5 ucapan inspiratif, konyol, dan kontroversial dari tokoh Indonesia selama 2016

Rappler.com

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

5 ucapan inspiratif, konyol, dan kontroversial dari tokoh Indonesia selama 2016
Kalimat-kalimat mencengangkan selama 2016 yang perlu kamu baca kembali

 

JAKARTA, Indonesia — Tahun 2016 akan segera berakhir. Bila melihat ke belakang, ada begitu banyak kejadian yang tentunya berkesan di benak masyarakat Indonesia.

Beberapa di antaranya adalah ucapan para tokoh Tanah Air yang bisa dibilang menginspirasi, atau bahkan konyol dan kotroversial. Berikut beberapa kutipan yang mungkin mengingatkanmu pada momen-momen krusial 2016.

Badai terorisme

JOKOWI. Meminta supaya rakyat tetap tenang saat peristiwa Bom Thamrin pada Januari 2016.

Ibu kota dikejutkan dengan ledakan di Jalan MH Thamrin pada Kamis pagi, 14 Januari. Empat orang pria meledakkan diri di tempat parkir Menara Cakrawala dan pos polisi lalu lintas yang berlokasi di seberangnya.

Aksi pemboman ini menjadi pembuka serangkaian ancaman teror lainnya di penjuru Indonesia. Presiden Joko “Jokowi” Widodo pun meminta rakyat untuk tidak termakan ancaman ini mentah-mentah.

“Negara, bangsa, dan rakyat tidak boleh takut, tidak boleh kalah oleh aksi teror semacam ini,” kata Jokowi. Kalimat ini pun kembali terlontar setelah kepolisian membengkuk calon pelaku bom bunuh diri di Bekasi baru-baru ini. Terduga teroris itu diduga berencana meledakkan diri di depan Istana di Jakarta.

Selama 2016, memang terjadi serangkaian ancaman teror di nusantara. Beberapa bahkan menelan korban jiwa.

Berturut-turut setelah bom Jakarta adalah ledakan di halaman Markas Kepolisian Resor Kota Surakarta; ledakan bom bunuh diri terjadi di Gereja Katolik Stasi Santo Yosep, Jalan Dr Mansur, Kota MedanSumatera Utara;  bom molotov meledak di depan Gereja Oikumene Kota SamarindaKalimantan Timur; dan bom molotov meledak di Vihara Budi Dharma, Kota SingkawangKalimantan Barat.

‘Proxy war’ ala Menteri Pertahanan

ANCAMAN DARI LGBT. Bagi Menhan Ryamizard Ryacudu, LGBT adalah ancaman yang sangat berbahaya. Lebih dari korupsi dan terorisme.

Setelah aksi terorisme, mendadak merebak isu tak enak mengenai kaum lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT). Sejumlah media dan tokoh-tokoh negara menuding negeri ini tengah rawan ancaman homoseksual, di mana ada propaganda besar-besaran.

Peristiwa ini diikuti tindak represif dan diskriminatif kepada warga LGBT. Situasi semakin diperburuk dengan ucapan politisi. Salah satu yang paling menuai kecaman adalah kalimat dari Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu.

“[LGBT] bahaya dong, kita tak bisa melihat [lawan], tahu-tahu dicuci otaknya, ingin merdeka segala macam, itu bahaya,” kata Ryamizard pada 15 Februari.

Sejumlah lembaga kemanusiaan seperti Human Rights Watch (HRW), Komnas HAM, dan Arus Pelangi melaporkan peningkatan kekerasan terhadap warga homoseksual. Lewat ucapan-ucapan seperti yang dilontarkan Ryamizard, pemerintah disebut melanggengkan perlakuan diskriminatif.

Akhirnya, Presiden Jokowi pun buka suara terkait kasus ini. Ia memastikan tidak ada diskriminasi bagi warga Indonesia siapapun dia. Meski demikian, ia menekankan kalau masyarakat Indonesia masih dilingkupi oleh “norma sosial” yang kuat.

Kekecewaan Sri Mulyani

MELAWAN KORUPSI. Sri Mulyani mencurahkan perasaannya terkait pegawai Kementerian Keuangan yang tertangkap korupsi.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mencurahkan kekecewaannya terhadap sejumlah pegawai Kementerian Keuangan, termasuk Direktorat Bea dan Cukai, yang tertangkap korupsi pada November lalu. Ia mengunggah sebuah foto tulisan tangannya setelah peristiwa tersebut ramai diberitakan media.

Namun, bukan berarti ia patah harapan. Sri meyakini dirinya dan pegawai Kemenkeu lainnya masih dapat mereformasi lembaga pemerintahan dan menampilkan sebuah institusi yang bersih dan dapat dipercaya masyarakat.

“Karena saya percaya bahwa sebagian besar jajaran dan pegawai Kemenkeu adalah mereka yang jujur dan berintegritas tinggi,” kata Sri.

Tentu bila semua menteri ataupun kepala lembaga berani berkata jujur dan siap mereformasi lembaganya seperti Sri, mungkin masih ada harapan bagi Indonesia bersih ke depannya. 

‘Muka orang Padang’

MUKA PADANG. Arcandra Tahar membantah tudingan kewarganegaraan Amerika Serikat.

Arcandra Tahar mungkin menjadi noda hitam dalam catatan pemilihan menteri Kabinet Kerja. Belum genap sebulan merangkap sebagai Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral dalam kocok ulang kabinet yang kedua, ia sudah diberhentikan lantaran masalah kewarganegaraan.

Praktisi migas yang lama di Amerika Serikat ini disebut-sebut sudah mengantongi paspor negara tersebut. Mengingat Indonesia tak mengenal kewarganegaraan ganda, otomatis ia tak lagi menyandang status WNI.

Saat dikonfrontasi oleh media, Arcandra tak pernah memberikan jawaban jelas. Sekali waktu, ia malah menunjuk mukanya untuk memperjelas status kewarganegaraannya.

“Lihat muka saya. Orang Padang, kok,” kata dia.

Meski akhirnya ia dicopot dari posisi menteri, tak butuh waktu lama bagi Arcandra untuk kembali menunjukkan wajah di kabinet. Ia ditunjuk sebagi Wakil Menteri ESDM mendampingi Ignasius Jonan yang menempati bekas posisinya.

Ahok dan penista agama

AHOK. Membalas tudingan penista agama yang didakwakan padanya.

“Ayat ini sengaja disebarkan oleh oknum-oknum elit, karena tidak bisa bersaing dengan visi misi program, dan integritas pribadinya. Mereka berusaha berlindung di balik ayat-ayat suci itu, agar rakyat dengan konsep seiman memilihnya.”

Tentu saja kalimat Basuki “Ahok” Tjahaja Purnama di Kepulauan Seribu jauh lebih membekas di hati masyarakat, terutama umat Islam. Namun, tak bijak rasanya melanggengkan kalimat yang interpretasinya sudah acak-acakan tersebut.

Pada persidangan pertama, setelah ditetapkan sebagai terdakwa dugaan penista agama, Ahok langsung menyampaikan alasan di balik ucapannya tersebut. Ia tak menyinggung ayat suci, melainkan oknum tak bertanggung jawab di baliknya.

Sejak mencoba maju sebagai Bupati Belitung Timur, Ahok mengaku lawan politiknya kerap memanfaatkan surah Al-Maidah 51 untuk mendongkrak suara mereka. Cara inilah yang dikritiknya, bukan ayatnya.

Namun, dalam politik, semua hal dapat menjadi senjata. Termasuk ayat suci keagamaan.—Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!