‘For Keepsake, Keep Me’: Lebih dari sekedar potongan kain

Nadia Vetta Hamid

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

‘For Keepsake, Keep Me’: Lebih dari sekedar potongan kain
Pameran yang dikurasi oleh seniman kolase Ika Vantiani ini menampilkan 31 kain dan pakaian dengan beragam cerita di baliknya

Sehelai kain atau sepotong pakaian mungkin tak begitu berarti di mata seseorang. Namun bagi orang lain, mengandung berjuta cerita dan kenangan di dalamnya.

Setidaknya itulah hal yang ingin dikatakan oleh Ika Vantiani, kurator pameran For Keepsake, Keep Me (Sebagai kenang-kenangan, Simpanlah Aku) yang menjadi bagian dari program IKAT/eCUT oleh Goethe-Institut Indonesien. 

Dikutip dari situs resminya, IKAT/eCUT adalah program Goethe-Institut untuk menggali masa lampau, masa kini dan masa depan tekstil di Asia Tenggara, Australia dan Selandia Baru (serta Jerman). Sub-programnya berusaha memahami potensi budaya tekstil dalam beragam bidang, dari seni hingga desain, dari tradisi hingga teknologi.

Dalam budaya fast fashion, di mana kita jadi mudah sekali buang-buang pakaian, kebiasaan menyimpan kain ini jadi menarik. Fast fashion juga mengubah kain dan tekstil menjadi sesuatu yang tak hanya dapat dipakai, namun juga terjangkau dan bersifat musiman. 

Lewat pameran ini, Ika ingin merayakan kebiasaan menyimpan kain. “Yang menarik adalah bagaimana sebuah kain atau tekstil yang awalnya kita beli karena warnanya, modelnya, atau merknya. Hingga kemudian suatu hal terjadi, di mana kain itu berperan di dalamnya hingga kita memutuskan bahwa kain ini layak disimpan,” kata Ika.  


Tindakan fashion yang kita lakukan, seperti menyimpan sepotong kain atau pakaian, adalah media yang membantu memelihara momen dari masa lalu. Sesuatu yang disimpan, atau dibawa ke manapun kita pergi membuat perasaan tenang atau nyaman bagi si pemakainya. Ika juga menambahkan bahwa hal-hal mengenai kain tersebut jadi tidak berpengaruh, karena cerita yang dilalui bersama kain tersebut, “Menarik karena ada pergeseran nilai dan perspektif oleh pemakainya.”

Untuk pameran ini, Ika membuka open submission bagi masyarakat Jakarta yang menghasilkan ke-31 kain dan pakaian, semuanya berasal dari Jakarta. Bukan hanya kainnya yang bervariasi, tapi juga cerita dan perasaan di baliknya.


Sebagai kurator, Ika memiliki beberapa pertimbangan dalam memilih ke-31 kain tersebut. Ia memilih kondisi kain yang disimpan dari dulu sampai sekarang tidak berubah. “Misalnya, tidak ditambahkan ornamen lain, atau kalau dari dulu overall, sampai sekarang juga overall,” jelas Ika.

Segala jenis kain terpajang: Mulai dari selendang, kaus, kain batik, sarung bantal, hingga perban dengan beragam cerita di baliknya.

Kaus band Rolling Stones diturunkan dari bapak ke anaknya, ada juga kaus Suicidal Tendencies yang dihadiahi kepada adiknya. Ada juga seorang graphic designer yang setiap melihat kaus yang ia desain sendiri, selalu merasa diingatkan, “Jangan menggambar sambil mabuk”. 

Ada juga yang menyumbangkan sebuah dress yang pemakainya selalu merasa potongannya, coraknya kurang pas, dan ia hanya memakainya dua kali: Sesaat setelah membelinya, dan ketika mengantar ibunya pergi untuk selamanya. 

Sebuah selimut dari kain perca mengingatkan si pemakainya kepada mbak putri, ada juga kain bermotif peta kota Berlin yang mengingatkan pada musim panas yang terik di bulan Juli 2015. Sehelai perban menutup dada si pemakai usai operasi tumor payudara ketika ia masih SMA.

Kain batik Garutan motif 'Jago Sauwit' dari tahun 1967 ini diwariskan turun-temurun kepada anggota keluarga perempuan untuk menjadi penutup jenazah. Foto oleh Nadia Vetta Hamid/Rappler

Ada dua kain yang sangat berkesan untuk Ika. Pertama, sebuah kain batik Garutan motif Jago Sauwit yang berasal dari tahun 1967. Menurut tradisi, kain ini diwariskan turun-temurun dari nenek moyang pemakai yang merupakan keturunan priyayi Pajajaran. Kain ini hanya diwariskan kepada anggota keluarga perempuan untuk menjadi penutup jenazah.

Kain stagen yang menjadi pengingat si pemakai akan mempelai pria yang membatalkan pernikahan mereka. Foto oleh Nadia Vetta Hamid/Rappler

Satu lagi, sebuah kain stagen berwarna biru tua yang menjadi memori yang tersisa dari hari pernikahan si pemakai. Di hari yang harusnya spesial itu, di mana ia seharusnya mengikat janji setia dengan pria yang dicintainya. mempelai pria itu mendadak membatalkan pernikahan mereka.  

Pameran For Keepsake, Keep Me berlangsung dari tanggal 15 hingga 26 Maret 2017, pukul 09.00-17.00 WIB setiap harinya di GoetheHaus, Jl. Sam Ratulangi No. 9-15 Menteng, Jakarta Pusat. Untuk informasi lebih lanjut mengenai pameran lainnya dalam program IKAT/eCUT, kunjungi goethe.de/indonesien/ikat– Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!