Leg kedua final AFF 2016: Bermain spontan tanpa beban

Mahmud Alexander

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Leg kedua final AFF 2016: Bermain spontan tanpa beban
Alfred Riedl harus berani melakukan rotasi terhadap posisi Zulham Zamrun.

JAKARTA, Indonesia — Prediksi-prediksi di atas kertas tak selamanya bisa terbukti di atas lapangan. Pelatih Timnas Alfred Riedl percaya bahwa fase grup dan laga hidup mati sangat berbeda. Baik dalam hal semangat, tekanan pertandingan, dan harapan untuk menang.

Karena itu, meski kalah di fase grup 2-4 dari Thailand, dia tetap optimis bakal ada yang berbeda dalam partai final Piala AFF 2016. Kemenangan 2-1 di leg pertama yang digelar di Stadion Pakansari, Bogor, 14 Desember lalu buktinya.

Tekanan pertandingan, dukungan suporter, dan motivasi masing-masing pemain menjadikan perlawanan Indonesia jauh berbeda dibanding fase grup. Dari ketinggalan 0-1, pasukan Garuda membalikkan keadaan menjadi 2-1.

Tapi, kemenangan itu harus dibayar mahal, karena winger andalan, Andik Vermansah harus hilang karena cedera ACL lutut kirinya. Ketiadaan Andik harus diakui membawa kekhawatiran tersendiri. Terbukti, setelah mantan pemain Persebaya Surabaya itu digotong keluar lapangan, serangan Indonesia menjadi berat sebelah alias hanya mengandalkan sisi Rizky Pora di saya kiri. 

Sementara Zulham Zamrun yang diplot sebagai pengganti Andik di sayap kanan seolah hanya menjadi hiasan. Pelengkap dan tak bisa memberikan tekanan seperti yang dilakukan oleh Andik.

Meski demikian, perubahan itu justru memberikan angin segar. Karena serangan hanya digulirkan dari sayap kiri, Thailand justru lengah hingga harus kebobolan dari sisi tersebut via tembakan jarak jauh Rizky.

Hasil leg pertama memberikan pelajaran bagi Riedl. Ada beberapa opsi yang bisa diambi pelatih asal Austria itu. Masalahnya, Riedl, adalah pelatih yang enggan berkesperimen. Itu setidaknya dibuktikan saat di babak penyisihan dia dikritik karena terus memainkan Yanto Basna sebagai bek tengah. Padahal, pemain Persib Bandung tersebut kerap melakukan blunder.

Dia bergeming dan menolak melakukan pergantian hingga Timnas lolos semifinal. Dalam laga melawan Vietnam tersebut, Riedl mau tak mau harus mengubah susunan dua bek tengahnya. Sebab, Yanto dan Fachrudin terkena akumulasi kartu. 

Dia pun terpaksa mengganti duet bek tersebut sepaket: memainkan Manahati Lestussen dan Hansamu Yama di jantung pertahanan. Hasilnya, mereka tampil impresif. Hansamu bahkan sudah mencetak 2 gol penyelamat Indonesia.

Riedl pun mulai berani. Setelah bersih dari sanksi akumulasi kartu, Fachrudin diduetkan dengan Hansamu. Basna ditepikan. Manahati pun didorong sedikit ke depan untuk memperkuat lini jangkar, menjadi filter terakhir sebelum serangan lawan sampai ke pertahanan Indonesia. 

Pelajaran di semifinal itu seharusnya membuat Riedl lebih berani. Terutama dalam mengutak-atik komposisi tim. Riedl harus lebih banyak memdasarkan penilaiannya dari performa.

Pemilihan Zulham Zamrun, misalnya. Dia tak menunjukkan performa gemilang. Mulai dari penyisihan, semifinal, sampai final leg pertama pun dia tampil kurang greget.

Justru, pemain Persib Bandung itu sempat menjadi penyebab serangan Thailand berhasil menjadi gol. Setelah gagal mengontrol bola, bola diambil Theraton Bunmatan. Theraton lantas mengirimkan umpan lambung yang dihajar Teerasil Dangda jadi gol.

Menjaga kedalaman lini tengah 

Peran Manahati sebagai Filter terakhir, membuat dia menjadi penambal lubang di tengah. Formasi 4-1-4-1 yang menjadi 4-1-3-2 saat menyerang terlihat cukup efektif.

Meski Riedl terlihat memasang dua gelandag jangkar, Bayu Pradana dan Manahati, namun peran Bayu sejatinya lebih ke depan. Sedangkan Manahati lebih banyak bertahan. Bahkan, sempat terlihat bagaimana Manahati  menjadi pengisi diantara dua bek tengah Fachrudin dan Hansamu menahan gempuran lawan. 

Menghadapi Thailand di kandangnya, pasti ada pembenahan yang harus dilakukan Riedl. Mempertahankan gaya seperti main di kandang bisa menjadi petaka karena Thailand tentu sudah belajar. Mereka tak tampak ketakutan ataupun khawatir meski saat ini tertinggal 2-1 dalam agregat. 

Bisa jadi, permainan Riedl sudah terbaca. Kini saatnya Riedl untuk mencoba mematangkan opsi-opsi menumpuk lebih banyak pemain di tengah, atau memasang lebih banyak pemain bertahan untuk tidak terlalu naik. 

Bermain bertahan, risikonya adalah menunda waktu kebobolan. Tapi bermain normal, bisa memberikan kesibukan tersendiri bagi Thailand untuk menjaga lini pertahanan mereka, sehingga lini depan tak leluasa. 

Namun, Timnas juga tetap harus menjaga semangat khas yang membawa mereka sejauh ini. Yakni perasaan tanpa beban dan tak diunggulkan. 

Suasana mental tersebut menjadi modal mereka untuk bermain lepas. Berbeda dengan Thailand, Vietnam, atau Myanmar yang masuk dalam unggulan. Tekanan pertandingan itu pula yang membuat Vietnam banyak membuat pelanggaran dalam leg kedua semifinal di My Dinh Stadium, Hanoi, 7 Desember lalu.

Karakter permainan yang sudah matang membuat mereka terlalu nyaman dengan gaya mereka. Dan tak bisa mengantisipasi spontanitas permainan Indonesia. 

Jika situasi itu kembali terjadi, bukan tak mungkin Indonesia akan mampu “pecah telur”. Memenangi Piala AFF untuk kali pertama dalam sejarah!—Rappler.com

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!