Akhir pertarungan Agus Yudhoyono di Pilkada DKI Jakarta

Sakinah Ummu Haniy

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Akhir pertarungan Agus Yudhoyono di Pilkada DKI Jakarta

ANTARA FOTO

Agus mengakui kekalahannya dari Ahok dan Anies di putaran pertama Pilkada DKI Jakarta 2017

JAKARTA, Indonesia — “Secara ksatria dan lapang dada, saya menerima kekalahan saya dalam Pemilihan Gubernur DKI Jakarta,” ucap calon gubernur DKI Jakarta nomor urut 1, Agus Harimurti Yudhoyono, dalam sambutannya di Wisma Proklamasi, Jakarta Pusat, pada Rabu malam, 15 Februari.

Memang belum ada hasil akhir perolehan suara yang dikeluarkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta. Namun dari seluruh hasil penghitungan cepat yang dikeluarkan berbagai lembaga survei, pasangan calon nomor 1 Agus Harimurti Yudhoyono dan Sylviana Murni menempati urutan terbawah.

Mereka hanya mendapatkan 16 hingga 20 persen suara dalam hasil hitung cepat. Sebaliknya, paslon nomor 2 Basuki “Ahok” Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat serta paslon nomor 3 Anies Baswedan-Sandiaga Uno diprediksi akan maju ke putaran kedua Pilkada DKI.

Sepertinya hasil hitung cepat tersebut cukup bagi Agus-Sylvi untuk mengakui kekalahan mereka di Pilkada DKI Jakarta 2017 ini.

Gerilya politik

Sejak Oktober hingga Februari, Agus-Sylvi telah melalui proses kampanye yang panjang untuk memperkenalkan diri serta menjelaskan program-program mereka kepada warga Jakarta.

Dalam wawancara bersama Rappler, juru bicara tim pemenangan Agus-Sylvi, Rizki Aljupri, mengemukakan bahwa paslon nomor urut 1 ini mengutamakan gerilya politik sebagai strategi utama kampanye mereka.

Gerilya politik atau yang juga dikenal dengan “blusukan” ini dipercaya oleh tim pemenangan sebagai cara paling efektif untuk mendapatkan suara rakyat.

“Kita betul-betul percaya bahwa untuk mendapatkan suara rakyat maka kita harus bertemu langsung dengan mereka,” tutur Rizki kepada Rappler pada Rabu, 1 Februari lalu.

Tepat dua pekan sebelum hari pemungutan suara Pilkada DKI 2017, Rizki menyampaikan bahwa ia dan timnya merasa strategi tersebut cukup efektif. Namun sepertinya Pilkada serentak 15 Februari kemarin menunjukan hasil yang berbeda.

Agus memang sempat unggul dalam beberapa hasil survei di awal masa kampanye. Namun setelah debat publik elektabilitasnya terus menurun.

Faktor penyebab kekalahan Agus

MELOMPAT KE PENONTON. Calon Gubernur nomor urut 1 Agus Yudhoyono melakukan "stage diving" ke arah relawan dalam acara Apel Siaga Relawan Jaga Agus-Sylvi di lapangan eks Golf Driving Range Senayan, Kompleks GBK, Jakarta, Sabtu (21/1). Foto oleh Rosa Panggabean/ANTARA

Menurut dosen Ilmu Politik Universitas Indonesia, Ikhsan Darmawan, faktor pertama yang menyebabkan kekalahan Agus di Pilkada DKI adalah karena masih kurang pengalaman, khususnya di dunia politik.

“Figur Agus ini paling muda. Jadi kalau gubernur DKI mungkin orang masih lihat butuh pengalaman dulu, jam terbangnya masih kurang,” tutur Ikhsan kepada Rappler, Kamis, 16 Februari.

Ketidaksolidan partai pendukung paslon Agus-Sylvi juga menjadi persoalan tersendiri. Jika dilihat dari jumlah kursi yang dimiliki Partai Demokrat, Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan Partai Amanat Nasional (PAN) di DPRD DKI Jakarta, seharusnya Agus dapat memperoleh setidaknya 25 persen suara.

“Karena partai-partai itu kan punya kader di kabinet. Mereka itu juga khawatir kalau keliatan solid nanti terancam mungkin di-reshuffle, karena sebelumnya sempat ada wacana mau reshuffle,” kata Ikhsan.

Buruknya performa Agus-Sylvi dalam debat publik juga dianggap Ikhsan sebagai faktor kekalahan paslon ini.

“Mungkin waktu debat juga mempengaruhi, kurang perform. Kemudian juga sebelum debat yang resmi kan diundang dua kali enggak mau hadir. Itu menurut saya catatan juga,” ujar dosen yang juga Executive Director dari Center for Development and Political Studies ini.

Ikhsan menuturkan, meskipun para pemilih Jakarta tidak semuanya menonton debat, tetapi hal tersebut tetap penting untuk meraih suara dari kelompok undecided yang ingin menggunakan debat sebagai instrumen menentukan pilihan mereka.

Gerilya politik yang diusung sebagai strategi utama dari paslon nomor urut 1 ini juga dianggap tidak tepat sasaran.

“Misalnya, Ahok itu dapat di [Jakarta] Utara sama di [Jakarta] Barat maksimal, memang mereka tahu kantong di situ solid dukung mereka. Anies-Sandi juga tahu [Jakarta] Selatan sama [Jakarta] Timur itu bisa mereka kuasai dan itu terbukti. Tapi Agus kan enggak jelas mana yang bisa didapetin.”

“Serangan” Antasari tidak signifikan

Mantan Ketua KPK Antasari Azhar menghadiri acara Debat Calon Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta di Hotel Bidakara, Jakarta, Jumat (27/1). Foto oleh Hafidz Mubarak A./ANTARA

Satu hari sebelum pemilihan, Selasa, 14 Februari, Antasari Azhar memberikan kado manis untuk mantan presiden RI ke-6 sekaligus ayahanda Agus, Susilo Bambang Yudhoyono. Mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tersebut mengaku bahwa SBY pernah mengintervensi dirinya agar tidak menahan Aulia Pohan, mertua dari Agus.

Cikeas, kata Antasari, saat itu mengutus pengusaha Harry Tanoesudibjo ke kediamannya di daerah Bumi Serpong Damai. Kepada Antasari, Hary Tanoe mengaku diutus oleh Cikeas. “Datang ke rumah saya minta ‘jangan menahan Aulia Pohan’,” kata Antasari.

Berita yang begitu menghebohkan, dianggap oleh SBY sebagai upaya menjatuhkan elektabilitas anaknya yang akan berkontestasi di Pilkada DKI Jakarta keesokan harinya.

Namun menurut Ikhsan Darmawan “serangan” dari Antasari tersebut bukanlah faktor yang signifikan dalam kekalahan Agus.

“Ada. Tapi secara signifikan banget sih menurut saya enggak,” katanya.

Ikhsan memaparkan bahwa elektabilitas Agus memang sudah turun jauh sebelum Antasari buka suara tentang SBY. Beberapa lembaga survei telah memprediksi bahwa Agus memang akan terpuruk dalam Pilkada DKI Jakarta.

“Prediksinya masih sekitar 20-21 persen. Bahwa kemudian pas hari H-nya turun dari itu, menurut saya wajar ada penurunan. Tapi bahwa [pernyataan Antasari] secara signifikan banget menjatuhkan suara pemilih, itu enggak terlalu,” ujar penulis buku Membongkar Problematika dalam Pemilukada tersebut.

Skenario masa depan Agus

Calon Gubernur DKI Jakarta Agus Harimurti Yudhoyono (kiri) bersama istri, Annisa Pohan (kanan) menunjukkan jari yang telah dicelup tinta usai mengikuti proses pencoblosan Pilkada DKI Jakarta di TPS 6, Rawa Barat, Jakarta, Rabu (15/2). Foto oleh Akbar Nugroho Gumay/ANTARA

Berusia 38 tahun, karier politik Agus dipercaya masih akan panjang. Menurut Ikhsan, sangat besar kemungkinan Agus akan menjadi calon anggota legislatif dari Partai Demokrat untuk DPR RI pada 2019 mendatang.

“Secara kualitas saja lebih dari hebat dari adiknya [Edhie Baskoro Yudhoyono]. Adiknya bisa jadi anggota DPR, Agus menurut saya lebih-lebih lagi. Bisa jadi Caleg DPR di Jakarta atau mungkin di daerah Pacitan, Jawa Timur,” tuturnya.

Sementara kemungkinan Agus maju kembali sebagai calon kepala daerah di wilayah lainnya dirasa agak berat, terutama karena biaya yang dibutuhkan sangat besar.

“Kecuali mereka punya uang yang banyak untuk eksperimen kedua,” tutup Ikhsan.—Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!