#PHVote

Sulitnya mengendalikan harga pangan

Uni Lubis

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Sulitnya mengendalikan harga pangan
Mendag Enggar mencoba mengontrol harga di ritel modern dengan mengikat MOU dengan pedagang dan distributor.

 

JAKARTA, Indonesia – “Harga-harga sih turun, Bu. Yang masih tinggi Bawang Merah. Sebelum bulan puasa, sekitar seminggu lalu harganya Rp 30 ribuan per kilogram. Sekarang Rp 42 ribuan,” kata Sofi, pedagang di Pasar tersier Jaticempaka, Bekasi, ketika ditanyai Rappler, Rabu 31 Mei 2017. Harga itu jauh di atas patokan Rp 23 ribuan yang dicanangkan pemerintah.

Harga bawang putih tadinya Rp 70 ribuan, dan sempat membuat heboh di media massa, hari ini turun ke Rp 60 ribuan per kilogram.  Masih jauh dari target pemerintah di angka Rp 37 ribu per kilogram. Cabai rawit turun dari Rp 120 sampai Rp 150 ribuan ke Rp 60 ribuan per kilogram. Cabai merah keriting turun ke Rp 30 ribuan per kilogram.

Di pasar ritel modern, pembeli bisa membawa pulang gula pasir dalam kemasan seharga Rp 12.500 per kilogram, dan minyak goreng kemasan sederhana seharga Rp 11.000 per liter. Di ritel modern Carrefour di Mal Cipinang, setiap pembeli dibatasi hanya boleh membeli empat kilogram, per hari. Pengelola Giant membatasi setiap pembeli hanya dapat membeli 1 liter per hari. 

“Awalnya kami berupaya memastikan harga bahan pokok di pasar tradisional terjangkau, dan justru turun. Dalam pengecekan, ternyata market leader harga ada di ritel modern. Jadi kami juga wajibkan mereka sediakan barang dengan harga eceran tertinggi (HET),” ujar Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita saat bertemu dengan editor media massa, Kamis 18 Mei 2017.

Sejak Maret 2017, Enggartiasto dan jajaran Kemendag bersiaga penuh mencegah kelangkaan dan lonjakan harga barang pokok, khususnya menjelang Puasa, Lebaran, dan Idul Adha 2017.  Mendag juga menugaskan seluruh jajaran eselon I Kementerian Perdagangan mengawal target inflasi 2017 sebesar  4 persen  + 1 persen yang dipengaruhi fluktuasi harga barang kebutuhan pokok. 

Langkah-langkah yang telah diambil yaitu koordinasi dengan instansi terkait koordinasi dengan pelaku usaha serta penugasan Bulog untuk stabilisasi harga,” kata Enggar dalam Rapat Koordinasi Bidang Perdagangan di Bandung 24 Mei 2017. Rapat itu membahas persiapan final jelang bulan puasa Ramadan dan Lebaran. 

Yang dilakukan Kemendag termasuk rapat koordinasi dan pemantauan langsung, serta fasilitasi penyediaan gula, minyak goreng, dan daging beku sesuai harga eceran tertinggi (HET).  Mendag juga mengungkapkan, dalam sebulan terakhir pemantauan Kemendag, harga barang kebutuhan pokok stabil bahkan cenderung turun, kecuali bawang putih yang sedikit naik hampir di seluruh provinsi akibat berkurangnya pasokan ke pasar. 

Hasil rakor dan pantauan lapangan di gudang BULOG, PPI, dan distributor di daerah menunjukkan, stok barang kebutuhan pokok khususnya beras, gula, tepung terigu, dan minyak goreng cukup untuk memenuhi kebutuhan Puasa dan Lebaran 2017. Hal ini didukung data prognosa Kementerian Pertanian. 

Memangkas laba Seven Samurai 

Awal tahun ini  Kemendag meneken kesepakatan dengan para distributor gula terkait Harga Eceran Tertinggi (HET) gula pasir putih sebesar Rp 12.500/kilogram. Kesepakatan itu tertuang dalam (Memorandum of Understanding/MoU), untuk seluruh wilayah di Indonesia, kecuali daerah yang dianggap terpencil sehingga membutuhkan ongkos distribusi yang tinggi. 

“Kesepakatan antara produsen pabrikan dengan distributor yang bertanggung jawab untuk distribusi sampai ke pasar, akan mengikuti harga acuan sebesar Rp 12.500/kg. Itu garis besarnya,” kata Mendag Enggar, pada 16 Januari 2017.

Menurut Enggar, para distributor gula yang berjumlah 8 perusahaan tersebut merupakan importir gula mentah (raw sugar) yang kemudian diolah menjadi gula kristal putih. Kedelapan perusahaan tersebut saat ini menguasai sekitar 70 persen distribusi gula nasional yang berasal dari impor tersebut. “Dulu ada istilah seven samurai. Sebenarnya delapan. Tapi yang besar tinggal tiga,” ujar Enggar.

Hampir tiga hari waktu negosiasi yang dijalani Kemendag dengan distributor gula. “Saya minta mereka rapat di auditorium kemendag. Rapat sampai dini hari. Mereka harus sepakat untuk turunkan harga dari selama ini Rp 15.500 – Rp 16.000 per kilogram,” kata Enggar.  

Dia dan jajarannya pun ikut bekerja sampai dini hari seraya mengawasi tercapainya kesepakatan diantara pedagang. Ketika kesepakatan dicapai, Enggar mengundang media untuk meliput MoU, agar publik bisa ikut mengecek apakah kesepakatan itu dijalankan di lapangan.

“Hitungan kasarnya, dari 3,3 juta ton gula pasir yang didistribusikan selama ini, mereka untung Rp 10 triliun, dan ini dibebankan ke konsumen yang membayar harga lebih mahal.  Pemerintah tidak keberatan pedagang untung. Tapi untung atau laba yang wajar,” kata Mendag Enggar. 

Pihaknya mengancam distributor untuk mencabut izin seketika jika ada yang melanggar. Pemerintah menyiapkan BULOG untuk impor dan distribusi dalam rangka stabilisasi harga pangan.  

Enggar melanjutkan, setelah bertemu dengan para distributor gula tersebut, pihaknya juga akan melakukan pertemuan dengan produsen gula dalam negeri untuk membicarakan penetapan HET gula. 

“Itu yang tanda tangan sekarang mereka yang selama ini olah gula mentah jadi gula kristal putih, kemudian disalurkan ke distributor, dan ini mereka pegang 70% pasar. Ini tahap pertama, tahap selanjutnya saya akan bicara dengan pabrik-pabrik gula tebu,” ujarnya. 

Kesepakatan harga lewat intervensi ke distributor itu, sambungnya, sudah sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2015 tentang Penetapan dan Penyimpanan Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting.

Data Kemendag, harga rata-rata gula pada Januari 2017 yakni sebesar Rp 14.087/kg atau turun 0,33 % dibandingkan harga pada Desember 2016 sebesar Rp 14.133/kg. Harga rata-rata gula di beberapa daerah terendah yakni Yogyakarta Rp 12.933/kg, serta tertinggi di Tanjung Pinang, Tanjung Selor, dan Manokwari sebesar Rp 17.000/kg.

Untuk mendukung ketersediaan dan stabilisasi harga barang kebutuhan pokok, pemerintah melarang pelaku usaha untuk melakukan penimbunan/spekulasi sesuai amanat Perpres 71/2015 dan akan menindak tegas pihak-pihak yang melakukan pelanggaran. 

Distributor, subdistributor, dan agen yang memperdagangkan barang kebutuhan pokok juga diatur melalui Permendag No 20/M-DAG/PER/3/2017 tentang Pendaftaran Pelaku Usaha Distribusi Barang Kebutuhan Pokok,” kata Mendag. 

Untuk memastikan pelaksanaan kebijakan ini, Kemendag telah memfasilitasi penandatangan MoU antara Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO) dengan distributor gula, Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI), Asosiasi Industri Minyak Makan Indonesia (AIMMI) dan Asosiasi Distributor Daging Indonesia (ADDI) pada 4 April 2017 lalu. 

Ketentuan ini mulai diberlakukan serentak di Indonesia sejak 10 April 2017. Sebelumnya pada Desember 2016, Kemendag menugaskan Bulog memperluas distribusi daging beku di luar Jabodetabek, kecuali daerah yang melarang peredaran daging impor. 

(BACA : Mendag Enggartiasto memastikan stok pangan dan lebaran cukup)

Menurut Mendag, pemerintah telah mengambil langkah antisipatif untuk menyambut bulan puasa dan Lebaran 2017, yaitu dengan mengidentifikasi ketersediaan stok dan harga bahan pokok, baik di tingkat nasional maupun di tingkat daerah. Selain itu, diperlukan juga identifikasi langkah-langkah kesiapan instansi terkait dan pelaku usaha bahan pokok terutama untuk menghindari terjadinya kekurangan stok, gangguan distribusi, dan aksi spekulasi. 

Berkaca dari pengalaman yang kerap terjadi menjelang Lebaran, Mendag menekankan pentingnya pengawasan barang beredar agar masyarakat terhindar dari barang-barang kedaluwarsa, barang impor selundupan, dan barang yang tidak aman dikonsumsi. 

Selain mengejar pihak-pihak yang punya niatan spekulasi dengan menahan stok, kali ini pemerintah menggelar program Gerakan Stabilisasi Pangan melalui BULOG. Pengumuman harga acuan pangan dipasang di berbagai lokasi termasuk halte bus Trans Jakarta.  

Gerakan Stabilisasi Pangan memanfaatkan pasar bergerak (mobile baaar) yang mengunjungi pasar tradisional dan pemukiman warga, Rumah Pangan Kita yang merupakan jaringan distribusi BULUG, jaringan guru melalui PGRI sampai pondok pesantren.

Presiden Joko Widodo dalam Sidang Kabinet Paripurna di Istana Bogor mengingatkan: “Apabila ada hal yang masih kurang, agar dalam kesempatan waktu yang masih kurang lebih 1 (satu) bulan ini bisa dikejar untuk diselesaikan.”  Rapat itu digelar pada Senin, 29 Mei 2017. 

Di lapangan, terutama di pasar tradisional, upaya pemerintah mengendalikan harga memang tidak mudah.  Harga daging has di pasar tersier masih  bertengger di angka Rp 120 ribu per kilogram.  “Saya belinya dari pemasok sudah Rp 112 ribu,” ujar Yasin, pedagang daging di Pasar Jaticempaka. –Rappler.com

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!