Sahabat jadi pacar, mungkinkah?

Yetta Tondang

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Sahabat jadi pacar, mungkinkah?
Menjalin persahabatan sekian lama, tiba-tiba "rasa" itu muncul. Apa yang harus dilakukan?

JAKARTA, Indonesia – Cinta adalah salah satu hal yang paling misterius di dunia ini. Tidak bisa ditebak kapan datangnya dan kepada siapa ia datang menghampiri. Cinta bisa saja datang di antara dua orang yang tidak mengenal satu sama lain. Tapi cinta juga bisa mampir di hati dua sahabat yang sudah mengarungi pahit manisnya hidup bersama.

Sulit menolak ketika cinta datang menyeruak. Bahkan jika ia datang di tengah hubungan persahabatan. Kata orang, “Nikmati saja datangnya cinta”. Tapi apa jadinya jika kita jatuh cinta pada sahabat? 

Dilema

Saya jadi ingat sepenggal lirik lagu Sahabat jadi Cinta milik grup band Zigaz (yang sekarang entah ke mana) dan dibawakan ulang dengan versi romantis oleh almarhum Mike Mohede.

“Apa yang kita kini tengah rasakan

Mengapa tak kita coba tuk satukan

Mungkin cobaan tuk persahabatan

Atau mungkin sebuah takdir Tuhan?”

Bicara soal kemungkinan sahabat jadi cinta memang berujung dilema. Iya kalau kisah cinta itu bisa berjalan mulus dan mungkin berakhir bahagia di pelaminan. Tapi kalau tidak? Persahabatan yang jadi taruhannya.

Cinta yang hadir di antara sahabat bisa jadi dua hal. Cobaan atau berkah. Saya sendiri termasuk dalam kaum yang memilih untuk membina hubungan cinta dengan sahabat. Karena saya tipe yang susah percaya dengan kehadiran orang baru. Butuh waktu lama untuk saya benar-benar mengenal dan percaya pada seseorang, terlebih calon pasangan.

Beberapa pasangan saya (di masa lalu) adalah sahabat saya. Tapi semua tidak berakhir baik, dan konsekuensinya, persahabatan saya yang jadi taruhannya. Saya harus ikhlas melepaskan kekasih sekaligus sahabat saya.

Karena itu, saat memutuskan untuk menjalin hubungan dengan sahabatmu, setidaknya pertimbangkan pengalaman saya ini. Syukur-syukur jika pun akhirnya kalian berpisah, perpisahan terjadi baik-baik. Kamu bisa melepaskan kekasih tapi mempertahankan seorang sahabat. Tapi dari pengalaman beberapa orang terdekat saya, jarang sekali yang berakhir tetap akur sebagai sahabat setelah sebelumnya mereka berpacaran.

Fast track yang nyaman

Kenapa saya memilih untuk berpacaran dengan sahabat saya, karena saya nyaman berada di dekatnya. Saya tidak harus jadi orang lain. Dan saya tidak harus melewati proses PDKT, membaca “sinyal-sinyal” atau tarik-ulur yang melelahkan itu. Dia sudah mengenal saya seutuhnya, dan sebaliknya. Tidak ada yang disembunyikan.

Saya ingat ucapan nenek saya sewaktu beliau masih hidup. “Semakin tua, hubungan suami istri itu kembali seperti sahabat”. Saya selalu ingat perkataan beliau. karena itu, saya cenderung memilih pasangan yang memang sudah jadi sahabat saya sebelumnya. Karena dalam setiap hubungan selalu saya jalani serius, dengan harapan, di masa tua dia akan tetap jadi sahabat sekaligus pasangan hidup saya.

Saya tidak harus melewati proses mengenal satu sama lain, mengetahui kekurangan dan kelebihan masing-masing, kebiasaan buruk dan baik yang dimilikinya. Ibaratnya seperti fast track saja. Karena semua proses “seleksi” dan penyesuaian itu sudah berjalan alami jauh sebelum cinta itu muncul di antara kami.

Tapi kesalahan yang saya lakukan adalah ketika saya jadi terlalu nyaman dengan hubungan itu. Sementara hubungan pacaran sesungguhnya tetap memerlukan sesuatu yang tetap membuat cinta “menyala”. That little “sparks”. Kami menjadi terlalu nyaman sehingga melupakan itu.

Lingkaran pertemanan

Satu hal yang diperhatikan saat memutuskan untuk berpacaran dengan sahabat adalah lingkaran pertemanan yang ada di sekitar kalian. Mereka juga harus dipersiapkan dengan segala resiko, baik dan buruk, dari hubungan kalian yang berlanjut ke tahap yang lebih jauh.

Sedikit banyak, lingkaran pertemanan pasti akan terpengaruh dengan status baru kalian. Jika berakhir bahagia di pelaminan, tak ada masalah. Semua senang dan rukun. Tapi jika satu saat hubungan tersebut berakhir, pastikan lingkaran pertemanan kalian tidak akan langsung menjauh drastis.

Meski kalian sudah berpacaran, jangan pula langsung mengubah kondisi yang sudah ada sebelumnya. Mentang-mentang sudah berpacaran lantas kalian hanya mau berdua dan tidak mau nongkrong bareng lagi. Menjaga perasaan teman dalam lingkaran pertemanan yang sama sangat penting dilakukan.

Cinta yang menyatukan

Di atas segalanya, cinta adalah yang utama. Jika cinta sudah menyapa dan berbicara, rasanya tak ada yang bisa jadi penghalang. Bagi saya, tak ada yang lebih indah daripada jatuh cinta dengan sahabat sendiri. Meski tak berujung manis, bisa berdampingan dan berbagi segalanya dengan seorang sahabat yang akhirnya jadi pacar adalah masa-masa yang menyenangkan.

Kesamaan hobi, pemikiran, cara pandang hidup adalah saya bersahabat dengan dia, namun cinta yang pada akhirnya benar-benar menyatukan kami. Dan cinta pula yang memisahkan.

Saya menerima resiko tidak lagi berteman dengannya setelah kami mengakhiri hubungan pacaran. Resiko yang sudah sejak awal saya pahami. Dan jika kamu sudah siap dengan resiko itu, skenario dan kemungkinan terburuk itu, tak ada salahnya menjalin cinta dengan sahabat!

-Rappler.com 

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!