Berkunjung ke Benteng Rotterdam, saksi bisu perjuangan melawan penjajah Belanda

Syarifah Fitriani

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Berkunjung ke Benteng Rotterdam, saksi bisu perjuangan melawan penjajah Belanda
Di dalam Benteng Rotterdam, juga terdapat ruangan tempat Pangeran Diponegoro ditahan.

MAKASSAR, Indonesia – Bagi wisatawan lokal maupun mancanegara yang berlibur ke Kota Daeng, Makassar, jangan lewatkan untuk berkunjung ke Benteng Rotterdam. Benteng peninggalan Kerajaan Gowa – Tallo ini terletak persis di Jalan Penghibur, tak jauh dari lokasi wisata Pantai Losari Makassar.

Bangunan yang juga disebut Benteng Jumpandang itu dibangun pada tahun 1545 oleh Raja Gowa ke-9, I Manrigau Daeng Bonto Karaeng Lakiung Tumapa ’risi’ Kallonna. Semula, Kerajaan Gowa-Tallo memiliki 17 buah benteng, tetapi Benteng Jumpandang yang paling megah.

Dalam catatan sejarah, benteng ini pernah hancur akibat penyerbuan Belanda ke Kerajaan Gowa. Sebab, mereka ingin menguasai jalur perdagangan rempah-rempah. Usai satu tahun digempur secara terus menerus oleh Belanda, Kerajaan Gowa-Tallo kalah. Pada 18 November 1667, mereka meneken Perjanjian Bongaya, di mana salah satu poinnya berisi penyerahan benteng ini kepada pasukan Belanda.

Di tangan mereka, nama benteng diubah menjadi Fort Rotterdam. Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Cornelis Janzoon Speelman kemudian mengubah namanya menjadi Fort Rotterdam untuk mengenang daerah kelahirannya di Belanda. Dulu, benteng tersebut digunakan oleh penjajah untuk menampung rempah-rempah di area Indonesia bagian timur.

Begitu melangkahkan kaki untuk memasuki benteng, Anda diharuskan mengisi buku tamu dan tujuan kunjungan di sebelah kiri pintu masuk. Kemudian, Anda dapat melihat bangunan sejarah yang masih kokoh hingga saat ini.

Ada beberapa bangunan di Benteng Rotterdam yang digunakan sebagai museum cagar dan masuk dalam pengawasan kantor Badan Balai Pelestarian Cagar Budaya Sulawesi Selatan. Di sini, ada lima bastion yang menjadi ciri khas bangunan ini sebuah benteng.

Kelima bastion tersebut yaitu Bastion Bone, terletak di sebelah barat, tepatnya di bagian tengah benteng, Bastion Bacan terletak di sudut barat daya, Bastion Buton, di sudut barat laut, Bastion Mandarasyah terletak di sudut timur laut dan Bastion Amboina, terletak di sudut tenggara.

Tiap bastion dihubungkan dengan dinding benteng kecuali bagian selatan yang tidak mempunyai dinding yaitu antara Bastion Bacan dan Bastion Amboina. Secara keseluruhan Benteng Rotterdam memiliki luas 2,5 hektare dan di dalamnya terdapat 16 buah bangunan dengan luas 11.605,85 meter persegi.

Untuk masuk ke dalam museum, Anda diwajibkan membayar lima ribu rupiah untuk orang dewasa dan tiga ribu untuk anak-anak. Namun, jangan khawatir jika ingin memasuki dua museum, maka Anda cukup membayar tiket masuk satu kali saja.

Selain budaya Bugis, Anda juga disajikan pajangan kitab kuno, patung Buddha, pakaian adat, Lamming atau pelaminan pengantin suku bugis, peralatan nelayan dan lukisan sang proklamator, Soekarno. Di mata para wisatawan, berkunjung ke Benteng Rotterdam tidak hanya membantu mereka mempelajari bagian dari sejarah Indonesia ketika masih dijajah oleh Belanda, tetapi karena tertarik akan keindahan bangunannya.

Richard K, seorang turis asal Jerman mengungkapkan hal tersebut. Dia sengaja datang ke Makassar untuk melihat bangunan Benteng Rotterdam. Salah satu sudut yang menarik perhatiannya adalah Bastion.

“Bastion ini betul-betul kokoh, saya penasaran dengan sejarah benteng ini. Katanya benteng ini masih tetap kokoh berdiri meski digempur saat perang dahulu,” ujar Richard yang ditemui Rappler pada akhir pekan lalu.

Sementara, Khadijah turis asal Kabupaten Wajo datang mengunjungi bangunan benteng bersama keluarga kecilnya. Dia nampak begitu menikmati pemandangan di etalase peralatan khas suku Bugis Bone.

“Mengunjungi museum ini mengingatkan saya saat kecil dulu. Banyak peralatan khas Suku Bugis yang sudah tidak digunakan lagi karena tergerus gaya hidup modern. Di sini kami bisa mengenang budaya orang tua dulu,” ujar ibu beranak tiga itu.

Penjara Pangeran Diponegoro

DITAHAN. Bangunan yang menunjukkan tempat Pangeran Diponegoro ditahan selama berada di Benteng Rotterdam. Foto oleh Syarifah Fitriani/Rappler

Di dalam area Benteng Rotterdam terdapat satu bangunan kecil yang menjadi saksi pahlawan nasional Pangeran Diponegoro ditahan saat masa penjajahan Belanda. Ruang yang sempit tempat menahan Diponegoro terletak di samping Museum La Galigo.

Diponegoro ditangkap usai berkobar perang selama lima tahun dimulai pada 1825-1830. Perang berakhir karena Diponegoro dijebak oleh Belanda ketika mengikuti perundingan damai. Dia ditangkap dan kemudian dibuang ke Manado. Pada tahun 1834, Diponegoro dipindah ke Benteng Rotterdam.

Di dalam ruang tahanan yang berdinding melengkung dan kokoh itu terdapat peralatan salat, Al-Quran, dan tempat tidur yang digunakan Diponegoro saat berada di dalam tahanan. Namun, semua wisatawan dilarang untuk masuk ke dalam ruang tahanan. Mereka hanya diizinkan untuk mengintip dari jendela kaca depan bangunan.

“Bisa ambil gambar dari kaca jendela, lumayanlah untuk mengobati rasa penasaran,” kata Fadly Zul, wisatawan asal Bone.

Pengin lihat langsung dan belajar mengenai sejarah dari Benteng Rotterdam sekarang? Agar biaya perjalanan lebih murah, cek langsung kupon eksklusif dari Traveloka di sini!

 

-Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!