‘The Battleship Island’: Memahami sejarah dalam kompleksitas cerita

Yetta Tondang

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

‘The Battleship Island’: Memahami sejarah dalam kompleksitas cerita
'The Battleship Island' mulai tayang di jaringan CGV pada 16 Agustus

JAKARTA, Indonesia —Gaung film The Battleship Island sebagai calon box office tak hanya di Korea Selatan sebagai negara asalnya, tapi juga di dunia, sudah terdengar sejak beberapa bulan sebelum film ini dirilis resmi.

Saya termasuk salah satunya yang turut menyimak antusiasme penggemar sinema Korea Selatan akan hadirnya film ini. Selain promo besar-besaran, faktor aktor dan aktris pemeran di film ini tentu jadi salah satu yang mempengaruhi opini yang berkembang soal The Battleship Island sebelum filmnya dirilis.

Bagaimana tidak, film ini menyuguhkan beberapa nama besar perfilman Korea Selatan. Ada Hwang Jung-Min, aktor kawakan yang terkenal dengan kemampuan aktingnya yang mumpuni di beberapa judul film seperti Veteran, A Violent Prosecutor, The Wailing dan Ode to My Father.

Foto dari screen capture akun YouTube CBI Pictures

So Ji-Sub, aktor sekaligus penyanyi yang juga dikenal dengan beberapa karyanya di serial K-drama seperti Oh My Venus dan I Am Ghost. Ada juga aktris Lee Jung-Hyun dan Kim Su-An, aktris cilik yang dikenal dengan akting brilian di Train to Busan. Dan tentu saja, Song Joong-Ki yang populer lewat serial Descendants of the Sun.

Mungkin karena deretan nama pemeran yang memang masing-masing memiliki basis penggemar yang besar (terutama Song Joong-Ki), tak heran jika film ini meraih jumlah penonton sebanyak 5 juta orang dalam waktu seminggu tayang di Korea Selatan Juli silam.

Film ini disutradarai oleh Ryoo Seung-Wan yang sebelumnya sukses menggarap beragam film action, salah satunya Veteran. Seung-Wan juga pernah bekerja sama dengan Jung-Min di film The Unjust, The Berlin File dan Veteran.

Foto dari akun Instagram @cgv.id

Penuh adegan action 

Film ini berkisah tentang masa akhir Perang Dunia II di mana Korea masih jadi area jajahan Jepang. Sebanyak 400 warga asal Korea dipaksa menaiki kapal dan bekerja di sebuah pertambangan di Pulau Hashima yang lokasinya tak jauh dari Nagasaki, Jepang. Para pria bekerja di tambang, sementara yang wanita jadi penghibur atau pekerja rumah tangga.

Di antara beberapa warga Korea tersebut ada beberapa karakter utama yang kisahnya dimunculkan antara lain Lee Kang-Ok (Hwang Jung-Min) dan putrinya Lee So-Hee (Kim Su-An) yang bekerja dalam sebuah band musik.

Saat dibawa paksa ke Hashima, Kang-Ok dan So-Hee bertemu dengan sosok kepala preman Choi Chil-Sung (So Ji-Sub) yang akhirnya ditunjuk sebagai pimpinan warga dan pekerja Korea di Hashima dan kemudian bertemu pula dengan Park Moo-Young (Song Joong-Ki), tentara gerakan kemerdekan Korea yang menyamar sebagai pekerja demi membebaskan salah satu tokoh kemerdekaan yang dipaksa bekerja di Hashima.

Di Hashima juga ada seorang wanita bernama Oh Mal-Nyeon (Lee Jung-Hyun) yang jadi penjaga dan sahabat So-Hee. Mal-Nyeon bekerja di rumah bordil sebagai wanita penghibur.

Konflik berkembang saat mereka harus bertahan hidup tapi juga sekaligus mencari cara untuk melarikan diri dari kepungan tembok dan penjagaan yang ketat dari tentara Jepang. 

Moo-Young mulai merekrut mereka yang pro dengan kemerdekaan dan berusaha mencari cara untuk melarikan diri. Sementara Kang-Ok hanya tahu bersilat lidah dan bermain musik demi bertahan hidup bersama So-Hee putrinya. Sementara Chil-Sung mulai mengukuhkan diri sebagai pemimpin warga Korea di Hashima.

Tapi harus diakui, Seung-Wan sukses mengemas teknik action yang baik di film ini. Bahkan beberapa terlalu sadis untuk disaksikan. Tapi salah satu kekuatan film ini adalah di adegan action-nya. Beberapa perkelahian tangan kosong hingga pertempuran dengan senjata terlihat nyaris sempurna.

Salah satu adegan action terbaik menurut saya adalah saat  Chil-Sung menghabisi lawannya dengan cara merobek rahangnya dengan tangan kosong. Ada pula adegan saat (lagi-lagi) Chil-Sung bertarung dengan lawan yang sama untuk memperebutkan posisi pimpinan warga Korea di Hashima yang berlangsung di tempat pemandian. Sukses membuat tercengang.

Terlalu banyak plot

Berbeda dengan suguhan action yang menarik, jujur saja, sulit berkonsetrasi pada satu plot cerita saat menikmati film ini saking banyaknya plot yang disajikan. Tampaknya Seung-Wan sang sutradara terlalu asyik mengeksplor berbagai plot.

Setiap karakter utama memiliki plot mereka masing-masing. Tapi di luar itu, masih banyak plot-plot lain yang tiba-tiba muncul yang terkesan dipaksakan. Sulit untuk fokus hanya di satu cerita saja.

Hasilnya, sedikit berantakan. Banyaknya karakter dan plot tambahan yang bergerak dengan kisah mereka masing-masing membuat bingung. Penonton seperti tidak diizinkan untuk jeda sejenak dan menarik napas karena dialog yang bertubi-tubi hadir dari segala penjuru. Belum lagi tambahan sound yang megah dan pergerakan kamera yang cukup heboh.

Seandainya saja alurnya dibuat sedikit lebih sederhana dan tajam, penonton pasti bisa lebih menikmati kemegahan dan detail-detail terbaik dari film kolosal ini.

Akting terbaik

Dari sekian banyak ragam plot dan karakter, ada dua yang mencuri perhatian saya. Jika banyak orang berharap melihat Song Joong-Ki bersinar di film ini, saya justru lebih tertarik dengan akting yang ditunjukkan oleh duet Hwang Jung-Min dan Kim Su-An. 

Akting aktor dan aktris yang berperan sebagai ayah dan anak ini benar-benar menguras emosi saya. Mereka dengan baik menggambarkan situasi genting, kisruh, bahagia bahkan sedih dengan akting yang nyaris sempurna. Su-An, di usianya yang masih 11 tahun bisa membuktikan bahwa ia calon aktris terbaik Korea. Aktingnya jauh dari mengecewakan, terutama ekspresinya saat adegan penutup yang membuat saya merinding hingga saat ini. 

Serupa dengan duet Hwang Jung-Min dan Kim Su-An, So Ji-Sub juga menunjukkan performa akting terbaiknya. Terutama saat tampil di adegan action. Dari mata, gerak tubuh dan dialog, terlihat jelas totalitas Ji-sub di sini. Puncaknya saat ia memutuskan untuk membela saudara-saudara Korea-nya di pertarungan akhir. Meski tetap, Kim Su-An adalah bintang sesungguhnya di film ini.

Adegan peperangan di akhir film pun cukup menarik untuk disaksikan. Adegan penutup ini seakan membalas adegan-adegan sebelumnya yang “biasa saja”. Klimaks film ini benar-benar terjadi di bagian akhir di mana semua karakter dan plot bersatu dan terlibat.

Kemampuan Seung-Wan memadukan koreografi peperangan dengan teknik pengambilan gambar di set yang megah benar-benar terlihat di penghujung film. Setidaknya, rasa bosan yang sempat melanda di pertengahan film yang berdurasi 132 menit ini bisa terobati di bagian akhir.

Film The Battleship Island bisa dinikmati di layar bioskop CGV mulai 16 Agustus mendatang. Film ini juga diputar di layar Screen X yang memungkinkan penonton menikmati tampilan panorama dari kiri, depan dan kanan gedung teater untuk pengalaman menonton yang lebih menakjubkan. —Rappler.com

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!