Pemutaran perdana film Wiji Thukul akan tayang di 15 kota

Ursula Florene

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Pemutaran perdana film Wiji Thukul akan tayang di 15 kota
Jika banyak anak muda mengenakan kaos bergambar tokoh revolusioner seperti Che Guevara, pemuda Indonesia harus tahu bahwa Indonesia juga punya Wiji Thukul

JAKARTA, Indonesia — Film biografi yang mengangkat kisah penyair dan aktivis buruh Wiji Thukul berjudul Istirahatlah Kata-Kata akan mulai tayang di bioskop mulai Kamis,19 Januari mendatang.

Penonton dapat menyaksikan saat-saat Wiji, aktivis jelang masa Reformasi yang dinyatakan hilang, melarikan diri ke Pontianak, Kalimantan Barat, sejak 27 Juli 1996.

Awalnya, film ini akan diputar di 12 kota, namun kemudian ditambah menjadi 15.

“Barusan ada berita baik, tambahan 3 kota lagi, di Denpasar, Purwokerto, dan Medan,” kata sutradara Yosep Anggi Noen saat mengadakan konferensi pers di Jakarta, Senin, 16 Januari.

Film yang telah diputar di sejumlah festival film luar negeri ini mendapat jatah 15 layar di kota-kota di Tanah Air.

“Film ini untuk mengingat aktivis yang hilang sampai sekarang dan kurang kuatnya upaya dari negara untuk mencarinya,” kata Anggi.

Peran Wiji, ujar Anggi, sangat penting dalam meruntuhkan rezim Orde Baru, serta dimulainya era demokrasi dan kebebasan hingga saat ini. Masyarakat Indonesia, lanjutnya, kini tengah menikmati buah perjuangan Wiji dan aktivis-aktivis lainnya.

“Kami yang muda mencoba mencatat dan mengingat kembali lewat film ini,” katanya.

Ia menambahkan, bila anak-anak muda saat ini saja bisa berupaya merawat ingatan, artinya pemerintah bisa melakukan sesuatu yang lebih seperti mengusut keberadaan Si Penyair Pelo yang sudah hampir 20 tahun menghilang.

Interpretasi bukan imitasi

Ide film ini berawal ketika Anggi dikontak oleh aktivis hak asasi manusia Tunggal Pawestri, penulis Okky Madasari, dan produser Yulia Evina Bhara. Anggi sendiri mengaku tak terlalu mengenal sosok Wiji sebelum ia mengerjakan Istirahatlah Kata-Kata.

Untuk riset sendiri, ia terbang langsung ke Pontianak demi mendapatkan gambaran suasana. Sedangkan untuk pemahaman karakter Wiji, didapatkannya dari percakapan dengan keluarga.

Anggi menggabungkan karakter dua anak Wiji, Fitri Nganthi Wani dan Fajar Merah. “Fajar itu kalau ngobrol, tengil banget. Itulah Thukul. Sedangkan Fitri itu brilian. Tulisannya bagus, menggugah, pedih,” kata dia.

Namun, bukan berarti ia lantas menyetir para pemain yang terlibat. Ia menyerahkan sepenuhnya pada interpretasi masing-masing individu.

WIJI THUKUL SANG SASTRAWAN. Film 'Istirahatlah Kata-Kata' menampilkan sisi humanis dari seorang Wiji Thukul: rasa takut, cemas, dan rindu keluarga. Foto dari @FilmWijiThukul

Hal ini disampaikan oleh pemeran istri Wiji, Siti Dyah Sujirah alias Sipon, yang diperankan oleh Marissa Anita. Ia sama sekali tak dipertemukan dengan tokoh yang bersangkutan, melainkan hanya meriset dari data media maupun literatur.

“Saya sama sekali tidak pernah bertemu Bu Pon [Sipon]. Kata Anggi, juga saya jangan mengimitasi, tetapi menginterpretasi,” ungkap Marissa.

Presenter TV ini juga banyak berdiskusi dengan lawan mainnya, Gunawan Maryanto yang memerankan Wiji Thukul.

Anggi sendiri memang memercayai Marissa dengan peran ini lantaran menganggapnya sebagai sosok yang cerdas, juga berbekal pengalamannya di teater.

Mengenal Wiji sebagai manusia

Dalam film ini, tim produksi ingin mengenalkan sosok Wiji sebagai manusia. Periode 27 Juli 1996 ini menunjukkan sisi humanis, bukan aktivis yang banyak ditonjolkan selama ini.

Saat itu, ia baru saja ditetapkan sebagai buronan oleh rezim Soeharto. Demi keselamatannya, ia harus meninggalkan keluarga dan kampung halaman. Kesepian, ketakutan, dan jauhnya Wiji dari perjuangan menjadi fokus film.

Dalam pemutaran di berbagai festival film internasional pun, produser Yulia Evina Bhara mengatakan banyak yang jadi tertarik pada sosok Wiji.

“Mereka baru tahu ada sosok seperti itu di Indonesia,” kata Yulia.

Ia mengenang saat pemutaran di Busan, Korea Selatan, tahun lalu. Sekelompok mahasiswa Indonesia yang hadir juga bertanya pada tim produser. Ternyata mereka baru mengetahui sosok Wiji setelah selesai menonton.

Karena itulah, keberadaan film ini juga menjadi pengingat sejarah. “Kami anak-anak muda butuh berbagai kejelasan supaya tidak tersesat di hari-hari berikutnya sebagai bangsa,” kata Anggi.

Negara, lanjutnya, masih menanggung utang sejarah dan keadilan. Terkait nasib Wiji, maupun aktivis lain yang bernasib sama atau mati misterius.

“Film ini cuma inisiasi kecil, tidak memberi dampak terlalu luar biasa untuk hal-hal di luar jangkauan kita,” kata dia.

Melanie Subono, musisi yang juga merupakan aktivis buruh, mengatakan saat ini banyak kaum muda yang mengenakan kaos bergambar tokoh revolusioner luar negeri seperti Che Guevara.

“Harusnya mereka tahu ada tokoh seperti itu dari Indonesia,” kata Melanie yang juga memiliki peran di film Istirahatlah Kata-Kata.—Rappler.com

BACA JUGA:

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!