KontraS minta pemerintah tak lepas tangan soal pengungsi Syiah di Sidoarjo

Amir Tedjo

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

KontraS minta pemerintah tak lepas tangan soal pengungsi Syiah di Sidoarjo
Hampir lima tahun pengungsi Syiah terkatung-katung di rumah susun Sidoarjo

SURABAYA, Indonesia — Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Surabaya mendesak pemerintah segera membentuk tim terpadu untuk menyelesaikan konflik Syiah–Sunni di Sampang yang tak kunjung damai meski sudah berjalan hampir lima tahun.

Ketua KontraS Surabaya, Fatkhul Khoir, mengatakan pemerintah pada 2013 lalu sempat membentuk tim rekonsiliasi yang dipimpin oleh Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya, Prof. Abd. A’la. “Tapi karena keterbatasan kewenangan yang dimiliki oleh tim ini, proses  rekonsiliasi tidak berjalan maksimal,” ujar Khoir pada Senin, 20 Maret 2017.  

Tim ini menyebut ada tiga kendala yang menghalangi rekonsiliasi. Kendala pertama adalah faktor pendidikan. Masyarakat Sampang sebenarnya tidak memiliki pemahaman yang benar tentang Syiah. Mereka pasrah kepada tokohnya, karena mereka sendiri buta aksara Kendala kedua, adanya kelompok yang perilakunya tidak toleran. Dan kendala ketiga adalah ada kepentingan eksternal yang melakukan provokasi.

KontraS juga mengkritik Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin yang mengatakan bahwa sampai hari ini pemerintah belum menemukan solusi atas masalah konflik Syiah Sampang. Lukman malah menyerahkan persoalan ini ke pemerintah daerah. Lukman menyampaikan hal ini usai menghadiri wisuda ke-78 di kampus UIN Sunan Ampel, pada Sabtu, 18 Maret 2017 lalu.

“Faktanya bahwa sampai hari ini Pemerintah Provinsi  Jawa Timur sekedar memberikan jatah hidup dan tidak ada upaya untuk melakukan rekonsiliasi pasca konflik,” ujar dia.

Baca: Lima tahun mengungsi, kondisi warga Syiah di Sidoarjo semakin memprihatinkan

Khoir mengganggap jika sikap Lukman termasuk upaya lepas tangan pemerintah pusat dalam menyelesaikan konflik ini. Padahal  dalam UU No 07 Tahun 2012 Tentang Penanganan Konflik Sosial, secara jelas menyebutkan harus ada keterlibatan pemerintah pusat.

Pasal 36 Undang-undang ini menyebutkan  jika  pemerintah dan pemerintah daerah berkewajiban melakukan upaya pemulihan pascakonflik secara terencana, terpadu, berkelanjutan, dan terukur. Ayat dua di pasal yang sama juga menyebutkan, upaya pemulihan pascakonflik meliputi rekonsiliasi, rehabilitasi dan rekonstruksi.

“Kami juga mendesak Presiden untuk mengevaluasi ulang kinerja Kementerian Agama,” ujar Khoir. —Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!