapayang Dago, pada suatu Sabtu malam. Sebelumnya, pada Maret 2016, pementasan teater monolog Saya Rusa Berbulu Merah di Pusat Kebudayaan Perancis dibubarkan sekelompok massa karena dianggap menyebarkan paham komunisme.  

Belum lagi pembubaran Sekolah Marx di ISBI Bandung dan pembubaran diskusi Maria dalam Bibel dan Quran di GKP Kota Bandung, semakin menambah panjang daftar tindakan intoleransi di kota berjuluk Parijs van Java ini.

Jalan menuju Bandung yang menjunjung tinggi keberagaman dan toleransi ini nampaknya semakin berliku. Padahal, Wali Kota Bandung Ridwan Kamil telah mendeklarasikan Kota Kembang ini sebagai Kota HAM pada April 2015. Saat deklarasi, Ridwan berkomitmen untuk menghormati, melindungi, dan memenuhi hak-hak asasi warga Kota Bandung. 

Berikut kutipan lengkapnya yang diambil dari portal Bandung.go.id: 

“Saya, Wali Kota Bandung, atas nama warga Kota Bandung, dengan ini mendeklarasikan Bandung sebagai Kota Hak Asasi Manusia dan berkomitmen untuk menghormati, melindungi, dan memenuhi hah-hak asasi warga Kota Bandung. Untuk itu piagam Hak Asasi Manusia Bandung akan dirumuskan menurut prinsip-prinsip transparansi akuntabilitas dan partisipasi warganya. Guna menghormati, melindungi, dan memenuhi hak-hak asasi warga Bandung, deklarasi ini dan piagam Hak Asasi Manusia Bandung akan dilaksanakan atas dasar kebijakan pemantauan dan evaluasi serta pemulihan,” kata Ridwan saat itu.

Deklarasi itu menjadi bumerang bagi Pemerintah Kota Bandung di saat peristiwa-peristiwa pelanggaran HAM beberapa kali terjadi di Kota Kembang ini. Banyak pihak yang mempertanyakan pencanangan Bandung sebagai Kota HAM, namun kenyataan yang terjadi justru sebaliknya. 

Pemerintah, aparat masih sering membiarkan

Forum Demokrasi Bandung (FDB) adalah salah satu pihak yang mengkritisi hal tersebut. Dalam siaran persnya pada 7 Desember 2016, FDB mempertanyakan deklarasi Bandung sebagai Kota HAM, padahal kenyataannya masih ada intimidasi dan penghalang-halangan pada umat beragama dalam menjalankan agama dan kepercayaannya.

Aktor Joind Bayuwinanda menampilkan satu adegan pementasan monolog teater Tan Malaka "Saya Rusa Berbulu Merah" karya Ahda Imran garapan kelompok Main Teater dengan sutradara Wawan Sofwan pada acara konferensi pers di Aula IFI Bandung, Jawa Barat, Selasa, 22 Maret. Foto oleh Agus Bebeng/ANTARA

Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung, Arip Yogiawan, menilai Deklarasi Bandung sebagai Kota HAM masih belum menjawab harapan banyak pihak, terutama kelompok masyarakat sipil, dengan masih terjadinya berbagai peristiwa pelanggaran HAM. Ditambah lagi, peran pemerintah dan aparat kepolisian belum terlihat dalam upaya penegakan HAM.

“Pemerintah maupun pihak kepolisian masih sering melakukan pembiaran,” kata Yogi saat dihubungi Rappler, Jumat, 30 Desember 2016.

LBH Bandung mencatat ada setidaknya ada 3 jenis pelanggaran HAM yang terjadi di Kota Bandung. Pertama, menyangkut kebebasan beragama. Kedua, kebebasan berekspresi. Ketiga, pembangunan yang berdampak merugikan masyarakat.

Untuk kebebasan beragama, Arip memberi contoh, peristiwa pelarangan penyelenggaraan KKR dan masalah pembangunan beberapa tempat peribadatan. Selain itu, pelarangan peringatan As-Syura yang masih terjadi di 2016.

Pembubaran teater monolog Tan Malaka yang bertajuk Saya Rusa Berbulu Merah, pembubaran lapak Perpustakaan Jalanan, dan pembubaran diskusi pemikiran Karl Marx di ISBI, dan diskusi LGBT di ITB, menjadi contoh pelanggaran HAM dalam hal kebebasan berekspresi.

Sementara, penggusuran pun rentan terjadi di saat Bandung sedang menggenjot pembangunan infrastruktur dan properti. Menurut Yogi, Pemkot Bandung tidak punya standar kemanusiaan dalam pelaksanaan pembangunan. Misalnya, mengenai pemindahan orang dan pemberdayaan warga tergusur.

“Warga Kampung Kolase yang dipindah ke rusunawa di Sadang Serang dan Rancacili, warga Stasiun Barat yang sampai saat ini harusnya mendapatkan kehidupan yang lebih baik, tapi belum juga dilakukan upaya pemberdayaannya,” kata Yogi.

Yogi menyadari, kasus-kasus pelanggaran HAM tidak bisa ditekan sampai titik nol. Tetapi sebagai Kota HAM, menurutnya, Pemkot Bandung harus memiliki upaya antisipasi yang baik dalam menekan pelanggaran HAM.

“Negara, dalam hal ini Pemkot Bandung, selalu terlambat dalam memproteksi kebebasan beragama, pun halnya dengan kebebasan berekspresi. Bahkan saya tidak melihat ada upaya pemulihan korban oleh Pemkot Bandung. Baik pemulihan secara sosial, budaya, hukum, maupun ekonomi, untuk korban gusuran,” ujarnya.

Untuk mewujudkan Bandung sebagai Kota HAM, Yogi menyarankan, agar Ridwan Kamil sebagai Wali Kota membangun sinergi dengan pihak-pihak lain, seperti kepolisian dan pihak lainnya. Karena membicarakan HAM, lanjut Yogi, adalah membicarakan nilai. Selanjutnya, nilai-nilai HAM itu dialirkan dalam semua kebijakan pemerintah kota.

“Jangan HAM ini dijadikan hanya sekedar kosmetik,” kata Yogi.

‘Memang belum sempurna’

Puluhan warga Bandung pada 27 Agustus menggelar aksi solidaritas terhadap Perpustakaan Jalanan yang dibubarkan oleh aparat TNI sepekan lalu. Foto dari Facebook/perpustakaanjalanan

Sebelumnya, Wali Kota Bandung, Ridwan Kamil menjelaskan, Bandung dideklarasikan sebagai Kota HAM bukan berarti sudah sempurna dalam pengelolaan HAM. Hal inilah yang menurutnya sering disalahartikan oleh banyak pihak.  

“Bandung Kota HAM itu artinya Bandung kota pertama yang berani diaudit secara internasional untuk mengetahui kekurangan dan kelebihannya di mana, untuk diperbaiki kualitas HAM yang ada di Kota Bandung,” kata Ridwan saat jumpa pers pada 9 Desember 2016 lalu.

Ridwan menegaskan, Pemerintah Kota Bandung justru sedang membela keberagaman dan menjunjung tinggi HAM. Namun dalam perjalanannya, ungkap Ridwan, memang banyak kendala yang terjadi.

“Ada elemen-elemen yang cenderung makin ekstrem. Ini kan terjadi dimana-mana. Dengan kebebasan berserikat dan berpendapat, bentuk-bentuk organisasi ini kan tidak bisa dihindari. Tapi kita akan melakukan tindakan jika terjadi pelanggaran,” ujarnya.

Ridwan mengungkapkan, Kota Bandung secara statistik telah menyeimbangkan proses penyediaan fasilitas keagamaan selama lima tahun ke belakang. Pihaknya telah memberikan izin terhadap pembangunan 300 rumah ibadah, termasuk gereja baik besar maupun kecil.

Sedangkan untuk menata keharmonisan antar agama, Pemkot Bandung sudah mempunyai dua instrumen organisasi, yakni Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) yang fungsinya menjembatani dan melakukan dialog antar umat beragama, serta Forum Silaturahmi Ormas Islam (FSOI) untuk membina dan berkomunikasi dengan ormas di Kota Bandung. —Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!