Ratu Tisha Destria, berjuang demi kecintaan terhadap sepak bola

Sakinah Ummu Haniy

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Ratu Tisha Destria, berjuang demi kecintaan terhadap sepak bola
Simak Bincang Rappler bersama Ratu Tisha Destria, perempuan pertama yang terpilih sebagai Sekjen PSSI

JAKARTA, Indonesia — Pekan lalu nama Ratu Tisha Destria menjadi perbincangan saat ia terpilih sebagai Sekretaris Jenderal Persatuan Sepak bola Seluruh Indonesia (PSSI). Maklum, sejak didirikan 87 tahun lalu, ini pertamakalinya PSSI memiliki sekjen perempuan. 

Tisha, begitu ia akrab disapa, merupakan lulusan Matematika di Institut Teknologi Bandung (ITB) yang kemudian melanjutkan studi manajemen sepak bola di FIFA Master di Swiss, Italia dan Inggris.

Perempuan kelahiran 30 Desember 1985 ini telah menyukai sepak bola sejak usia remaja dan semakin jatuh cinta saat ia menjadi manajer tim sepak bola di SMA Negeri 8 Jakarta.

Saat itu ia sudah bermimpi untuk bisa terus menggeluti bidang sepak bola, apapun bidang keilmuan yang diambil di masa depan.

Sebelum menjadi Sekjen PSSI, Tisha memang telah berkarya di bidang sepak bola lewat berbagai cara. Tisha, misalnya, merupakan pendiri Labbola, sebuah lembaga statistik penyedia data analisis olahraga.

Ia pernah mempresentasikan hasil penelitiannya tentang football economics di Denmark. Tisha juga pernah ditunjuk menjadi Direktur Kompetisi di Indonesia Soccer Championship tahun lalu.

Rappler berkesempatan untuk berbincang dengan Tisha di sela-sela kesibukan barunya sebagai Sekjen PSSI. Dalam wawancara kali ini, Tisha mengungkapkan awal mula kecintaannya pada sepak bola, keinginan untuk selalu memberikan kontribusi pada sepak bola sesuai dengan kemampuannya, serta impian terbesarnya untuk sepak bola Indonesia.

Ratu Tisha Destria cinta sepakbola sejak kecil. Foto oleh Kevin Handoko/Rappler.com

Simak wawancara Rappler bersama Ratu Tisha Destria lewat video di atas atau lewat ringkasan berikut ini.

Bagaimana awal mula ketertarikan dengan sepak bola?

Awalnya mulanya berawal dari fans biasa seperti umumnya, datang ke stadion, nonton dari televisi, baca tabloid olahraga, baca koran bagian sepak bola. Memang awal mula dari fans, kemudian timbul kecintaan itu, sampai akhirnya ketika di SMA terus menekuninya dengan mengerjakan sesuatu yang, meskipun hanya sekedar ekstrakurikuler, memang menekuninya dengan sungguh-sungguh. Kemudian berlanjut ke universitas, terus, dan akhirnya sampai sekarang.

Apa yang disukai dari sepak bola?

Sebenarnya ini filosofi olahraga pada umumnya, tetapi sepak bola memiliki suatu romantisme tersendiri, jadi memang jauh lebih menarik. Di sini kita bisa lihat bagaimana nilai-nilai luhur mengajarkan kita menerima kekalahan, menghargai kemenangan, sportivitas, disiplin, respek, dan lain sebagainya. Inilah yang diajarkan sepak bola terhadap kita, dan ini juga PR besar bagi PSSI yang harus dikembalikan.

Sejak kapan yakin untuk menggeluti dunia sepak bola secara profesional?

Saya tidak pernah menargetkan untuk menempati suatu jabatan atau posisi. Jadi bukan posisi atau profesinya itu yang ditargetkan dalam mimpi saya, tapi memberikan apa untuk bidang ini. Jadi, proses ketika saya masih remaja dalam menemukan mimpi itu yang melalui hal tersebut, bukan menargetkan profesionally akan begini. Tetapi saya cinta bidang ini, dan apapun keilmuan yang saya geluti, saya kembalikan untuk ini.

Bagaimana awal mula hadirnya Labbola?

Karena saya dari background matematika, kemudian dikaitkan dengan hal yang saya cintai, ketemulah. Jadi risetnya sendiri udah mulai dari cukup lama. Ini PR besar bukan hanya di sepakbola, tapi juga di negara kita, untuk pengumpulan database. Tapi saya rasa saat ini kita udah pelan-pelan bergerak maju mengikuti era yang ada sekarang.

Bagaimana ceritanya bisa kuliah di FIFA Master?

Itu kedua kalinya saya mencoba di FIFA Master, dan keempat kalinya di area course yang seperti itu. Jadi tidak datang dengan mudah juga, prosesnya panjang, dari empat tahun sebelumnya sampai akhirnya bisa diterima di sana.

Ketika di sana terbagi jadi tiga, humanity dan history, yang kedua manajemen, dan yang ketiga hukum.

Bagaimana bisa ditunjuk sebagai Direktur Kompetisi ISC?

Saat itu saya sudah bergerak di statistik sepakbola bersama teman-teman. Ketika saya kembali dari FIFA Master pun masih lanjut. Saat saya kembali ke Indonesia, saat itu saya juga ikut serta dalam proses komite ad-hoc sinergi di PSSI, itu tahun 2015 di mana kita juga masih ada gonjang ganjing di dalamnya saat itu.

Ketika itu pun saya terus berkarya, saya pernah sampai ikut penelitian football economics dan akhirnya dipresentasikan di Denmark, dan kemudian kembali ke indonesia, dan akhirnya tahun 2016 ada opportunity untuk masuk ke PT GTS (Gelora Trisula Semesta).

Ratu Tisha Destria menjadi sekjen PSSI perempuan pertama sejak organisasi tersebut berdiri 87 tahun lalu. Foto oleh Sakinah Ummu Haniy/Rappler

Bagaimana proses sampai terpilih sebagai Sekjen PSSI?

Prosesnya terdiri dari empat tahapan besar. Pertama proses administrasi ketika kita mendaftarkan, habis itu diadakan tes psikologi dari biro khusus, kemudian tes kesehatan, diikuti dengan individual assessment. Saat itu seiring dengan individual assessment ada discussion group, dan diakhiri dengan wawancara exco.

Jadi Sekjen PSSI memang salah satu jalan yang cukup rumit. Tapi ketika ada opportunity kita jalani. Saya yakin bapak ketua umum Eddy Rachmayadi memiliki visi profesional dan bermartabat, dan turunan dari dua kata itu adalah transparan dan akuntabel. Lewat proses inilah hal itu dijalankan.

Sebagai perempuan yang bergelut di bidang sepakbola, pernah mengalami diskriminasi?

Tidak ada. Jadi ini yang perlu diketahui oleh kita bersama bahwa di dalam sepak bola tidak pernah saya merasa dibedakan. Ini adalah hal yang ajaib, yang selalu orang pertanyakan. Kenapa orang bertanya? Karena sebetulnya mereka tidak percaya.

Jadi kita harus juga belajar untuk percaya kepada pengurus yang ada di PSSI baik pusat maupun daerah. Karena kita punya harapan yang sangat besar dan juga potensi yang sangat besar juga. Betul, memang harus ada perubahan dari segi managing, structure, sistem, orang, tetapi tidak boleh mendiskreditkan itu. Karena saya sama sekali tidak pernah menerima perlakuan seperti itu.

Apa masalah utama di sepakbola Indonesia?

Yang paling penting adalah, tidak hanya PSSI, tapi seluruh stakeholder yang terlibat di sepakbola Indonesia harus berperan dengan porsinya masing-masing secara maksimal.

Jadi masih optimis dengan sepak bola Indonesia?

Pastinya dong.

Apa harapan Tisha untuk sepak bola Indonesia?

Kita butuh waktu dan kepercayaan. Saya berharap bahwa publik dan juga seluruh stakeholder yang terlibat di dalamnya memberikan waktu untuk sepak bola Indonesia bisa berkembang, bisa me-manage dengan baik, dan memberikan kepercayaan yang 100 persen bahwa memang di sini expertise-nya dan akan dikelola dengan baik di sini.

Apa impian pribadi yang belum tercapai?

Impian saya belum tercapai kalau Indonesia belum masuk Piala Dunia. Hahaha.

Impian itu bukan posisi, bukan title. Tapi apa areanya dan sejauh apa kita telah memberikan sesuatu untuk itu. Posisi ataupun profesi itu cuma jadi salah satu cara kita menyalurkan itu. Semakin tinggi posisinya semakin besar kita bisa berkontribusi semakin besar pula tanggung jawabnya.

Apakah Tisha bisa bermain sepak bola?

Hahaha. Saya main futsal tapi enggak jago-jago amat.

—Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!