Aktivis peduli Kendeng bangun patung Ibu Patmi

Fariz Fardianto

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Aktivis peduli Kendeng bangun patung Ibu Patmi
Ibu Patmi yang meninggal pada 21 Maret lalu dianggap menginspirasi banyak orang untuk melawan keserakahan korporasi

SEMARANG, Indonesia — Beberapa bait tembang Jawa sayup-sayup memecahkan keheningan malam di pusat kota Semarang, Kamis 23 Maret. Tak lama kemudian, sekelompok orang berkerumun di depan gerbang kantor Gubernur Jawa Tengah sembari menundukan kepala.

Mereka tengah berdoa dengan khusyuk, sebagai tanda berduka cita untuk Ibu Patmi, seorang petani yang meninggal dunia seusai mengikuti aksi menyemen kaki di depan Istana Negara, Jakarta 21 Maret.

Patmi yang wafat pada usia 48 tahun bukanlah sosok yang asing bagi para pelestari lingkungan yang ada di Semarang. Bersama rombongan petani dari Pegunungan Kendeng, ia berulang kali berunjuk rasa ke Semarang untuk mendesak Gubernur Ganjar Pranowo menghentikan pembangunan pabrik semen milik PT Semen Indonesia di Rembang.

“Perjuangannya yang sangat panjang, ketika berjalan kaki dari Pati ke Semarang sampai ikut mengecor kakinya sebagai bentuk protes proyek pabrik semen, benar-benar di luar nalar kami semua,” kata Nurlaela, seorang aktivis perempuan dari LRC-KJHAM kepada Rappler.

Yaya, begitu ia akrab disapa memang cukup familiar dengan Patmi. Pun ketika Patmi berangkat ke Jakarta untuk ikut menyemen kakinya yang kedua kalinya. Batinnya sebagai sesama perempuan langsung berdecak kagum, bagaimana bisa seorang perempuan yang sudah tua begitu gigih memperjuangkan kelestarian alamnya hingga mempertaruhkan nyawanya sendiri.

“Saya tidak bisa membayangkan orang lain dengan pendidikan yang lebih tinggi belum tentu sekuat Bu Patmi yang berhari-hari bahkan dua tahun lebih menentang pabrik semen. Dia membuktikan aksinya sangat nyata. Masa bodoh dengan perkataan orang lain, bagi dia yang penting kelestarian alamnya yang patut dipertahankan,” sambungnya.

Rappler yang selama ini rutin meliput aksi petani Kendeng pun mengenang Patmi sebagai perempuan berpendirian kuat. 

Penolakan serupa juga ia lakukan tatkala PT Sahabat Mulia Sakti (SMS), anak perusahaan Indocement hendak menancapkan kakinya di Kabupaten Pati. Pertengahan 2016 ia ikut mendatangi PTUN demi mengetuk hati majelis hakim yang memproses kasasi petani Pati.

Patmi sudah dua kali ikut long march dari Pati ke Semarang untuk memprotes proyek pabrik semen. Tiap aksi, Patmi selalu membawa tongkat yang dibalut bendera merah putih sebagai simbol perlawanan rakyat menentang koorporasi yang merusak alam.

“Karena itulah, saya bersama teman-teman kali ini mendoakan arwah almarhumah agar tenang disisi-Nya. Saya sangat terinspirasi atas apa yang dia lakukan selama ini. Seorang perempuan desa yang miskin mati-matian memperjuangkan lingkungannya,” kata Yaya lagi.

Doa lintas iman yang digelar untuk mengenang sepak terjang Patmi diikuti setidaknya 200 orang. Tak hanya pelestari lingkungan saja, melainkan dari berbagai elemen masyarakat lainnya, mahasiswa serta tokoh agama yang terketuk hatinya untuk memperkuat solidaritas.

Sawidji, mahasiswi Sastra Jepang dari Universitas Diponegoro (Undip) bahkan tergerak datang ke lokasi acara bersama puluhan rekannya. “Ini spontanitas karena nurani kita sesama manusia tergerak untuk mendoakan  Bu Patmi,” kata wanita berusia 22 tahun itu, sembari menengadahkan kedua telapak tangannya guna memanjatkan doa.

Lilin-lilin mereka nyalakan agar pelitanya tetap menguatkan hati petani Kendeng agar terus berjuang mempertankan kampung halamannya.

Aktivis bangun Patung ‘Patmi Kendeng’

Setyawan Budy, perwakilan komunitas Persaudaraan Lintas Agama (Pelita) turut menaburkan bunga ditengah kerumunan peserta aksi. Ia menyayangkan sikap pemerintah yang abai terhadap kelangsungan hidup para petani dan hanya mementingkan koorporasi semata.

“Kami sangat prihatin karena dengan kejadian ini Pemprov Jateng terbukti hanya memprioritaskan investasi tanpa memperdulikan hidup para petani. Harusnya mereka malu mendapati petani perempuan meninggal akibat menentang pabrik semen,” cetusnya.

Sementara itu, Jaringan Masyarakat Peduli Kendeng (JMPPK) tepat hari ini, Minggu 26 Maret meresmikan pembuatan sebuah monumen untuk mengenang perjuangan Patmi di kaki Kendeng. Monumennya bernama patung Patmi Kendeng dan dibangun di Desa Larangan, Kecamatan Tambakromo Pati, tempat tinggal keluarga Patmi. —Rappler.com

 

 

  

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!