Simalakama mengatur transportasi berbasis aplikasi daring

Ursula Florene

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Simalakama mengatur transportasi berbasis aplikasi daring

AFP

Sistem ride sharing bisa menghemat waktu perjalanan masyarakat dan mengurangi tingkat pengangguran

JAKARTA, Indonesia – Keberadaan transportasi umum berbasis aplikasi dalam jaringan (daring) masih seringkali menimbulkan masalah. Meski dicintai konsumen, pesaingnya yang masih konvensional menyuarakan keberatan yang memaksa pemerintah turun tangan.

Kementerian Perhubungan mengeluarkan Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 26 tahun 2017 yang mengatur pembatasan kuota armada; tarif atas dan bawah; serta pengalihan kepemilikan kendaraan.

“Tiga klausul ini menambah rumit situasi,” kata Presidium Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Muslich Zainal Asikin di Jakarta pada Kamis, 3 Agustus.

Ia melihat keberadaan aplikasi daring penyedia jasa transportasi sebagai jalan keluar masalah konektivitas di Indonesia. Di Indonesia, keterhubungan antara satu lokasi dengan lokasi lainnya rendah; aksesbilitas pun cenderung sulit karena tidak semua daerah terjangkau transportasi umum.

Untuk wilayah Jabodetabek, kualitas layanan transportasi umum di 40 persen wilayahnya masih kurang memadai. Tak ayal, indeks konektivitas Indonesia hanya 2,01 persen berdasarkan Bank Dunia; atau paling rendah di ASEAN.

Padahal, pada tahun 2020 diperkirakan lebih dari 30 juta orang akan pindah ke perkotaan karena alasan ekonomi. Waktu perjalanan sendiri akan bertambah 1,9 menit untuk setiap peningkatan populasi sebanyak 100 ribu orang.

Berdasarkan riset yang dilakukan lembaga AlphaBeta pada Mei 2017 lalu, setelah kemunculan aplikasi seperti Uber, Grab, ataupun Go-Jek, masyarakat dapat menghemat 10-38 persen waktu perjalanan mereka. Waktu yang dihabiskan rata-rata orang Indonesia di 33 provinsi dalam perjalanan, bila diuangkan, mencapai Rp 498 triliun dan diprediksi meningkat 41 persen menjadi Rp 703 triliun pada 2020.

“Sistem ride-sharing bisa memangkas hingga Rp 138 triliun pada 2020,” kata Muhclis.

Karena jumlah mobil yang beroperasi di jalanan juga berkurang sehingga bisa mengurangi kemacetan.

Potensi ekonomi

Direktur Institute for Development of Economics (INDEF) Enny Sri Hartati mengatakan aplikasi daring ini membantu perekonomian Indonesia. Sekitar 43 persen dari salah satu mitra aplikasi penyedia jasa transportasi yang disurvei sebelumnya tidak memiliki pekerjaan.

Demikian juga penelitian oleh Puskakom UI menemukan kalau munculnya aplikasi daring ini membantu menyerap angkatan kerja yang masih menganggur. Bahkan, 77 persen dari pengemudi yang disurvei juga menerima upah di atas rata-rata minimum nasional. Tak hanya itu, pemudahan akses transportasi juga dapat membantu perekonomian.

“Misalnya dapat mempertemukan produk petani langsung dengan konsumen akhir. Artinya, dapat mempertemukan produk petani langsung dengan konsumen akhir, seperti di daerah-daerah,” kata Enny.

Penataan kota pun bisa terbantu, karena transportasi daring bisa membantu masyarakat menuju transportasi publik. Lahan yang harganya masih terjangkau seringkali masih jauh dari jalur angkutan umum terdekat.

Riset menemukan 4-15 persen perjalanan dengan Uber dimulai atau diakhiri 200 meter dari pusat angkutan umum; 24 persen perjalanan di Jakarta dan 42 persen di Bandung mengarah ke pinggiran kota yang jarang angkutan umum; sementara 30 persen di Jakarta terjadi pada jam 22.00-02.00 saat tak ada lagi transportasi publik yang beroperasi.

“Kehadiran transportasi umum juga memungkinkan menjai solusi untuk penataan kawasan pemukiman. Di daerah yang harga lahannya masih terjangkau, sering terkendala ketiadaan fasilitas transportasi,” kata dia.

Revisi aturan

Baik Muchlis maupun Enny mendorong supaya pemerintah lebih terbuka dengan moda transportasi baru ini. Penetapan kuota serta tarif atas dan bawah justru membatasi kesempatan masyarakat untuk bekerja.

“Harus ada kajian komprehensif mengenai pengenaan tarif batas atas atau pun tarif batas bawah dengan melihat lebih banyak aspek,” kata Enny.

Menurut dia, jika masing-masing pelaku usaha transportasi telah memiliki hak dan kewajiban yang sama, dan persaingan usaha telah berlangsung secara sehat dan adil maka pengaturan justru akan mendistorsi pasar.

Muchlis menilai ketimbang protes, lebih baik penyedia jasa angkutan konvensional fokus mengembangkan diri. Seperti misalkan menghilangkan taksi dengan biaya siluman, pelayanan buruk, atau yang menerapkan sistem harga ‘tembak.’

Mereka juga harus lebih aktif memenuhi tuntutan masyarakat, seperti misalkan sistem pemesanan yang lebih mudah; atau identitas sopir yang mudah dibagikan sehingga membuat penumpang merasa aman.

“Mereka juga harus berkembang dan memperbaiki diri, juga belajar berbagi dengan pemain baru. Masa mau untung sendiri?” kata dia.

MTI mendorong pemerintah untuk segera merevisi Permenhub 26/2017 karena justru mencoreng muka sendiri. Saat negara lain mulai membuat kebijakan yang memudahkan transportasi berbasis daring, Indonesia malah menyulitkan. Seharusnya pemerintah lebih fokus mengatur soal keselamatan, kepastian KIR, dan kelayakan mengemudi angkutan berbasis daring.

“Bisa dievaluasi lagi, setahun atau setengah tahun, kemudian revisi aturannya,” kata dia. – Rappler.com

BACA JUGA:

 

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!