Perbedaan antara industri perfilman Korea dan film Indonesia

Sakinah Ummu Haniy

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Perbedaan antara industri perfilman Korea dan film Indonesia
Penuturan sutradara Yosep Anggi Noen tentang perbedaan antara dunia perfilman Korea Selatan dan Indonesia

JAKARTA, Indonesia — Korea Indonesia Film Festival (KIFF) kembali dilaksanakan untuk yang ke-delapan kalinya tahun ini.

Menurut sutradara Yosep Anggi Noen, penyelenggaraan festival ini dapat menjadi ajang bagi para sineas Indonesia untuk menggali ilmu dari industri Korea Selatan yang sudah lebih maju dari pada industri film Tanah Air.

Apa saja yang membuat perfilman Korea berbeda dengan dunia perfilman Indonesia?

Pada dasarnya, menurut Anggi, film yang laris di seluruh dunia memiliki genre yang sama. “Yang membedakan sebenarnya adalah kualitas romance-nya, kualitas horornya, dan kualitas komedinya,” kata Anggi dalam acara konferensi pers KIFF 2016 di CGV Blitz Grand Indonesia, Jakarta, pada Senin, 24 Oktober.

Anggi mencontohkan tingginya kualitas film produksi Korea Selatan lewat film Korea yang sangat populer tahun ini, Train to Busan.

Train to Busan itu adalah film yang memang sulit kita cari cacatnya. Secara kualitas akting kita bisa percaya, secara kualitas teknik semuanya kita bisa percaya, secara ceritanya juga,” tutur Anggi.

Selain itu, film independen juga merupakan salah satu kekuatan industri perfilman Korea.

Buktinya, ujar Anggi, Train to Busan yang sangat populer di Korea dan bahkan di Indonesia, justru pertama kali dirilis dalam Cannes Film Festival.

Adanya ruang khusus bagi film-film alternatif menjadikan industri perfilman di Korea Selatan semakin mudah berkembang.

“Di Korea ada ruang-ruang khusus yang memang bisa dijadikan tempat untuk film-film alternatif itu dihargai, dengan waktu yang tidak berdesak-desakkan dengan film populer,” kata sutradara yang menerima fellowship Asian Film Academy di Korea Selatan pada 2007 lalu tersebut.

Dengan adanya ruang khusus bagi film indepen, para penonton pun dapat memilih film yang ingin mereka saksikan.

“Karena menonton itu tidak pernah salah,” tutur Anggi. —Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!