Yang membuat kita gagal paham selama 2016

Rappler.com

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Yang membuat kita gagal paham selama 2016
Berikut 5 kejadian tahun ini yang mungkin tidak bisa memasuki runut logikamu

 

JAKARTA, Indonesia — Tahun 2016 akan segera berakhir dengan menyisakan berbagai momen kenangan. Salah satunya tentu yang membuatmu geleng-geleng kepala dan bergumam, “Kok bisa, ya?”

Berikut 5 kejadian tahun ini yang mungkin tidak bisa memasuki runut logikamu:

1. Kopi Mirna dan Jessica tersangka

Terdakwa kasus dugaan pembunuhan Wayan Mirna Salihin, Jessica Kumala Wongso mengikuti sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta, Rabu (5/10). Foto oleh Wahyu Putro/ANTARA

Awal tahun ini dihebohkan dengan tewasnya Wayan Mirna Salihin, seorang perempuan 28 tahun, setelah “ngopi cantik” dengan kawan-kawannya. Konon, ia keracunan sianida.

Kepolisian kemudian menetapkan Jessica Kumala Wongso, salah satu teman nongkrong Mirna, sebagai tersangka.

Alasannya, karena ia berlaku mencurigakan. Statusnya terus meningkat hingga menjadi terdakwa, sebelum diputuskan sebagai terpidana oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Vonis bersalah Jessica ini mengundang perdebatan masyarakat. Banyak yang beranggapan kalau bukti tak kuat.

Pertama, tak ada otopsi mayat Mirna hingga kematiannya karena sianida pun diragukan. Kedua, tak ditemukan jejak keberadaan racun pada barang-barang Jessica. Ketiga, hakim memutuskan Jessica bersalah lantaran “pendapat hakim”, bukan karena bukti kuat dan otentik.

Tak hanya itu, media pun menyiarkan persidangan ini bak drama sinetron. Ada yang berlomba-lomba mencari orang-orang yang terlibat untuk menambah sisi dramatis, seperti memutar video pernikahan Mirna atau menguak sisi modis Jessica.

2. Kebangkitan PKI

Massa yang tergabung dalam Front Pribumi melakukan aksi pembakaran bendera Partai Komunis Indonesia (PKI) di Tugu Kujang, Kota Bogor, Jawa Barat, pada 21 Mei 2016. Foto oleh Arif Firmansyah/Antara

Sekitar April dan Mei tahun ini, mendadak muncul isu kebangkitan kembali Partai Komunis Indonesia (PKI) dan bahaya laten paham komunisme. Salah satu yang lantang meneriakkannya adalah Front Pembela Islam (FPI) dan purnawirawan Kivlan Zein.

Lebih parah lagi, ada yang menyebut sebanyak 15 juta anggota PKI sudah muncul. Tentu saja hal ini lucu, mengingat partai tersebut sudah bubar sejak akhir tahun 1960-an.

“Seperti takut pada hantu,” kata banyak netizen.

Kadang akal sehat suka mengalahkan logika. Selama 2016, mendadak begitu banyak inspeksi atas kegiatan berbau paham kiri. Seperti pembubaran Belok Kiri Fest, penangkapan orang yang memakai kaos diduga beratribut PKI, hingga simposium tandingan.

Ketakutan memang selalu mengalahkan akal sehat, dan kebodohan massal bukanlah hal baru dan jarang di Indonesia.

Meski demikian, memang ada  Simposium Nasional: Membedah Tragedi 1965, Pendekatan Kesejarahan yang mengupayakan rekonsiliasi antara pemerintah dengan para penyintas tragedi pembantaian terbesar di Indonesia itu.

Sayang, hingga saat ini belum ada jalan keluarnya. Pemerintah tetap menolak untuk meminta maaf maupun merehabilitasi para korban. Diduga, ramainya hembusan kebangkitan kembali PKI adalah untuk menggagalkan adanya jalan keluar dari pertemuan ini.

3. Arcandra Tahar

TEMUI JOKOWI. Mantan Menteri ESDM Arcandra Tahar (tengah) menjawab pertanyaan wartawan seusai mengikuti Upacara HUT ke-71 Kemerdekaan RI di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu, 17 Agustus. Foto oleh Yudhi Mahatma/ANTARA

Datang dan pergi begitu saja —dan datang lagi. Begitulah kisah mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar tahun ini. Pria asal Padang, Sumatera Barat, ini menghebohkan dunia politik karena status kewarganegaraannya.

Setelah 20 tahun berkiprah di Amerika Serikat, Arcandra diisukan telah memegang paspor negara tersebut. Artinya, secara otomatis kewarganegaraan Indonesia-nya telah gugur, karena negara ini tidak mengenal kewarganegaraan ganda.

Meski akhirnya Arcandra mendapatkan kembali status WNI-nya, ia tak pernah sekalipun mengiyakan pernah memegang paspor Amerika.

Saat didesak media, jawabannya selalu kabur. Salah satu kutipan sensasionalnya adalah, “Lihat muka saya. Orang Padang, kok.”

Belum genap sebulan menjabat, Presiden Joko “Jokowi” Widodo akhirnya memecat Arcandra. Meski demikian, ia dipanggil kembali sebagai Wakil Menteri ESDM mendampingi Ignasius Jonan yang menempati kursinya.

4. Demo 212 dan Sari Roti

ZIKIR. Umat muslim melakukan zikir dan doa bersama di kawasan Monas, Jakarta, Jumat, 2 Desember. Foto oleh Muhammad Adimaja/ANTARA

Aksi yang digelar FPI dan ormas Islam lain di bawah bendera GNPF MUI ini patut dipertanyakan. Meski berdalih sebagai aksi damai, namun niatannya adalah supaya kepolisian memenjarakan Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki “Ahok” Tjahaja Purnama.

Saat itu, Ahok memang tengah bermasalah dengan kasus dugaan menista agama. Meski sudah berstatus tersangka, GNPF MUI mendesak kepolisian untuk menempatkan dia di balik jeruji.

Meski kepolisian sudah menjelaskan alasan mereka tak langsung menahan Ahok, GNPF MUI menulikan diri. Mereka memaksa untuk menggelar aksi doa bersama di lapangan Monas pada 2 Desember, atau disebut Aksi 212.

Aksi doa bersama ini memang berjalan damai, bahkan Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla sertai Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian turut bergabung. Beberapa menteri juga tampak mendampingi, seperti Menkopolhukam Wiranto.

Namun, dampak setelahnya luar biasa. Entah mengapa, gerakan orang-orang religius konservatif mulai menanjak.

Demikian pula aksi boikot mengatasnamakan “sakit hati umat Islam”, seperti gerakan boikot merk Sari Roti. Alasannya, karena perusahaan yang bersangkutan mengklarifikasi kalau mereka “bukan sponsor acara tersebut” setelah beredar foto pedagang gerobak Sari Roti membagikan roti gratis kepada peserta aksi.

Netizen kemudian merasa tersinggung dengan klarifikasi tersebut dan memulai gerakan boikot. Banyak netizen yang mengunggah foto mereka membuang ataupun menginjak produk yang bersangkutan.

Dampaknya, pedagang roti Sari Roti keliling jadi kesulitan. Gagal paham? Tentu. Tapi, sekali lagi, kebodohan massal bukanlah hal baru yang jarang di Indonesia.

5. Ketakutan akan Tiongkok

RUPIAH. Petugas Bank Indonesia melayani warga untuk menukarkan uang rupiah baru usai diluncurkan di kantor Bank Indonesia Medan, Sumatera Utara, pada 19 Desember 2016. Foto oleh Septianda Perdana/Antara

Tahun ini, begitu banyak ketakutan akan Tiongkok muncul ke permukaan. Setelah muncul isu hoax soal masuknya 10 juta tenaga kerja dari Tiongkok ke Indonesia, desain rupiah baru juga dituding mirip Yuan.

Kebencian terhadap turunan etnis Tionghoa juga tampak saat demo anti Ahok berlangsung. Tampak spanduk-spanduk bertuliskan ujaran kebencian ditujukan terhadap warga turunan.

Para pemrotes menganggap lahan pekerjaan dan hak mereka direbut para warga turunan Tionghoa. Bagi mereka, warga turunan ini tetap bukanlah orang Indonesia. Tak peduli mereka lahir, tinggal, dan bertumbuh besar di Tanah Air ini.—Dengan laporan Ursula Florene/Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!