Siswa SD di Sukabumi tewas akibat pecah pembuluh darah di otak

Yuli Saputra

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Siswa SD di Sukabumi tewas akibat pecah pembuluh darah di otak
Tetapi, polisi belum menyimpulkan apakah pembuluh darah di otak pecah akibat perkelahian

BANDUNG, Indonesia – Penyebab kematian SR, pelajar kelas 2 SD Longkewang, Kabupaten Sukabumi pelan-pelan mulai menemukan titik terang. Berdasarkan hasil autopsi dokter forensik RS Sekarwangi Cibadak Kabupaten Sukabumi memastikan SR meninggal karena mengalami pecah pembuluh darah di bagian otak.

Hal itu disebabkan benturan di kepala korban saat peristiwa yang diduga perkelahiran antara korban dengan teman sekelasnya berinisial D pada Selasa, 8 Agustus lalu. Hasil autopsi juga mengungkap fakta lainnya jika SR memiliki kelainan bawaan di otaknya yang disebut Aneurisma atau adanya sumbatan di pembuluh darah otak. Kelainan itulah yang mengakibatkan benturan di kepala SR berakibat kematian.

“Ketika terjadi benturan terhadap si anak, maka menyebabkan sumbatan di pembuluh darah otak. Akibatnya, memicu terjadinya pelebaran pembuluh darah yang pada kasus tertentu terjadi pecahnya pembuluh darah otak dan dapat mengakibatkan kematian,” ujar Kapolres Sukabumi, AKBP Syahdudi ketika dihubungi melalui telepon pada Kamis, 10 Agustus.

Polisi, kata Syahdudi, saat ini sedang menyelidiki apakah benturan di kepala korban akibat pukulan si pelaku atau terjatuh saat perkelahian terjadi. Ia mengakui jika di pelipis kiri korban ditemukan luka lebam akibat benturan benda tumpul.

“Kami masih melakukan pendalaman, apakah memang luka ini diakibatkan pukulan atau korban jatuh. Kan bisa saja itu benturan terjadi, kami belum bisa memastikan,” katanya.

Syahdudi melanjutkan, hasil otopsi itu merupakan bukti petunjuk bagi polisi untuk melakukan penyelidikan lebih jauh. Temuan dan pendapat dokter forensik sebagai saksi ahli akan disesuaikan dengan fakta-fakta yang terjadi di tempat kejadian perkara.

Sejauh ini, kata Syahdudi, polisi telah memeriksa beberapa saksi dari pihak sekolah dan orang tua korban. Namun polisi belum meminta keterangan baik dari pelaku maupun teman-teman yang berada di lokasi saat kejadian. Pelaku juga saat ini masih dalam pengawasan orang tuanya.

“Karena ini kan menyangkut masalah anak-anak yah. Anak-anak harus kita perlakukan secara khusus. Begitu pula dalam melakukan pemeriksaan, pengambilan keterangan, mereka perlu didampingi orang tua, guru dan dari Badan Pemasyarakatan, sehingga betul-betul memenuhi prinsip-prinsip dalam proses perkara penyelesaian perkara anak di bawah umur,” katanya.

Lantaran belum meminta keterangan dari para saksi dan pelaku, Syahdudi mengaku belum bisa memastikan apakah kasus tindak kekerasan yang dialami SR adalah perkelahian atau perundungan. Terlebih pelaku yang berinisial D juga masih di bawah umur. Tetapi, dugaan sementara kematian SR disebabkan perkelahian.

“Kalau bahasanya perkelahian antara korban dengan temannya itu. Sejauh ini belum mengarah ke sana (perundungan) karena kami masih melakukan pendalaman-pendalaman dan penyelidikan secara lebih jauh,” tuturnya.

Syahdudi mengatakan polisi turut mengupayakan proses musyawarah antara keluarga korban dan pelaku seperti yang tertuang di dalam UU nomor 11 tahun 2012 mengenai Sistem Peradilan Anak.

Dalam perkara yang menyangkut anak di bawah umur, ada upaya hukum yang disebut diversi atau pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana.

“Karena Undang-Undang mengatakan demikian, ketika dilakukan diversi atau pengalihan berkas perkara itu harus melalui mediasi atau musyawarah, seperti itu arahnya,” katanya. – Rappler.com

BACA JUGA:

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!