Indonesia

Arsenal vs Chelsea: Mengancam kemapanan Wenger

Agung Putu Iskandar

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Arsenal vs Chelsea: Mengancam kemapanan Wenger
Arsene Wenger di ambang rekor sebagai pelatih tersukses di Piala FA. Sayangnya, mereka harus melangkahi Chelsea yang baru saja menjadi jawara Liga Primer.

JAKARTA, Indonesia — Banyak yang mengira kisah terburuk Arsenal di tangan Arsene Wenger adalah untuk kali pertamanya mereka finis di luar big four—dan tentu saja tak bisa tampil di Liga Champions. Namun, itu tampaknya belum cukup bagi tim dari London Utara tersebut. 

Chelsea berpeluang menyempurnakan kisah penuh cela tersebut saat keduanya bentrok di Wembley Stadium, Sabtu, 27 Mei, pukul 23.30 WIB. The Blues jelas dalam kondisi mental yang masih solid mengingat baru dalam hitungan hari mereka menjadi penguasa Liga Primer 2016-2017. 

Apalagi, kondisi pasukan Antonio Conte itu juga jauh lebih bugar ketimbang rival sekotanya itu. Hanya Ruben Loftus-Cheek yang out dari roster tim London Barat tersebut. Sisanya, siap untuk diturunkan. Bahkan, di lini tengah, the Godfather—julukan baru Conte dari para fans—sedang kebanjiran stok gelandang.

Jika Conte memegang erat falsafah never change the winning team, jelas posisi dua gelandang dalam format 3-4-3 adalah milik salah satu duet midfielder terbaik Liga Primer: Nemanja Matic dan N’Golo Kante.

Namun, “orang ketiga” bernama Cesc Fabregas juga mengidam-idamkan satu slot untuknya. Entah harus mengorbankan Matic atau Kante, mantan gelandang Barcelona itu jelas ingin tampil di partai pemungkas Piala FA. 

Situasi itu jelas berbeda dibanding Arsenal. Cedera masih menjadi momok yang menghantui penghuni Emirates Stadium tersebut.

Total, ada enam pemain yang kemungkinan kecil bisa merumput di Wembley. Gelandang Santi Cazorla sedang cedera. Begitu juga winger Alex Oxlade Chamberlain. 

Keadaan semakin parah karena para pemain utama yang absen justru berasal dari sektor pertahanan. Skhodran Mustafi diragukan bisa turun.

Sedangkan Gabriel Paulista hampir pasti absen. Laurent Koscielny yang menjadi langganan posisi bek tengah sedang menjalani sanksi akumulasi kartu kuning. 

Dengan skuat terbaiknya saja, Arsenal tak terlalu kuat di pertahanan. Apalagi dengan banyak pemain yang absen? “Chelsea memang favorit. Tapi kami pernah menghadapi situasi seperti ini sebelumnya,” kata Wenger seperti dikutip ESPN.  

Sang penguasa Piala FA

Dengan kiprahnya sepanjang dua dekade, menghadapi laga final dengan jumlah pemain cedera begitu banyak bukan hal baru bagi manajer asal Perancis tersebut. Pada final Piala FA 2005, situasi yang sama juga dia hadapi.

Lawan mereka tak tanggung-tanggung, Manchester United yang masih diperkuat para legenda seperti Ryan Giggs, Paul Scholes, Cristiano Ronaldo, dan Wayne Rooney—sebelum seperti sekarang, tentu saja. 

“Saya memainkan Dennis Bergkamp dan sejumlah pemain lapis kedua. Mungkin kami tidak layak meraihnya tapi kami benar-benar memenangi Piala FA,” katanya. 

Tradisi Wenger di Liga Primer barangkali memang jeblok. Tapi Piala FA adalah “alam” yang berbeda. Dan Wenger termasuk salah satu penguasanya dengan koleksi tujuh piala. Satu piala lagi dan dia akan menjadi kultus baru turnamen tertua di Inggris itu dengan delapan gelar.

Sebaliknya, Conte cenderung tak berjodoh dengan turnamen domestik. Selama membesut Juventus, tak ada satu pun Coppa Italia yang dibawa ke Juventus Stadium. Satu-satunya prestasi terbaik hanyalah runner up Coppa Italia pada 2012 silam.

Tanda-tanda “kesialan” di turnamen domestik sudah terlihat musim ini. Chelsea gagal di Piala Liga. 

Karena itu, tim milik Roman Abramovich itu harus mewaspadai situasi tersebut. Seperti yang dikatakan pengamat sepak bola Inggris Guy Mowbray, “Chelsea memang favorit. Tapi yang favorit tidak selalu bisa memenangi piala. Sejarah membuktikannya,” katanya seperti dikutip BBC. 

Tradisi Piala FA memang begitu kuat melekat pada Wenger. Namun, situasi di atas kertas sulit untuk dibantah bahwa Chelsea berada dalam performa dan mentalitas terbaik. Mereka jelas sudah sadar bahwa gelar Liga Primer saja tidak cukup. Kerja belum tuntas dan Piala FA adalah penyempurna gelar mereka.

Apalagi, gelar sudah dipastikan di tangan mereka di tiga matchday sebelum Liga Primer berakhir. Menjalani laga sisa bagi sisi biru London tersebut tak ubahnya sebagai pertandingan latihan untuk menghadapi Arsenal. Bandingkan dengan situasi Per Mertesacker dan kawan-kawan yang masih harus bertarung merebut posisi keempat—dan gagal. 

Imbas kegagalan tersebut tak hanya pada kegelisahan para pemain yang tak akan lagi tampil di kasta tertinggi kompetisi Eropa Liga Champions. Tapi juga mental kekalahan yang kembali menjadi mendung dalam benak mereka. 

Karena itu, tak jarang banyak yang berspekulasi bahwa laga melawan Chelsea adalah laga terakhir Wenger. 

“Saya tak percaya spekulasi itu. Ini tak mungkin laga terakhir Wenger. Dia melakukan pekerjaan yang bagus di Arsenal. Hanya, memang mereka tidak lolos Liga Champions,” kata Conte, entah untuk membela Wenger atau justru sebaliknya.—Rappler.com

 

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!