Menko Darmin: Jangan hanya ramai-ramai pameran

Uni Lubis

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Menko Darmin: Jangan hanya ramai-ramai pameran
Florikultura 2017 digelar untuk menandai kembali kebangkitan bisnis yang sempat ‘tidur”

JAKARTA, Indonesia –  Jika Anda melihat pot-pot dengan bunga Anggrek yang cantik di beberapa ritel modern di Jakarta, boleh jadi itu anggrek dari kebun Eka Karya. Bisnis Anggrek yang dimulai tahun 1997 ini, punya kebun besar di Cikampek, dan menjadi eksportir rutin ke beberapa negara termasuk Singapura dan Jepang.  

“Prinsip kami, kualitas, kuantitas dan kontinuitas. Pasar yang sudah kami garap harus terus-menerus dipasok dengan produk yang konsisten kualitasnya,” kata Joko As’ad, pengelola Eka Karya, di Jakarta, Senin 24 Juli 2017. 

Joko menjadi salah satu pembicara dalam dialog yang digelar saat acara pembukaan Florikultura 2017 di ruang Graha Sawala Kementerian Perekonomian di kawasan Lapangan Banteng, Jakarta. Dia menceritakan jatuh-bangun mengembangkan bisnis florikultura.  

“Produknya sensitif dan mudah rusak. Kalau ekspor, sangat perlu dukungan logistik, termasuk kontainer yang dapat menjaga suhu bunga agar segar saat tiba di tujuan,” kata Joko.

Dukungan logistik ini juga menjadi catatan dari Anas Anis, dari kelompok tani Alamanda, Sukabumi. Mereka menjadi eksportir unggulan untuk bambu Jepang (Dracaena). “Kemudahan karantina dan prosedur ekspor sangat penting. Negara-negara lain mendukung petaninya dengan benih, logistik dan peraturan,” kata Anas.

Dracena atau Bambu Jepang, produk ekspor Florikultura Indonesia (24/7/2017). Foto oleh Uni Lubis/Rappler

Ketua Panitia acara, Syarifah Iis Aisyah, mengatakan bahwa acara ini diharapkan menjadi kebangkitan kembali industri florikultura Indonesia. Menurut Syarifah Iis yang juga direktur pengembangan karir dan hubungan alumni Institut Pertanian Bogor itu, setelah pembukaan oleh Menko Perekonomian Darmin Nasution, Florikultura 2017 akan dilanjutkan seminar ilmiah di IPB Conventional Center, Bogor,  pada 28 Juli 2017. 

Jangan hanya ramai-ramai pameran

Florikultura 2017 diharapkan membangkitkan industri yang sempat mati suri (24/7/2017)

Dalam sambutan pembukaan, Darmin mengharapkan agar florikultura akan mampu menyumbang pertumbuhan ekonomi nasional. “Acara ini bisa kita kembangkan terus walaupun belum terlalu besar. Paling penting adalah satu mengkomunikasikannya ke masyarakat dengan baik agar masyarakat hadir dan sadar ada acara ini,” ujarnya. 

Darmin mengingatkan, harus ada sinergi membangun kelompok-kelompok usaha yang kemudian bekerjasama dengan kegiatan terkait di bidang bibit, pupuk, pemeliharaan dan pemasaran. Sehingga tidak hanya membuat pameran saja yang bagus tapi tidak ada pemeliharaan dengan baik. 

“Harus kita ubah paradigma soal membuat pameran tapi sekedar ramai-ramai tapi tidak ada upaya pengembangan yang lebih sistematik. Saya mohon ini bisa dibuat suatu kegiatan yang bersinergi,” jelas Darmin. 

Data pemerintah  menunjukkan ekspor florikultura dunia masih dikuasai oleh Belanda, Kolombia, Ekuador, Ethiopia, Kenya dan India. Negara yang juga mulai menggeliat menjadi eksportir adalah Thailand, Malaysia, Australia, Israel, Selandia Baru, dan Afrika Selatan. Sumbangan negara-negara tersebut terhadap PDB mereka, sudah ada yang mencapai 40%. 

“Saya harapkan semua provinsi dan kabupaten atau kota sentra, sudah mulai fokus mengembangkan komoditi ini. Hal tersebut diperlukan agar suatu saat industri ini mampu berbicara lebih banyak dalam kancah perdagangan dunia dan tentunya untuk perolehan devisa negara,” tuturnya. 

Selain itu, Darmin mengajak semua pihak mulai fokus membenahi tata cara praktik bertanam, pemeliharaan tanaman, hingga pemasaran yang lebih baik. Selain itu, sinergi kelompok usaha dengan kegiatan terkait juga perlu menjadi perhatian bersama. 

Bisnis US$ 20 juta dolar

Florikultura 2017 diharapkan membangkitkan industri yang sempat mati suri (24/7/2017). Foto oleh Uni Lubis/Rappler

Karen Tambayong dari Komite Tetap Kadin Bidang Florikultura mengatakan industri ini sempat ‘dormant’, tidur.  “Meski perekonomian dunia melemah, industri florikultura sebenarnya mulai meningkat. Kita perlu kembangkan kecintaan terhadap bunga dengan menjadikannya gaya hidup. Bukan sekedar hiasan di acara-acara,” kata Karen.  

Karen menyentil validitas data yang membuat selama ini florikultura dianggap sebelah mata dibandingkan dengan industri buah. Data ekspor florikultura tercatat sekitar US$ 20 juta.  Menurut Karen, ini hanya dari bunga dan daun potong serta Dracaena atau bambu Jepang. 

Padahal florikultura mencakup tanaman lansekap; tanaman hias pot;  tanaman tahunan dan semusim;  ornamen kering dari bunga dan dan buah;  tanaman air;  bunga dan daun potong; umbi, rimpang, bibir dan kultur jaringan serta rangkaian bunga.  

“Nilainya pasti lebih besar dari 20 juta dolar. Apalagi kalau pengenaan PPN 10% dihapus pemerintah,” kata Karen. Volume pedagangan florikultura dunia kini sekitar US$ 250 miliar.

Karen yang pernah menjabat ketua asosiasi bunga Indonesia (ASBINDO) dan ahli florikultura Profesor Budi Marwoto membantu pemerintah kota Tomohon membangun kota di Sulawesi Utara itu sebagai “kota bunga”.  Kini, Tomohon berkembang menjadi kota yang atraktif bagi wisatawan dalam negeri maupun mancanegara.

Tanggal 8 Agustus 2017, Tomohon untuk ketujuh kalinya menggelar International Flower Festival. “Keindahan kebun-kebun bunga di Tomohon telah menjadi kunci pengembangan pariwisata di daerah kami,” kata Walikota Tomohon, Jimmy Feidie Eman.  

Tomohon adalah satu-satunya daerah di Indonesia yang memiliki peraturan daerah tentang florikultura. Keunggulan Tomohon adalah bunga krisan kulo (putih) dan krisan riri (kuning) yang bunga lebar dan lebih awet dibandingkan bunga krisan di daerah lain.

Rantai pemasaran dan SDM

Kesempatan dialog dimanfaatkan para penggiat florikultura yang datang dari daerah. Sukardi mewakili kelompok tani dari Pemalang, Jawa Tengah, mengeluhkan rantai pemasaran bunga melati. Dia dan kawan-kawannya menanam bunga melati di 5 desa di satu kecamatan.  “Setiap hari kami produksi 5 ton bunga melati belum semua bisa dipasarkan,” kata Sukardi.

Direktur Buah dan Florikultura Kementerian Pertanian Sarwo Edhy yang hadir dalam dialog merespons dengan akan menghubungkan Sukardi dan kelompok taninya dengan produsen teh di Slawi yang notabene membutuhkan melati dalam jumlah besar untuk tehnya. “Komunikasi antara petani, pelaku industri dengan pemerintah memang penting, agar florikultura dapat berkembang,” kata Sarwo Edhy.

Pemerintah melalui Kementan melakukan pembinaan kelompok tani, menata sistem perbenihan, menata pasar dan mendorong inovasi.  “Untuk bunga krisan, misalnya, balai penelitian hortikultura sudah mengembangkan sampai 80 varietas krisan,” kata Sarwo Edhy.  

Soal benih yang masih mahal dan dukungan sumberdaya manusia menjadi pekerjaan rumah yang harus didukung akademisi.  Rektor IPB Profesor Herry Suhardiyanto mengatakan IPB akan mengerahkan ilmuwan dan peneliti untuk menghasilkan benih berkualitas baik dan lebih murah dibandingkan dengan benih impor.  Selama ini petani banyak impor benih dari Belanda.

“Komitmen pemerintah untuk kembangkan florikultura harus didukung dengan kecukupan pendanaan untuk riset dan pengembangan,” ujar Herry.  IPB dan Kemenko Perekonomian bermitra menggelar Florikultura 2017.  

Pada hari Sabtu dan Minggu (29-30 Juli 2017),  akan diadakan bursa pertanian, bursa kuliner, lomba merangkai bunga sampai karnaval yang berlokasi di Lapangan IPB Baranangsiang dan seputar Kebon Raya Bogor.  – Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!