Seniman muda ajak publik rayakan perbedaan dalam ArtJog 2017

Dyah Ayu Pitaloka

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Seniman muda ajak publik rayakan perbedaan dalam ArtJog 2017
ArtJog 2017 akan digelar hingga tanggal 19 Juni.

YOGYAKARTA, Indonesia – Kalender pameran karya seni tahunan ArtJog memasuki tahun ke 10 di tahun 2017. Di usianya yang sudah mencapai satu dekade, para seniman yang mengikuti ArtJog mengajak publik untuk melihat segala sesuatu dengan cara yang berbeda.

Itu sebabnya ArtJog pada tahun ini mengambil tema “Changing Perspective” sebagai nafas dari berbagai karya yang dipamerkan sejak 19 Mei hingga 19 Juni 2017 di Jogja National Museum (JNM). Tema itu sengaja dipilih untuk menggambarkan upaya seniman menyerukan perdamaian di antara berbagai perbedaan yang muncul di Yogjakarta dan Indonesia secara keseluruhan.

“Ini adalah upaya kami untuk mengubah mindset para penikmat karya seni. Lewat berbagai karya, mengajak penonton agar lebih open minded dan bijak dalam melihat permasalahan,” ujar kurator ArtJog, Bambang ‘Toko’ Witjaksono di sela persiapan acara pembukaan ArtJog 2017 pada Jumat, 19 Mei.

Bambang kemudian mengambil contoh karya seni milik I Nyoman Masriadi yang dipajang di dalam gedung JNM. Karya seninya berupa patung yang mengenakan celana renang dan sudah siap untuk terjun.

“Kalau orang melihat porno, dengan mengubah paradigma, sesuatu yang porno bisa lebih terbuka. Kami menawarkan ide bahwa yang seolah-olah kami yakini benar, ternyata tidak absolut dan ada hal lain yang benar pula,” kata dia.

Karya seni lainnya yang juga kritis yakni milik seniman Setu Legi dan Hestu Ardianto. Keduanya menampilkan karya seni tentang konflik lahan dan pembangunan yang ada di sekitar Yogyakarta.

Hestu menggunakan media dinding pada karya berjudul “Universal Syndrom” yang menunjukkan berbagai pembangunan yang berdampak pada alam dan manusia.

“Kita bisa melihat gambaran konflik tanah, pabrik, dan hotel yang digambar dengan menggunakan tanah liat di dinding,” ujar Bambang.

Sementara, karya utama ArtJog 2017 yakni instalasi “Floating Eyes” karya Wedhar Riyadi. Karyanya bercerita mengenai pola komunikasi antar individu yang berbeda di era media sosial. Interaksi tidak hanya terjadi di ruang publik, namun sering kali bertemu di media sosial dengan bola mata yang terapung. Hal itu juga menyimpulkan teknologi yang mampu menjadi mata yang selalu mengawasi gerak-gerik individu.

Diminati seniman luar negeri

KARYA SENI. Patung karya seniman I Nyoman Masriadi yang menggambarkan seorang pria yang mengenakan celana renang sudah siap untuk terjun. Masriadi mengajak publik untuk tidak selalu menganggap karya seni semacam itu sebatas hal mengandung pornografi. Foto oleh Dyah Ayu Pitaloka/Rappler

Tahun ini panitia ArtJog menghabiskan anggaran Rp 5 miliar untuk menyelenggarakan acara tersebut. Tetapi, itu tidak sia-sia karena ArtJog menjadi etalase yang produktif bagi para seniman untuk menarik pembeli.

Dari data ArtJog 2016, Bambang menyebut dalam waktu 1 bulan saja sudah terjadi transaksi Rp 5 miliar. Hal itu tidak lepas karena kejelian kurator dan keragaman karya seni di ArtJog. Alhasil, acara tahunan itu menjadi momen berburu bagi kolektor karya seni.

“Semua karya di sini dijual tidak dengan harga fix. Di hari pertama sudah terjadi tawar menawar meskipun kesepakatan biasanya terjadi di akhir pameran. Pasar seni Indonesia memang lesu, tapi tidak demikian di luar negeri,” kata dia sambil menyebut kebanyakan para pembeli berasal dari Eropa, Australia, Hong Kong, Singapura dan Jepang.

Bambang mengatakan proses untuk penyaringan karya yang akan ditampilkan di ArtJog sudah dilakukan sejak Desember 2016. Panitia mulai memilih tema dan menyebarluaskannya kepada seniman.

Kemudian mereka menyebarkan undangan di komunitas seni. Begitu karya masuk, para kurator sudah mulai menyeleksi sejak Maret lalu. Kemudian, hasilnya diumumkan pada bulan April. Sebagian besar karya yang ditampilkan ArtJog merupakan karya seniman muda di bawah usia 33 tahun.

Hal itu tidak terlepas dari rasa inovatif yang dikejar dari para seniman muda tersebut. Biasanya mereka berani mendobrak hal-hal yang dianggap wajar oleh orang kebanyakan.

Sayangnya, pada malam pembukaan Jumat, 19 Mei, belum semua karya bisa dipamerkan di Gedung JNM. Salah satunya karya instalasi milik Ronald Ventura, pelukis populer asal Filipina.

“Karyanya tertahan di bea cukai di Jakarta sejak tiga hari yang lalu. Kendalanya masalah administrasi. Tapi kabarnya sudah beres dan sedang proses menuju kemari,” kata Bambang sambil menyebut karya Ronald akan tampil menyusul.

Rencananya Ronald akan memamerkan tiga karya instalasi imajiner miliknya di ArtJog 2017. Seniman muda itu menggunakan media print, neon box dan instalasi dari berbagai permainan anak-anak.

Selain menampilkan karya para seniman, ArtJog juga memberikan penghargaan bagi mereka yang dinamakan Young Artist Award. Penghargaan itu diberikan sebagai bentuk apresiasi pada seniman muda di bawah usia 33 tahun. Kali ini, penghargaan tersebut diarih oleh Bagus Pandega lewat karya berjudul “Random anc Constant 2017” dan Saiful A Garibaldi lewat karya “To Be Fact Lanscape.” – Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!