Mengenal lima pendiri organisasi ASEAN

Rappler.com

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Mengenal lima pendiri organisasi ASEAN

AFP

5 Menteri Luar Negeri yang menandatangani deklarasi ASEAN dikenal sebagai negarawan dan memiliki visi antar negara lebih terhubung

JAKARTA, Indonesia – Pada 8 Agustus 1967, 5 Menteri Luar Negeri dari negara Asia Tenggara duduk bersama dalam sebuah pertemuan di Bangkok, Thailand. Mereka menandatangani sebuah dokumen yang nantinya akan menjadi pijakan dari sebuah asosiasi yang kini dikenal sebagai Asosiasi Negara-Negara Asia Tenggara atau ASEAN.

Penandatangan dokumen deklarasi pendirian ASEAN tersebut yang memicu pembentukan blok regional di tengah-tengah Perang Vietnam dan kejatuhan Vietnam, Laos, dan Kamboja pada rezim komunis. Blok yang di tahun ini akan memperingati ulang tahun yang ke-50, bertujuan untuk mempromosikan perdamaian dan keamanan di Asia Tenggara serta memicu perkembangan ekonomi dari negara-negara anggotanya.

Keanggotaan yang semula hanya diisi oleh 5 negara, anggota ASEAN bertambah ketika Brunei Darussalam bergabung dalam asosiasi ini pada tahun 1984; Vietnam di tahun 1995; Laos dan Myanmar di tahun 1997; serta Kamboja di tahun 1999.

Kelima menteri luar negeri yang menandatangani deklarasi ASEAN kemudian dianggap sebagai bapak pendiri asosiasi ini. Para pendiri ini adalah negarawan yang terkenal dengan kiprahnya di negara masing-masing, dielu-elukan karena sentimen nasionalis dan visi yang mereka miliki untuk menjalin hubungan baik antar negara-negara di region Asia Tenggara.

Siapa saja mereka?

Menteri Luar Negeri Indonesia Adam Malik

MALIK. Adam Malik telah dikenal kiprahnya dalam banyak hal ketika mengabdi sebagai bagian dari Pemerintah. Foto diambil dari Wikipedia

Adam Malik mengabdi di pemerintahan pada periode 1967 hingga 1977. Kemudian, ia diangkat sebagai juru bicara parlemen dan kongres Indonesia serta Wakil Presiden di tahun 1978.

Lahir di Pematang Siantar, Provinsi Sumatera Utara pada 1917 Adam telah terlibat dalam berbagai gerakan nasional sejak usia dini. Ia menjadi bagian dalam perjuangan Indonesia untuk meraih kemerdekaan dari Belanda.

Pada tahun 1930 ia dipenjara karena keterlibatannya dalam gerakan nasionalis dan tahun 1937 ia mendirikan Kantor Berita ANTARA yang nantinya menjadi bagian penting dalam pers nasional Indonesia.

Adam juga termasuk ke dalam kelompok pemuda pro-kemerdekaan yang menculik pemimpin Indonesia saat itu, Soekarno dan Mohammad Hatta. Tujuannya ketika itu untuk memaksa keduanya segera mendeklarasikan kemerdekaan Indonesia.

Setelah Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945, Adam mulai menggeluti dunia politik. Ia adalah salah satu pendiri dari Partai Rayat di tahun 1946 dan Partai Murba di tahun 1948. Ia pun ikut menjadi anggota eksekutif sebelum akhirnya partai itu dilarang keberadaannya pada 1964.

Dengan berakhirnya revolusi Indonesa, Adam mengabdikan diri di bawah pemerintahan Presiden Soekarno dan Presiden Soeharto.

Ia berkarier di Kementerian Luar Negeri sebagai Duta Besar Indonesia bagi Uni Soviet dan Polandia. Di Tahun 1971, Adam, terpilih sebagai Presiden dari sesi ke-26 Perkumpulan Umum PBB.

Di bawah pemerintahan Soeharto, Adam menjadi 1 dari 5 Menteri Luar Negeri yang mendirikan ASEAN. Pada saat itu, ia memiliki kebijakan luar negeri untuk memperbaiki hubungan baik dengan negara tetangga.

Dalam diskusi bersama 4 pendiri lainnya, Adam mendeskrpsikan visi Indonesia yang menginginkan Asia Tenggara sebagai “sebuah area yang dapat berdaulat secara mandiri, kuat dalam mempertahankan diri dari pengaruh negatif yang datang dari luar kawasan”.

Adam wafat pada September 1984 akibat kanker hati yang telah lama dideritanya.

Menteri Luar Negeri Filipina Narcisso Ramos

NARSISCO RAMOS. Lahir di Pangasinan, Filipina. Ramos sebelumnya berprofesi sebagai penulis, pengacara, dan legislator. Foto diambil dari situs museum dan perpustakaan Presiden Filipina

Lahir di Pangasinan, Filipina, Ramos adalah seorang penulis, pengacara, dan anggota parlemen yang juga menjadi pendiri Partai Liberal. Di bawah pemerintahan mantan Presiden Ferdinand Marcos, Narcisso bertugas sebagai Menteri Luar Negeri Filipina pada 1966 hingga 1968. Sebelumnya, Narcisso adalah seorang Duta Besar Filipina untuk Taiwan.

Sebagai Menteri Luar Negeri, Narcisso ikut menandatangani deklarasi ASEAN. Ia mengenang negosiasi yang terjadi sebelum penandatangan sebagai sebuah momen yang “penuh itikad baik, imajinasi, kesabaran, dan saling mengerti dari kelima Menteri Luar Negeri.”

Kendati begitu, Narcisso tetap menekankan pentingnya kerja sama regional dalam menghadapi tantangan, serta ketidakpastian dan masa-masa krisis yang sedang dan akan dihadapi oleh negara-negara di Asia Teggara. Di tahun 1966, Narcisso juga berperan serta dalam penandatangan perjainjian Ramos-Rusk yang membuat kerja sama militer Filipina dengan Amerika Serikat menjadi lebih singkat. Dari semula berlangsung 99 tahun, kemudian menjadi 25 tahun.

Ia juga merupakan ayah dari mantan Presiden Fidel V. Ramos, yang menjabat sebagi Presiden pada tahun 1992 hingga 1998, serta mantan Senator Filipina Letica Ramos-Shahani.

Ramos wafat pada tahun 1986 karena sakit berkepanjangan yang dideritanya.

Wakil Perdana Menteri Malaysia Tun Abdul Razak

TUN ABDUL RAZAK. Ia adalah Perdana Menteri Kedua Malaysia, menjabat dari tahun 1960 hingga 1970.

Tun Abdul Razak adalah Perdana Menteri Kedua Malaysia yang menjabat dari tahun 1960 hingga 1970.

Lahir di Pulau Keladi, Pahang pada 11 Maret 1922, ia menempuh kuliah di jurusan hukum di sebuah universitas di Singapura dan Inggris. Selama di Inggris, ia adalah Ketua Perhimpunan Mahasiswa Malaysia di Inggris. Ia juga membentuk Forum Malayan, sebuah forum yang menghimpun pelajar-pelajar asal Malaysia.

Abdul Razak masuk ke dalam dunia abdi negara sejak tahun 1950, dan mulai menggeluti dunia politik di tahun 1955 sebagai Kepala Menteri Pendidikan Pahang yang mengikuti pemilu pertama Malaysa. Ia juga berperan penting dalam perjuangan Malaysia untuk meraih kemerdekaan dari Inggris.

Abdul Razak mengemban tanggung jawab yang tidak ringan di bawah Perdana Menteri Tuanku Abdul Rahman. Ia dipercaya sebagai Wakil Perdana Menteri, Menteri Pertahanan Malaysia dan Menteri Pembangunan Daerah Terpencil. Tugas utamanya yaitu bertanggung jawab mengatur kebijakan pembangunan negara.

Ia dikenal atas peluncuran kebijakan ekonomi Malaysia di tahun 1971, yang menargetkan untuk menghadapi kemiskinan, serta isu ekonomi dan ketimpangan sosial yang memicu sentimen rasial di Malaysia.

Pada pidatonya, setelah prosesi penandatangan Deklarasi ASEAN, Tun Abdul Razak menekankan kerjasama antar negara anggota.

“Penting bahwa baik secara individu atau bersama-sama, kita harus menciptakan kesadaran yang mendalam bahwa kita tidak dapat bertahan dalam jangka waktu yang lama sebagai negara yang merdeka tetapi terisolasi, kecuali kita juga berpikir dan bersikap bersama-sama. Dan kecuali kita membuktikan melalui perbuatan nyata bahwa kita merupakan bagian dari sebuah keluarga negara-negara di kawasan Asia Tenggara yang terikat oleh sebuah persahabata, sikap baik dan dijiwai aspirasi dan ide masing-masing untuk menentukan arah takdir kita,” ujar Abdul razak pada pidatonya.

Perdana Menteri Malaysia saat ini, Nazib razak, merupakan putra dari Tun Abdul Razak.

Menteri Luar Negeri Singapura S. Rajaratnam

S. RAJARATNAM. Ia dikenal seorang jurnalis sekaligus pendiri dari Partai Aksi Masyarakat Singapura. Foto diambil dari Wikpedia

Sinnathamby Rajaratnam atau yang lebih dikenal sebagai S. Rajaratnam, adalah seorang jurnalis sekaligus pendiri dari Partai Aksi Masyarakat Singapura, bersama-sama dengan Lee Kuan Yew, Toh Chin Chye, dan Goh Keng Swee.

Rajaratnam tercatat pernah bekerja di beberapa media antara lain The Malaya Tribunne, Singapore Standard, dan The Strait Times. Di sana, ia menulis kisah politik dan terbuka tentang pendiriannya terkait gerakan Anti-Inggris dan Anti Komunis.

Ia memulai karier politiknya pada tahun 1959 sebagai Menteri Tenaga Kerja dan Budaya. Rajaratnam mengabdikan diri sebagai Menteri Urusan Luar Negeri Singapura pertama setelah negara tersebut memperoleh kemerdekaan di tahun 1965.

Di Tahun 1980, ia diangkat sebagi Wakil Perdana Menteri kedua hingga dirinya mundur di tahun 1985 dan menjadi menteri senior.

Sebagai Menteri Luar Negeri, Rajaratnam mewakili Singapura dalam pertemuan ASEAN dan PBB. Dalam pidatonya setelah prosesi penandatanganan Deklarasi ASEAN, Rajaratnam menekankan bahwa negara anggota ASEAN harus ‘mengawinkan’ pemikiran nasional dengan pemikiran regional.

“Kita harus berpikir tidak hanya demi kepentingan nasional, melainkan juga untuk kepentingan regional. Ini adalah cara berpikir baru dalam menghadapi setiap permasalahan negara. Walaupun memang, dua hal ini adalah dua hal berbeda dan ada kalanya kedua hal itu dapat menimbulkan konflik.

Kedua, kita harus menerima fakta bahwa jika kita serius akan hal ini, keberadaan regional berarti penyesuaian yang menyakitkan pada praktik dan cara berpikir dari tiap—tiap negara. Kita harus melakukan penyesuaian yang menyakitkan ini, jika tidak maka regionalisme yang kita impikan hanya akan jadi sekedar utopia,” ujar Rajaratnam.

Rajaratnam meninggal dunia pada tahun 2006 akibat gagal jantung.

Menteri Luar Negeri Thailand Thanat Khoman

Thanat Khoman adalah seorang diplomat dan negarawan yang mengadikan diri pada Kementerian Luar Negeri Thailand pada 1959 hingga 1971 di bawah pemerintahan Sarit Thanarat. Ia berhasil menjalin hubungan yang erat dengan Amerika Serikat dan menandatangani pernyataan bersama berisi janji Negeri Paman Sam yang akan mendukung dan membantu mengamankan Thailand dari ancaman komunisme.

Di Tahun 1950, ia bertugas sebagai Duta Besar Thailand bagi Amerika Serikat, dan sebagai Menteri Luar Negeri di tahun 1959.

Thanat menyumbangkan kontribusi yang besar dalam mempromosikan kerjasama regional di Asia Tenggara. Di Tahun 1960, ia memiliki peran penting dalam memediasi konflik antara Malaysia dan Indonesia. Visinya yaitu untuk menciptakan sebuah kawasan yang solid diakui oleh negara anggota di Asia Tenggara. Hal itu terbukti dari dipilihnya Bangkok sebagai tempat berdirinya ASEAN tahun 1967.

Pada pidatonya, Thanat berbicara mengenai “membangun masyarakat baru yang responsif pada kebutuhan waktu dan efisiensi untuk menikmati sekaligus sebagai materi guna kemajuan spiritual dari masyrakat, kondisi stabil dan perkembangannya.”

“Apa yang diinginkan jutaan manusia di dunia adalah menhapuskan konsep dominasi dan pejajahan, digantikan dengan hubungan saling memberi dan menerima, kerjasama, dan kesetaraan,” ujar Thanat.

Thanat juga menjabat sebagai ketua Partai Demokrat dari 1979 hingga 1982, dan sebagai Wakil Perdana Menteri pada masa pemerintahan Prem Tinsulanonda dari tahun 1980 hingga 1982.

Thatan wafat pada Maret 2016, beberapa bulan sebelum ulang tahunnya yang ke-102. – Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!