Indonesia

Waspada terhadap aksi persekusi di dunia maya

Rappler.com

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Waspada terhadap aksi persekusi di dunia maya
Pelaku persekusi memburu akun-akun di dunia maya yang dianggap telah menghina agama atau ulama.

JAKARTA, Indonesia – Akhir-akhir ini mulai muncul aksi sweeping yang dilakukan oleh ormas keagamaan tertentu. Mereka menyasar akun-akun di media sosial yang dianggap telah menyinggung atau mencemari nama baik ulama tertentu.

Salah satu individu yang menjadi korban dan tengah hangat diperbincangkan di dunia maya adalah dokter Fiera Lovita. Dia seorang ahli hemodialisa yang bekerja di RSUD kota Solok, Sumatera Barat.

Pada periode 19-21 Mei lalu, Fiera menulis di akun media sosialnya status yang dianggap oleh sebagian orang telah mencemari nama baik pimpinan Front Pembela Islam (FPI), Rizieq Shihab. Fiera menulis: ‘kadang fanatisme sudah membuat akal sehat dan logika tidak berfungsi lagi, udah zinah, kabur lagi, masih dipuja dan dibela’.

Status lainnya yang dia tulis yaitu: ‘kalau tidak salah, kenapa kabur? Toh ada 300 pengacara dan 7 juta umat yang siap mendampingimu. Jangan run away lagi dong, Bib’.

Status di media sosial tersebut rupanya difoto dan disebar luaskan ke akun lainnya. Akibatnya, Fiera diteror dan diintimidasi. Tiba-tiba akun media sosialnya dibanjiri komentar pedas dan hujatan bernada kotor.

Dalam pernyataan tertulisnya, Fiera mengaku hanya mengemukakan apa yang ada di dalam hati dan pikirannya, tanpa ada maksud apa pun. Rupanya, apa yang dia unggah di media sosial turut didengar oleh atasannya di RSUD Solok.

Pihak manajemen rumah sakit memintanya agar menghapus status tersebut dan menghilangkan informasi mengenai tempatnya bekerja. Permintaan itu langsung dilakukan oleh Fiera.

Pada hari Senin, 22 Mei, tiba-tiba Kasat Intel Polres Kota Solok, Ridwan menemui Fiera untuk mengklarifikasi peristiwa tersebut. Sayangnya, Ridwan justru tidak memberikan solusi. Fiera malah didorong untuk meminta maaf kepada umat Muslim dan diminta untuk tidak lagi mengulangi perbuatan yang sama.

Bahkan, saat dimintai keterangan, Ridwan bertanya kepada Fiera apakah dia termasuk kelompok masyarakat yang mendukung kebijakan Presiden Joko Widodo dan mantan Gubernur Basuki “Ahok” Tjahaja Purnama. 

Ketakutan Fiera seolah semakin lengkap ketika tengah berada di dalam mobil, kendaraannya itu dihentikan oleh massa kelompok FPI. Padahal, di dalam mobil itu, terdapat dua anak Fiera yang masih berusia 8 dan 9 tahun. Mereka pun merasa ketakutan dan menangis di dalam mobil.

Fiera akhirnya menandatangani surat permintaan maaf yang dilengkapi materai dan berjanji tidak lagi mengulangi perbuatan tersebut. Surat permintaan maaf itu sudah diunggah ke dunia maya, namun teror terhadap Fiera tidak berhenti. Dia bahkan berkeinginan untuk meninggalkan Solok dan pindah ke tempat lain.

Ancaman bagi demokrasi

Rupanya peristiwa itu tidak hanya dialami oleh Fiera saja. Ada juga seorang mahasiswa di Malang yang mengalami insiden serupa karena mengolok video poligami milik Ustadz Arifin Ilham. Belakangan, mahasiswa itu mendatangi Arifin dan meminta maaf secara langsung.

Fenomena ini sangat meresahkan publik, terutama pengguna media sosial. Organisasi Jaringan Kebebasan Ekspresi Asia Tenggara (SAFEnet) berharap Pemerintah Indonesia serius menindak perilaku semacam ini. Mereka khawatir jika dibiarkan terus-menerus maka akan menjadi ancaman serius pada demokrasi.

Koordinator Regional SAFEnet, Damar Juniarto, mengatakan peristiwa semacam ini semakin sering terlihat pasca Ahok dipidanakan ke pengadilan dengan pasal penodaan agama. Kemudian usai Ahok dinyatakan bersalah, tindakan persekusi semakin naik.

“Pelaku memburu akun-akun yang dianggap menghina agama atau ulama di media sosial,” kata Damar melalui keterangan tertulis pada Sabtu, 27 Mei.

Dia menjelaskan tindakan persekusi dilakukan melalui beberapa tahap yaitu:

  • Admin melacak orang-orang yang dianggap telah menghina ulama atau agama
  • Setelah ditemukan, maka pelaku memberi instruksi massa untuk memburu target yang sudah dibuka identitas, foto, alamat kantor atau rumah
  • Mereka kemudian menggeruduk ke tempat dia tinggal atau bekerja
  • Massa lalu membawa individu yang dianggap telah menista agama atau ulama ke kantor polisi dan diancam akan dikenai pasal 28 ayat 2 UU ITE atau pasal 156a KUHP

“Indonesia adalah negara hukum. Maka, seharusnya persekusi ini tidak dilakukan karena ada langkah-langkah hukum yang dapat ditempuh untuk menyelesaikan permasalahan tersebut,” kata Damar.

Proses itu bisa dimulai dari somasi hingga mediasi. Bukan dengan langsung menggeruduk ke tempat tinggal atau tempat bekerja serta main hakim sendiri. Oleh sebab itu, SAFEnet mendorong kepada Pemerintah Indonesia untuk memberi perlindungan kepada orang-orang yang menjadi target dari persekusi ini.

“Karena pada dasarnya setiap orang harus dijamin untuk dilindungi dengan asas praduga tak bersalah dan terhindar dari ancaman yang membahayakan jiwanya,” kata dia. – Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!