Agar pejalan kaki tak lagi menjadi ‘anak tiri’

Rosa Cindy

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Agar pejalan kaki tak lagi menjadi ‘anak tiri’
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menggulirkan Program Tertib Trotoar

JAKARTA, Indonesia — Menjadi pejalan kaki di Jakarta memang seperti menjadi anak tiri, sering tak dianggap dan diperlakukan tidak adil. Lihat saja warung-warung kaki lima yang berdiri di trotoar, motor-motor yang menerobos pedestrian seenak hati, hingga mobil-mobil yang parkir di pinggir jalan.

Padahal trotoar adalah hak pejalan kaki. Hak ini bahkan telah dijamin dan diatur dalam Pasal 131 ayat (1) Undang-undang  Lalu-lintas dan Angkutan Jalan. Karena itulah, untuk mengembalikan hak pejalan kaki terhadap trotoar, pemerintah pun menggulirkan kampanye Bulan Tertib Trotoar sepanjang Agustus ini.

Tak hanya menggulirkan kampanye, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta juga berencana membangun dan memperbaiki semua trotoar yang ada di Jakarta. Rencana  tersebut disampaikan Kepala Seksi Perencanaan Prasarana Jalan dan Utilitas Dinas Bina Marga DKI Jakarta Riri Asnita. 

Rini mengatakan ada sepanjang 2.600 kilometer trotoar yang harus dibangun di Jakarta. Pada 2016, kata Rini, sepanjang 46 kilometer trotoar berhasil dibangun. Tahun 2017 ini, ditargetkan akan selesai minimal 80 kilometer lagi. 

Pembangunan trotoar ini dikerjakan oleh Dinas Bina Marga dan Suku Dinas Bina Marga di lima wilayah administratif DKI Jakarta. “Untuk Dinas 24 kilometer, sama Sudin (suku dinas) totalnya 80 kilometer,” kata Riri, Senin 14 Agustus 2017.

Rini mengatakan, dari target pembangunan 80 kilometer trotoar tahun ini, baru 28 kilometer yang sudah dikerjakan. “Pembangunan yang tercapai baru menyentuh 35 persen,” katanya.

Rini mengatakan untuk membangun trotoar sepanjang 80 kilometer tersebut dibutuhkan dana hingga Rp 412 miliar. Dana ini diambil dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Riri Asnita mengatakan saat ini transportasi umum sudah cukup bagus. Namun masih banyak masyarakat yang enggan menggunakannya karena kondisi trotoar yang tak nyaman dan aman.

“Kalau transportasinya sudah cukup bagus, adalah bagaimana caranya orang mau diajak berjalan. Kami harus bangun fasilitas pejalan kaki yang aman, nyaman, dan bisa diakses siapapun,” kata Riri.

Lalu seperti apa trotoar yang layak?

Saat ini pemerintah tengah mensosialikasikan agar warga Jakarta berpindah dari kendaraan pribadi ke kendaraan umum. Namun program ini tak akan sukses kalau trotoar yang ada di Jakarta tak layak pakai atau tak nyaman. Lalu seperti apa trotoar yang layak?

Tactile paving foot

Trotoar adalah milik pengguna jalan, termasuk tuna netra. Karena itu harus dilengkapi dengan tactile paving foot atau guiding block. Tactile yang berwarna kuning memiliki dua jenis, yaitu berbentuk empat garis lurus sebagai pengarah jalan dan berstruktur bulatan-bulatan sebagai tanda peringatan akan area  berbahaya. “Agar mereka hati-hati,” kata Riri.

Beton penyerap air

Beton penyerap air. Foto oleh Rosa Cindy/Rappler

Selain itu pembangunan trotoar juga harus dilengkapi dengan beton yang mampu menyerap air dengan cepat, sehingga tidak menimbulkan genangan jika turun hujan. Beton ini dibuat dengan kontur menyerupai pori-pori agar air bisa masuk ke dalam tanah. Beton cepat meresap ini akan ditandai dengan warna merah.

Parkir on street

Hal lain yang kerap mengganggu pejalan kaki adalah motor atau mobil yang kerap parkir di atas trotoar. Untuk itu, kata Rini, pihaknya akan membuat lahan parkir on street. Sebagian kecil dari trotoar akan dibuat lebih landai untuk menjadi tempat parkir resmi. Setelah berlakunya parkir on street ini, diharapkan tidak ada lagi parkir liar di jalur pejalan kaki.

Tiang

Utility box. Foto oleh Rosa Cindy/Rappler

Masalah lain yang kerap ditemui pejalan kaki adalah banyaknya tiang, seperti tiang kabel listrik atau tiang rambu lalu lintas di atas trotoar. Ke depan, Dinas Bina Marga akan membuat boks utilitas di bawah jalur pejalan kaki. 

Dengan boks berukuran 1,2 meter x 1,8 meter ini, tidak akan ada lagi tiang dan kabel yang malang melintang di atas trotoar. Pembangunan boks utilitas ini juga berfungsi menghindari adanya penggalian jalan terus-menerus. 

Harus ada bollard

Akan lebih bagus lagi jika trotoar juga dilengkapi dengan bollard atau tiang untuk memberikan keamanan lebih bagi pejalan kaki. Bollard idealnya dipasang per 0,9 hingga satu meter, agar tetap bisa dilewati oleh pengguna kursi roda. 

Namun, di Indonesia, jarak antar bollard umumnya tidak serenggang itu, melainkan rapat-rapat, dan hanya ada satu celah yang cukup besar untuk dilewati kursi roda. Maka, ke depannya, harus ada perbaikan bollard juga.

Active frontage

Jalur pejalan kaki juga harus dilengkapi dengan active frontage. Ada beberapa cara membentuk active frontage, seperti menggunakan transparent wall alias tembok dari kacapada bangunan-bangunan di sebelah jalur pejalan kaki. 

Dengan demikian, pejalan kaki dapat melihat ke dalam gedung sebagai bentuk distraksi agar perjalanan tidak terasa jauh, dan keselamatan pejalan kaki juga dapat terpantau dari dalam. Transparent wall juga menambah pencahayaan, sehingga jalur pejalan kaki tidak gelap dan nyaman dilalui.

Kanopi

Trotoar yang teduh juga akan lebih nyaman dilewati. Saat ini, keteduhan trotoar hanya bergantung pada bayangan gedung di sebelahnya. Namun ke depannya, trotoar akan dilengkapi dengan kanopi dan tanaman.

Semua ini perlu dilakukan agar pejalan kaki bisa merasa nyaman saat berjalan di trotoar.—Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!