Kapolri: Jangan ada image konflik di Marawi adalah perang agama

Uni Lubis

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Kapolri: Jangan ada image konflik di Marawi adalah perang agama
Tito Karnavian ingatkan Filipina bagaimana tangani konflik di Marawi. Diduga lebih dari 38 WNI terlibat di sana

JAKARTA, Indonesia –  “Tolong Pak asisten, diperhatikan anak-anak kita yang menjaga di perbatasan ya, kalau perlu ditingkatkan per diem-nya. Tugas mereka sangat berat, apalagi kita perlu memastikan tidak ada warga negara Indonesia yang menyeberang ke Filipina Selatan untuk bergabung dengan organisasi teroris, apalagi kembali lagi ke Indonesia,” ujar Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Polisi Tito Karnavian.  

Ucapan itu ditujukan ke Inspektur Jenderal Polisi Arief Sulistyanto, asisten Kapolri bidang sumberdaya manusia, saat acara Halal Bi Halal dan Silaturahmi Kapolri dengan pimpinan media, Selasa, 11 Juli 2017, di kediaman resmi Kapolri.

Pemberantasan terorisme, kontra radikalisasi, dan perkembangan situasi di Marawi City, Filipina Selatan, menjadi salah satu tugas penting bagi pemerintah Indonesia, dan tentunya, Kepolisian.  Dalam pidato di sesi pemimpin negara anggota G20 Presiden Joko “Jokowi” Widodo secara khusus menyampaikan kemampuan Indonesia selama ini dalam memberantas teroris, menurunkan tingkat radikalisasi, dan pentingnya kerjasama menangani konflik berdarah di Marawi City.

Malam itu Tito Karnavian juga menceritakan tentang penanganan proses Mudik 2017, Operasi Ramadniya 2017 yang bertujuan menciptakan rasa aman dan nyaman serta lalu-lintas yang lancar dalam arus mudik maupun arus balik. Dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang diwarnai ‘horor brexit’, proses mudik tahun 2017 dipuji lebih baik. Lalu-lintas lebih lancar. Kemacetan lebih cepat diurai.

Usai acara silaturahmi, Rappler berkesempatan melakukan wawancara khusus dengan Kapolri Tito Karnavian.  SIMAK video dan petikan wawancaranya:

Rappler : Dalam pidatonya di G20 di Hamburg, Jerman, Presiden Joko Widodo secara khusus menyampaikan prestasi Indonesia dalam pemberantasan terorisme dan radikalisasi.  Ini berarti termasuk pekerjaan utama Polri ya?

Kapolri TitoSeluruh dunia baik dari AS, negara-negara di Barat, Australia, ASEAN,   memberikan  apreasi yang luar biasa ke Indonesia dalam penanganan terorisme.  Saya melihat hal ini karena tiga hal.   Kesatu, Jaringan gerakan teroris di Indonesia meskipun belum tuntas selesai, mampu ditekan, semula ada Jamaah Islamiyah (JI), di mana-mana,  meledak bom Bali yang besar, kini relatif menurun.  Demikian juga dengan ISIS, bisa kita kendalikan.  Artinya, kemampuan negara berada di atas kemampuan  teroris.

Situasi ini berbeda  dengan di negara seperti Suriah, di mana jaringan teroris mengalahkan negara.  Di Irak, jaringan teroris mampu menantang negara, begitu juga di Afghanistan dan lain-lain.  Di Filipina Selatan, jaringan teroris mampu menantang negara secara terbuka.

Di Indonesia mereka pernah menantang negara secara terbuka yaitu di Poso, tetapi berkat  operasi Polri dan dan TNI, kita berhasil menekan mereka, sehingga sekarang ada pada batas yang minimal. Jaringan teroris masih ada di Indonesia, tapi intentitas dan kualitas operasi mereka menurun jauh dibandingkan yang dulu.

(BACA : Kapolri : Santoso dipastikan tewas tertembak)

Kedua, kita lihat ada  keberhasilan upaya pencegahan  juga, melalui kegiatan kontra radikalisasi, deradikalisiai dan lain-lain.  Terutama dengan adanya  dukungan dari komunitas Islam yang mainstream seperti NU dengan Islam Nusantara, Muhamadiyah  dengan  Islam berkemajuan, kelompok-kelompok nasionalis yang mempertahankan kebhinnekaan, memperjuangkan  Bhinneka Tunggal Ika,  mereka  jadi mitra penting pemerintah dalam menekan penyebaran paham radikal.

Yang terakhir, apresiasi yang saya terima dari teman-teman,  karena saya ikut menangani sejak 1999, berkecimpung dengan komunitas penanganan teroris dunia dari tahun 2000-an, mereka sangat apreasi cara Indonesia  dalam menangani  teroris.  Aksi terorisme ditangani dengan cara-cara dan  sesuai nilai-nilai demokrasi, perlindungan HAM, supremasi hukum.  Jadi, strategi yang dikedepankan adalah penegakan hukum, dengan mengedepankan HAM, dan lain-lain.

Rappler : Tapi ada yang meninggal dunia

Kapolri Tito :  Meskipun ada yang tertembak mati,  ada alasan hukum yang kuat, bahwa mereka melakukan penyerangan  terhadap petugas, sehingga petugas membela diri atau membela masyarakat, sehingga harus dilakukan upaya paksa yang mematikan. 

Di beberapa negara ada yang tidak melakukan itu.  Mereka menangkap teroris,  terus dibawa,  disimpan tanpa peradilan, seperti kasus, mohon maaf di AS.  Mereka negara sangat demokratis, memperjuangkan  HAM,  tapi di Guantanamo teroris dan terduga teroris ditahan bertahun-tahun tanpa proses hukum.  

Ada juga negara lain yang melakukan cara-cara  seperti itu, setelah mereka ditangkap, tidak jelas, tidak diadili

Ini membuat  dunia melihat, bahwa iklim dunia yang diwarnai demokratisasi,  perlindungan HAM dan nilai demokrasi tidak mewarnai penanganan teroris di negara-negara itu.

Rappler: Sudah berapa kasus teroris yang diproses lewat pengadilan?

Kapolri Tito : Di Indonesia semua,  pelaku tersangka teroris mengikuti proses hukum,  setiap penangkapan ada alasannya, bisa di-challenge,  di pra peradilan, ada bukti-buktinya,  diajukan ke pengadilan, mereka terbukti bersalah.  

Seingat saya, dari lebih 1.000 orang yang ditangkap, 600 lebih sudah diajukan ke pengadilan, dinyatakan bersalah dalam peradilan yang terbuka, di mana mereka punya hak membela diri dan mereka dianggap sebagai pelanggar hukum bukan sebagai pejuang keagamaan dan pejuang khilafah. Itulah apreasiasi negara lain terhadap Indonesia.

Rappler : Dalam pidato di G20, Presiden Jokowi menyampaikan concern soal situasi di Marawi City. Apa yang sudah dilakukan Polri?

Kapolri Tito : Problemanya sebetulnya, dalam kasus Marawi City, yang perlu  kita waspadai jangan sampai Marawi ini menjadi qoidah aminah, safe base tempat aman, yang akan menjadi tempat deklarasi semacam negara Islam versi mereka sendiri.  

Kalau itu (Marawi)  sudah menjadi qoidah aminah, akan muncul fenomena masuknya para jihadis-jihadis baik dari Filipina sendiri, maupun dari negara ASEAN  termasuk  Indonesia, dan bahkan dari dunia.  Akan lari,  kumpul semua di sana, Mengapa?   Karena menganggap ini adalah perang agama.

Oleh karena itu saat pertemuan  dengan Malaysia dan Filipina, saya sudah menyampaikan kepada mereka,  untuk hati-hati tangani kasus di Marawi.  Kita pun pernah mengalami di Poso pada tahun  2005-2007, kita sangat hati-hati menanganinya.  

Pertama, di tingkat policy maker, strategic level, harus membangun image bahwa ini bukan perang agama, tapi merupakan  kasus penegakan hukum terhadap mereka yang melakukan  pelanggaran hukum seperti membunuh menggunakan senjata dan lain-lainnya.

Di tingkat foot soldier, prajurit lapangan, harus berhati-hati. Jangan sampai anak-anak di lapangan, pasukan polisi maupun militer Filipina misalnya masuk ke masjid menodongkan senjata sambil membawa simbol-simbol kristiani, menodongkan senjata ke wanita berjilbab. Kalau ini ter-capture oleh kelompok ini (teroris), disebar di media sosial, akan timbul image bahwa ini konflik perang agama antara Manila dan Moro, ini berbahaya.

Di tingkat foot soldier, prajurit lapangan,  harus berhati-hati.  Jangan sampai anak-anak di lapangan,  pasukan polisi maupun militer Filipina  misalnya masuk ke masjid menodongkan senjata sambil membawa simbol-simbol kristiani, menodongkan senjata ke wanita berjilbab.  Kalau ini ter-capture oleh kelompok ini (teroris), disebar di media sosial,  akan timbul image bahwa ini konflik perang agama antara Manila dan Moro, ini  berbahaya.  

Oleh karena itu kita harapkan mereka menanganinya dengan cara-cara bukan sebagai perang agama, melainkan sebagai penegakan hukum oleh pemerintah kepada warga negara yang melanggar hukum. 

Kedua,  kita sharing informasi dengan Malaysia, Filipina dan negara lain untuk mengetahui network-network mereka yang  berangkat ke sana, apakah ada network regional dan global yang sudah terjalin?   Ini harus kita putus sama-sama.  

Di Indonesia kita memutus, di Filipina memutus, di Malaysia juga memutus, kemudian kita juga menjaga jangan sampai  ada warga Indonesia  berangkat ke sana, apalagi  dari sana kembali ke Indonesia lagi,  atau ada warga negara yang gunakan Indonesia sebagai tempat transit menuju ke sana.   

Kita ingin Filipina berhasil mengatasinya tanpa membuat image bahwa ini perang antara agama kemudian kita mampu memblokade bahwa ini (konflik Marawi) adalah persoalan lokal, bukan regional atau internasional.  Kita monitor ketat jaringan di sini, di perbatasan pun kita jaga. 

Kita kirim pasukan ke sana, bergabung dengan pasukan TNI.  Di Tarakan, untuk menjaga perbatasan  dengan Sabah  dan Kalimantan Utara. Kita kerahkan pasukan  gabungan  intelijen dan selama ini kita juga deteksi, keberangkatan melalui front door, pintu depan,  naik pesawat dari Jakarta ke Manila, lalu mereka lanjutkan dari Manila ke Filipina selatan.  

Jadi  front door dengan pesawat, back door– nya lewat jalur-jalur yang selama ini rentan, seperti di perbatasan Kalimantan Utara dan Sulawesi Utara.

Rappler:  Berapa banyak warga Indonesia yang diduga masih ada di Marawi dan terlibat konflik?

Kapolri Tito : Lebih kurang 38 orang yang  confirmed, tapi saya berpikir lebih dari itu

Rappler:  Serangan teror terhadap polisi terus berlanjut. Apa yang akan Anda lakukan membendung hal ini?

Kapolri Tito :  Saya perkuat mereka, saya sudah mengadakan pengadaan senjata untuk mereka seperti rompi anti peluru, dan lainnya,  sambil saya perkuat pos penjagaan masing-masing,  baik tempat maupun sistem, backup body system anggota yang berpakaian preman bagi yang bertugas, sambil anggota memperkuat pengamanan masing-masing.

Saya sudah kumpulkan Densus  88 agar lebih intensif memetakan dan memonitor jaringan (teroris). Saya juga akan gandakan  kekuatan mereka (Densus 88).  Kekuatan pengawasan siber di internet kita perkuat, kita lakukan patroli siber.   

Karena banyak juga juga fenomena lone wolf, leaderless jihadis jihadis tanpa pemimpin.  Sepuluh tahun lalu saya sudah membaca peneliti As mengingatkan fenomena jihadis tanpa pemimpin ini.  Kita baru dua tahun ini, dan memang lebih sulit menangani karena sporadis, harus menempuh cara berbeda.   

Terutama dengan memonitor ketat jaringan komunikasi, situs radikal kita  closed down.  Perang siber plus kontra radikalisasi, dengan memberikan pemahaman, imunisasi  ke masyarakat yang rentan terpapar ideologi radikal, dan kemudian bagaimana agar tidak kena paham itu.  Ini masuk kegitan kontra radikalisasi, melibatkan banyak stake holder dengan ujung tombak utamanya BNPT untuk kontra radikalisasi. – Rappler.com

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!