Mengapa banyak warga DKI Jakarta yang tidak bisa memilih dalam Pilkada?

Amru Sebayang

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Mengapa banyak warga DKI Jakarta yang tidak bisa memilih dalam Pilkada?

ANTARA FOTO

Warga yang terdaftar dalam DPTb hanya boleh mencoblos pada pukul 12:00-13:00 WIB. Tapi surat suara di tiap TPS hanya sedikit.

JAKARTA, Indonesia — Meski berjalan lancar, aman, dan damai, pemilihan kepala daerah (Pilkada) DKI Jakarta meninggalkan sejumlah catatan. Salah satunya, banyak warga yang tidak bisa memilih.

Abdul Qowi Bastian, misalnya. Ia tidak bisa menggunakan hak suaranya di TPS 08 Kebon Kosong, Kecamatan Kemayoran, Jakarta Pusat, pada Rabu, 15 Februari. 

Qowi, yang merupakan editor Rappler Indonesia, mengatakan, ia pertama datang ke tempat pemungutan suara (TPS) sekitar pukul 8 pagi, namun ditolak oleh oleh petugas karena tidak membawa surat undangan.

“Saya belum punya KTP elektronik, mungkin itu penyebab saya tidak menerima surat undangan pemilihan,” kata Qowi.

Ia mengatakan, petugas memintanya untuk kembali pada pukul 12:00-13:00 WIB agar bisa memilih. Ketika ia kembali sekitar pukul 12:15 WIB, petugas mengatakan bila surat suara sudah habis.

“‘Sisa surat suara di sini hanya 15, Pak,’ katanya menirukan ucapan panitia.

“Padahal saya sudah cek sejak jauh hari bahwa nama saya tercantum dalam DPT [Daftar Pemilih Tetap] melalui situs KPU [Komisi Pemilihan Umum],” kata Qowi.

(BACA: Cara mengecek apakah namamu sudah terdaftar di DPT)

Ia juga sudah menjelaskan hal tersebut kepada panitia, tapi tetap ditolak. Ia kemudian diminta panitia untuk mencoblos di TPS 07 yang hanya berjarak singkat dari TPS0 08. Namun sesampainya di sana, antrian panjang sudah menanti. Ketika bertanya kepada panitia TPS 07, ia lagi-lagi ditolak. 

“‘Kita sudah tutup, Pak. Yang ngantri banyak, tuh’,” katanya menirukan pernyataan panitia sembari menunjuk antrian warga yang berebut ingin mencoblos. Padahal menurutnya, waktu masih menunjukkan pukul 12:45 WIB, masih tersisa 15 menit sebelum jadwal pemungutan suara selesai pada pukul 13:00 WIB.

Ia pun diminta untuk mencoba ke TPS 10, namun di sana ia kembali menemui hambatan yang sama.

Menjadi perhatian elite politik

Hal ini bukan hanya menjadi perhatian warga DKI saja, tapi juga oleh pengurus partai. Bahkan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri ikut angkat bicara mengenai masalah tersebut.

Dalam konferensi pers pada Rabu sore, ia menyinggung problematika ini dan mengatakan sudah melaporkannya ke Kementerian Dalam Negeri yang bertanggung jawab atas kasus ini.

“Tadi juga banyak keluhan dari daerah Jakarta yang berkeinginan untuk mencoblos, tapi rata-rata keluhannya adalah surat suaranya sudah habis. Sehingga saya melaporkan ke Kementerian Dalam Negeri,” kata Megawati dalam konferensi pers di kediamannya di Menteng, Jakarta Pusat.

(BACA: Yang perlu kamu lakukan jika belum terdaftar di DPT)

“Karena Indonesia ini negara hukum, sehingga hak warga negara secara hukum itu sama. Beda kalau mereka tidak datang, karena itu artinya golput. Kalau ini, banyak yang sudah menunggu panggilan tapi tidak diberikan. Sehingga diberhentikan dan ditutup. Karena bagi saya, satu suara itu perlu diperjuangkan,” ujarnya.

Jenis pemilih tambahan

Petugas KPPS melakukan penghitungan perolehan suara Pilkada Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta di TPS 09 Kelurahan Kebon Manggis, pada 15 Februari 2017. Foto oleh Widodo S. Jusuf/Antara

Komisioner Pemilihan Umum Daerah (KPUD) DKI Jakarta M. Shidiq menjelaskan tentang alasan warga DKI yang kehilangan hak pilih, meski pihaknya belum bisa mengatakan berapa banyak warga yang tidak bisa menggunakan suara sebagai akibatnya.

Ia mengatakan, kasus semacam ini banyak terjadi pada jenis pemilih tambahan (Daftar Pemilih Tetap Tambahan/DPTb). Jenis pemilih tambahan adalah pemilih yang tidak terdaftar dalam DPT karena alasan tertentu. Jenis pemilih ini masih bisa memilih jika datang ke TPS dengan melengkapi berkas dan mengisi surat pernyataan tertentu.

Ia berpendapat bahwa jumlah pemilih tambahan yang lebih banyak, dibandingkan jumlah surat pernyataan yang terbatas di setiap TPS membuat mereka gagal menjalankan hak pilih. 

“Sementara surat pernyataan yang ada hanyalah 20 per TPS, dan cadangan ada 100 di PPS [Panitia Pemungutan Suara]. Sementara, kelurahan [di beberapa TPS] jauh” kata Shidiq.

Selain itu, menurutnya, koordinasi KPPS yang kaku juga berpengaruh. Ia mencontohkan kejadian di salah satu TPS di kawasan Gading Nias yang memfotokopi surat pernyataan sendiri. 

“Sayangnya, tidak semua KPPS seperti itu,” ujarnya.

Ia mengakui, bahwa jumlah surat pernyataan yang sedikit bagi DPTb hanya didasarkan pada perkiraan rasional saja. Ia tidak menyangka bahwa pemilih dalam DPTb begitu banyak. 

“Cukuplah 20. Masa yang tidak terdaftar di DPT begitu banyak?”

Waktu pemungutan suara DPTb terlalu singkat

Sebagai tambahan, Shidiq mengatakan, waktu pemungutan suara DPTb yang hanya dari pukul 12:00 WIB hingga 13:00 WIB terlalu singkat. 

Menurutnya, waktu tersebut tidak cukup mengingat petugas dan warga harus mengurus berkas administratif yang banyak. 

“Waktu satu jam harusnya memang hanya untuk mencoblos. Kalau waktu verifikasi [pemilih DPTb] di sekitar jam 12 dan banyak yang menumpuk di situ, ya, akan banyak yang terlewat [pemilih],” katanya.

Untuk itu, Shidiq berjanji akan mengevaluasi kondisi tersebut. 

“Tentunya ini yang akan kami evaluasi juga,” ujarnya. —Rappler.com

BACA JUGA:

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!