ICW: Proses semua pihak yang menikmati uang proyek KTP Elektronik

Rika Kurniawati

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

ICW: Proses semua pihak yang menikmati uang proyek KTP Elektronik

ANTARA FOTO

ICW juga mendorong agar penegak hukum memproses partai politik dan pihak korporasi yang terlibat proyek tersebut.

JAKARTA, Indonesia – Persidangan perdana kasus korupsi KTP Elektronik sudah dilakukan pada Kamis, 9 Maret kemarin. Kasus tersebut menyedot perhatian publik di seluruh Indonesia karena nilai kerugian negara yang sangat fantastis mencapai Rp 2,3 triliun. Belum lagi kasus ini turut menyeret nama-nama tenar yang kini menjabat di berbagai lembaga negara maupun pemerintahan. (BACA: Praktik bagi-bagi uang

Sejauh ini sudah ada enam nama yang disebut dan diduga menerima aliran uang dari proyek mega korupsi itu. (BACA: Daftar pesohor yang diduga menerima aliran dana proyek e-KTP) Kemungkinan nama-nama itu akan terus bertambah.

Menurut peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Tama S. Langkun, kasus korupsi pengadaan KTP Elektronik merupakan kasus terbesar yang pernah ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Bahkan, potensi adanya masalah dalam proyek tersebut, kata Tama, sudah sejak lama terlihat.

“Saya enggak tahu ya apakah ada kasus yang lebih besar dari ini jika dilihat dari sisi kerugian negara. Kami sempat membuat review tentang e-KTP ini ya. Ada beberapa pelanggaran yang kami lihat, ada di cost bidding, kemudian Pak Gamawan yang tanda tangan kontrak saat sanggah banding,” ujar Tama dalam sebuah diskusi berjudul ‘Sambar Gledek e-KTP’ di Warung Daun pada Sabtu, 11 Maret.

Dia mengaku kecewa terhadap temuan ini lantaran sejak dulu sejumlah masyarakat sudah merasa kesulitan untuk membuat KTP Elektronik. Sementara, di sisi lain nomor induk KTP (NIK) yang ada di kartu plastik itu berguna untuk berbagai hal.

“NIK pada KTP berguna untuk pencatatan medical record, criminal record,” ujar Tama.

Oleh sebab itu, rakyat berbondong-bondong untuk membuat KTP Elektronik. Mereka berpikir penyelenggara negara segera menuntaskan proyek tersebut. Saat itu, KTP Elektronik ditargetkan akan rampung dalam dua tahun. Namun, hingga saat ini justru masih banyak rakyat yang belum memiliki KTP Elektronik. (BACA: Jelang tenggat waktu, 22 juta orang belum urus e-KTP)

Tama mendorong agar penegak hukum memproses semua pihak yang terbukti menerima aliran uang haram tersebut, termasuk pihak korporasi.

“Sekarang, sudah tidak ada lagi boleh atau tidaknya korporasi diproses secara hukum. Korporasi boleh diproses secara hukum. Kalau ada uang yang dinikmati lembaga lain seperti partai politik, maka mereka juga harus bertanggung jawab,” tutur Tama.

Sementara, di tempat yang sama mantan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Marzuki Alie membantah termasuk ke dalam daftar invidiu yang menerima aliran proyek pengadaan KTP Elektronik. Dia mengaku selama mengabdikan diri di parlemen dia tidak ingin bermain-main dengan anggaran.

“Silahkan tanya ke seluruh teman di Banggar, di Kementerian, apakah ada Marzuki Alie yang minta-minta proyek,” ujar Marzuki.

Dia pun mengaku tidak pernah ikut campur dalam urusan di tiap komisi kecuali terjadi deadlock. Saat itu, menurutnya, pembahasan anggaran proyek KTP Elektronik tidak mengalami permasalahan, sehingga tidak dipanggil oleh para pimpinan DPR.

“Contohnya, Kementerian Agama dan Komisi VIII itu sempat saya panggil, ditanya masalahnya apa dan dicarikan solusinya, sehingga masalahnya bisa selesai. Saat itu, kami membahas pelayanan haji. Nah, proses penganggaran KTP Elektronik itu tidak ada masalah,” kata dia.

Presiden minta maaf

Sementara, di tempat yang terpisah, Presiden Joko “Jokowi” Widodo meminta maaf karena masih ada masalah terkait pengadaan KTP Elektronik. Menurut Jokowi, akibat kasus itu tengah disidangkan berdampak kepada pejabat di Kementerian Dalam Negeri dalam merampungkan proyek tersebut.

“Saat ini di Kemendagri semuanya ragu-ragu, resah kalau melakukan sesuatu. Mereka takut. Supaya diketahui (pejabat) di Kemendagri dipanggil ke KPK sudah ada 32 bolak-balik,” kata mantan Gubernur DKI itu di Kemayoran, Jakarta Pusat.

Dia mengatakan seharusnya dengan nilai proyek yang fantastis hasilnya tidak hanya berupa kartu plastik KTP saja, tetapi diikuti dengan sistem yang ada.

“Tapi, ini hanya sebuah KTP yang tadinya kertas jadi plastik. Sistemnya malah belum (rampung),” tutur dia. – Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!