Di hadapan Raja Salman, Ketua DPR mohon ampunan bagi TKI yang terancam hukuman mati

Santi Dewi

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Di hadapan Raja Salman, Ketua DPR mohon ampunan bagi TKI yang terancam hukuman mati
Sementara, dalam 11 nota kesepahaman yang diteken oleh Indonesia dan Saudi tidak ada yang membahas mengenai perlindungan TKI.

JAKARTA, Indonesia – Ketua DPR, Setya Novanto memohon ampunan bagi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang kini terancam di Arab Saudi. Permohonan itu disampaikan Setya ketika memberikan sambutan di ruang rapat paripurna dan ikut dihadiri oleh Raja Arab Saudi, Salman bin Abdul Aziz pada Kamis, 2 Maret.

“Kami memohon kemurahan hati Raja Salman untuk memberikan ampunan jika ada TKI kami yang bersalah,” ujar Setya di hadapan ribuan tamu undangan, termasuk Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono dan mantan Wakil Presiden, Try Sutrisno.

Berdasarkan data dari Kementerian Luar Negeri saat ini ada sekitar 20 WNI yang terancam hukuman pancung di Negeri Petro Dollar itu. Sebagian besar dari mereka tersangkut kasus pembunuhan. (BACA: Ratusan WNI masih terancam hukuman mati di luar negeri)

Sementara, dalam 11 nota kesepahaman yang telah diteken antara Pemerintah Indonesia dan Saudi, tidak ada satu pun yang membahas mengenai perlindungan bagi WNI yang berada di sana. Sebagian besar dari MoU itu membahas mengenai kerjasama di bidang ekonomi dan penanganan terhadap tindakan terorisme. (BACA: 11 MoU diteken pada hari pertama kunjungan Raja Salman)

Pemerintah Indonesia sejak awal sudah mengatakan tidak ingin memanfaatkan kunjungan Raja Salman ini semata-mata untuk membahas mengenai isu TKI dan kuota haji. Karena mereka memang ingin menggunakan kesempatan tersebut untuk meningkatkan hubungan di bidang ekonomi.

Selain membahas isu tenaga kerja, pria yang turut menjabat sebagai Ketua Umum Partai Golkar itu ikut mengucapkan terima kasih, karena Saudi bersedia tidak hanya memulihkan kuota haji ke angka normal, tetapi juga menambahnya hingga 10.000. Sehingga, total kuota haji untuk jemaah asal Indonesia menjadi 221.000. 

Kendati begitu, Setya tetap berharap agar Saudi bisa kembali menambah kuota haji bagi jemaah Indonesia. Hal ini dilakukan untuk bisa menurunkan daftar waktu tunggu jemaah yang ingin menunaikan rukun Islam ke-5 itu. 

“Di Indonesia, antrean untuk berhaji (bisa) sampai 25 tahun. Bahkan ada yang wafat selama dalam penantian. Kami yakin, teriring doa dan harapan seluruh rakyat Indonesia, Sri Baginda akan menambah lagi kuota haji untuk umat Islam (Indonesia),” ujar Setya.

Tidak jadi prioritas pemerintah

HARI BURUH. Sejumlah mantan buruh migran dan keluarga TKI yang tergabung dalam Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) melakukan aksi unjuk rasa saat memperingati hari buruh migran internasional di kantor Dinakertrans Indramayu, Jawa Barat, Senin, 19 Desember. Foto oleh Dedhez Anggara/ANTARA

Kekecewaan juga menyelimuti para aktivis buruh migran lantaran dari 11 MoU yang diteken dengan Saudi, tidak ada satu pun yang membahas mengenai perlindungan bagi TKI yang bekerja di sana. Dalam semua nota kesepahaman itu, jelas Pemerintah Indonesia lebih fokus kepada isu perdagangan dan investasi.

Padahal, sekitar 500 ribu TKI diketahui masih bekerja di sana. Tak ingin isu tersebut dilupakan para aktivis yang tergabung dalam Solidaritas Perempuan berunjuk rasa di depan gedung Kedutaan Arab Saudi pada Kamis siang, 2 Maret. Sementara, di saat yang bersamaan Raja Salman sedang berkunjung ke gedung DPR dan Masjid Istiqlal.

“Tak adanya MoU yang diteken mengenai perlindungan bagi buruh migran menunjukkan bahwa pemerintah tidak memprioritaskan mengenai isu tersebut. Kami juga heran bagaimana bisa pemerintah melupakan buruh migran sementara banyak buruh migran di Saudi,” ujar Koordinator Program Nasional Solidaritas Perempuan, Nisa Yura yang dihubungi Rappler pada Kamis, 2 Maret.

Sementara, kata “menitipkan” yang digunakan oleh Jokowi ketika berdialog dengan Raja Salman di Istana Bogor tidak akan dijadikan acuan oleh Saudi untuk memberikan perlindungan bagi WNI yang berada di sana. Hingga saat ini, Saudi tidak memiliki landasan hukum apa pun yang mengharuskan mereka untuk melindungi pekerja asing.

“Maka kami sangat menyayangkan sebenarnya satu kesempatan ini justru dilewatkan untuk berbicara mengenai kesempatan yang bisa lebih mengikat dan legal terkait buruh migran,” katanya.

Dalam pandangan para aktivis buruh migran, posisi tawar Indonesia masih terlalu lemah, karena mereka masih menganggap tidak wajib untuk memberikan notifikasi kepada KBRI atau KJRI seandainya ada WNI yang tersandung masalah hukum di sana. Artinya lagi, tutur Nisa, Indonesia dianggap tak setara oleh Saudi.

“Sebab, jika antara kedua negara memang setara maka Indonesia seharusnya bisa memaksa Saudi untuk membuat perjanjian di mana Saudi akan memberikan pemberitahuan ketika ada WNI yang dipenjara di sana,” kata dia. – Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!