Mixed Martial Arts

Polisi: Pembubaran paksa festival waria di Soppeng karena tak berizin

Syarifah Fitriani

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Polisi: Pembubaran paksa festival waria di Soppeng karena tak berizin

ANTARA FOTO

Polres Soppeng membubarkan secara paksa Festival Pekan Olahraga & Seni Waria se-Sulawesi Selatan setelah mendapat aduan dari Forum Umat Islam (FUI)

 

MAKASSAR, Indonesia — Festival Pekan Olahraga & Seni (Porseni) Waria-Bissu se-Sulawesi Selatan di Kabupaten Soppeng harus berakhir dengan pembubaran paksa pada Kamis, 19 Januari lalu.

Menurut Kabid Humas Polda Sulsel Kombes Pol Dicky Sondani, panitia pelaksana kegiatan belum meminta persetujuan kegiatan dari Kementerian Agama Kabupaten Soppeng.

Dicky mengatakan, dalam kegiatan Porseni tersebut, terdapat berbagai kegiatan berbau keagamaan dalam susunan acaranya. Hal inilah yang menjadi pertimbangan Polres Soppeng untuk membubarkan paksa kegiatan yang rencananya digelar selama 4 hari itu, dari 19 hingga 22 Januari.

“Meskipun sudah ada rekomendasi dari Bupati, harusnya mereka juga mengantongi izin dari Kemenag. Apalagi ada susunan acara yang berunsur religi,” kata Dicky kepada Rappler, Sabtu, 21 Januari.

Sebelumnya, pihak panitia telah meminta izin pelaksanaan kegiatan pada Polda Sulsel, namun tak dikabulkan. Selain tak mengantongi izin dari Kemenag, Dicky mengakui pihaknya memang tak menyetujui beberapa kegiatan di dalam susunan acara Porseni Waria-Bissu tersebut.

“Kalau bisa, buat kegiatan jangan memasukkan unsur religi didalamnya, nanti terkesan melecehkan. Dalam kegiatan itu ada acara fashion show busana Muslim, laki-laki memakai jilbab. Sebelum nantinya keadaan memanas, kami bubarkan saja,” ujarnya.

Ia mengaku tak mempersoalkan jika memang ada unsur religi dalam kegiatan itu, asalkan tetap pada konteks berpakaian yang sopan dan sesuai dengan kondisi para peserta kegiatan.

“Seperti pada lomba adzan, Tilawatil Qur’an, atau fashion show, berpakaian yang pantas layaknya kaum pria pada umumnya,” kata Dicky.

Sebelumnya, Polres Soppeng mengatakan telah menerima laporan pengaduan dari Forum Umat Islam Soppeng (FUIS) terkait penolakan pelaksaan kegiatan Porseni. 

Panitia kegiatan berusaha melakukan negosiasi dengan pihak Polres Soppeng dan pemerintah daerah, termasuk Kepala Kejaksaan, Dandim, dan Wakil DPRD Soppeng. Dalam negosiasi tersebut, pihak kepolisian tetap bersikukuh tidak akan memberikan izin atas acara sebelum adanya surat dari Polda Sulsel.

LBH se-Indonesia kecam tindakan Polres Soppeng

Sebanyak 15 kantor Lembaga Bantuan Hukum se-Indonesia yang berada di bawah naungan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mengecam keras tindakan Polda Sulsel yang tidak memberikan izin pelaksanaan Porseni Waria-Bissu tersebut, yang disertai pembubaran secara paksa.

“Atas kondisi tersebut, Yayasan LBH Indonesia bersama 15 Kantor LBH se-Indonesia, menilai bahwa aparat kepolisian, yang seharusnya sebagai aktor pelaksana kewajiban HAM malah mencerabut hak-hak komunitas masyarakat, dalam hal ini Komunitas Waria-Bissu Sulawesi Selatan,” kata Direktur LBH Makassar Haswandy Andy Mas, pada Sabtu, 21 Januari.

“Kenapa kami dibubarkan? Padahal kami sudah mengantongi rekomendasi dari Pemkab Soppeng.”

Di samping itu juga, hak untuk berkumpul dan berserikat serta hak berpartisipasi dalam sektor seni dan budaya seakan dilupakan oleh aparat Polres Soppeng. Tindakan ini sekaligus melanggar konstitusi UUD 1945, terutama terhadap pasal 28C (1), 28E ayat (3). 

Ia mengatakan, dalam pembubaran ini, juga terjadi pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang dimuat dalam Undang-Undang No. 39 tentang HAM, UU No. 11 tahun 2005 tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, dan UU No. 12 tahun 2005 tentang Hak Sipil dan Politik.

“Kami mendesak pihak Mabes Polri untuk melakukan evaluasi dan penyelidikan atas tindakan pelanggaran yang dilakukan oleh aparat kepolisian, baik di tingkatan Polda Sulawesi Selatan dan Polres Soppeng. Atas pelarangan disertai pembubaran paksa kegiatan budaya Porseni Waria-Bissu Sulawesi Selatan,” kata Haswandy.

Desakan yang sama juga ditujukan untuk Komnas HAM agar melakukan pemantauan lapangan atas tindakan pelanggaran HAM oleh pihak Kepolisian. 

Bukan pertama kali digelar di Soppeng

Festival waria se-Sulawesi Selatan yang dipusatkan di Kabupaten Soppeng itu ternyata bukanlah yang pertama kalinya digelar. Di Kabupaten Soppeng sendiri, kegiatan Porseni sudah diadakan beberapa kali tanpa adanya embel-embel pembubaran.

Ketua Waria Sulawesi Selatan, Fitri Pabentengi, mengatakan Porseni itu merupakan agenda tahunan Forum Kerukunan Waria-Bissu Sulawesi Selatan. Acara tahun ini memasuki pelaksanaannya yang ke-23. 

Rencananya kegiatan tersebut akan diikuti sekitar 600 peserta yang berasal dari kabupaten/kota di Sulawesi Selatan.

Sejatinya kegiatan ini sudah lazim dilaksanakan di Sulawesi Selatan, dan Bissu sendiri memiliki peranan penting dalam adat istiadat masyarakat Sulawesi Selatan.

“Makanya kami sudah mengerti bagaimana alur pengurusan izin pelaksanaannya. Namun yang membuat kami terkejut saat permintaan izin kami tidak disetujui oleh Polda Sulsel, tapi kami tetap laksanakan karena sudah memegang rekomendasi dari bupati,” kata Fitri.

Belum sempat terlaksana, Fitri lagi-lagi merasa kecewa dengan tindakan pembubaran paksa kegiatan oleh aparat Polres Soppeng.

“Kenapa kami dibubarkan? Padahal kami sudah mengantongi rekomendasi dari Pemkab Soppeng. Ini pertama kali kami dibubarkan di Kabupaten Soppeng, padahal sebelumnya acara kami terlaksana dengan baik disini,” tuturnya. —Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!