Debat Pilgub DKI: Dari Asal Bapak Senang hingga nyiur-nyiur Sunda Kelapa

Rappler.com

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Penggusuran dan birokrasi menjadi isu terhangat dalam debat kali ini

JAKARTA, Indonesia — Debat kedua calon gubernur DKI Jakarta yang digelar di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, telah berakhir. Topik gusur menggusur menjadi salah satu topik yang paling panas dibahas dalam dalam debat ini.

Perdebatan dimulai dari pertanyaan Calon Wakil Gubernur Djarot Saiful Hidayat kepada pasangan Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murni.

“Bagaimana membangun tanpa memindahkan dan menertibkan bangunan itu sehingga warga di bantaran sungai yang melanggar itu mendapatkan rumah layak huni,” tanya Djarot. 

Agus menjawab dirinya meyakini jika warga di bantaran sungai bisa ditata tanpa harus menggusur mereka. Penggusuran, kata Agus, adalah perbuatan semena-mena.

“Kita semua bisa menata Jakarta tanpa menggusur warganya begitu saja dengan semena-mena,” kata Agus Harimurti. “Itu adalah komitmen dan kita akan perjuangkan.”

Caranya, Agus melanjutkan, dengan site upgrading. Cara lain adalah dengan meremajakan kampung di tempat yang sama, tanpa perlu mencabut warga dari habitat aslinya. 

Dirinya juga akan mengalokasikan lahan untuk mengedepankan kosep horizontal housing menjadi menjadi vertikal. “Tentu dengan tidak mengganggu aliran sungai.” kata Agus.  

Jawaban Agus ini kembali dipertanyakan oleh calon gubernur petahana Basuki “Ahok” Tjahaja Purnama. Ahok mempertanyakan bagaimana mungkin Agus membangun rumah di bantaran sungai sementara ada aturan yang melarang pendirian bangunan di bantaran sungai.

Peraturan tersebut, kata Ahok, ada di Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 2011. Dalam aturan tersebut, bangunan yang berdiri di atas bantaran kali harus ditertibkan. “Pertanyaannya bagaimana anda membangun dengan tidak melanggar PP nomor 38 tahun 2011 menertibkan bangunan di atas bantaran sungai?” tanya Ahok.

Agus tak menjawab dengan tegas pertanyaan Ahok tersebut. Baginya, yang terpenting adalah good will dari pemerintah. “Yang penting kreatif dan terbuka dengan berbagai masukan dari berbagai pihak,” kata Agus.

Selain soal penggusuran, topik lain yang hangat dibahas dalam debat kali ini adalah soal birokrasi. Ahok dan Djarot sebagai petahana menjadi pasangan yang paling banyak disorot.

Agus Harimurti menuding Ahok telah menebarkan ketakutan kepada anak buahnya dengan cara memutasi dan memecat. Cara-cara seperti ini, kata Agus, akan membuat anak buahnya cenderung melaporkan hal-hal yang baik kepada atasannya.

Akibatnya banyak daerah di Jakarta yang kondisinya memprihatinkan tak pernah diberitakan ke atasan karena mereka takut dimutasi atau dipecat. 

“Saya menduga hal ini terjadi karena birokasi yang dibangun selama ini penuh dengan rasa takut,” kata Agus.  “Maka dia akan sangat mudah memberikan laporan asal bapak senang.”  

Agus menilai birokrasi penuh rasa takut ini tidak konstruktif. Terbukti, angka kinerja aparatur sipil Jakarta berada di peringkat ke-16 dari 34 provinsi. “Di bawah NTT, padahal angggarannya begitu besar,” kata Agus.

Ahok pada akhir debat mengatakan sikap kerasnya hanya berlaku kepada oknum-oknum pegawai negeri sipil yang suka menekan, mempersulit, dan tidak melayani masyarakat. 

“Ketika oknum-oknum PNS mengingkari sumpah jabatan, menekan, mempersulit, kami lawan semua, kami singkirkan.” kata Ahok. Sebagai aparatur negera, Ahok melanjutkan, mereka harus melayani dengan empati.  

Birokrasi “tidak ramah” terhadap aparatur ini juga disentil Anies Baswedan. Menurutnya, pemimpin Jakarta harus bersahabat sehingga birokrat bisa bekerja dengan tenang. “Memimpin itu merangkul, bukan memukul,” kata Anies.

Jakarta, kata Anies, membutuhkan dorongan yang positif untuk lebih baik. Bukan energi yang negatif. “Yang berprestasi akan dapat reward positif dan tidak menghukum birokrat dengan sebutan semua korupsi,” kata Anies.

Anies juga menyindir Ahok yang kerap membanggakan indeks pembangunan manusia (IPM) DKI Jakarta yang saat ini tercatat tertinggi di Indonesia.

“Selalu dibanggakan IPM ibukota paling tinggi. Yang aneh di Jakarta pertumbuhannya salah satu yang paling lambat di Indonesia. Artinya tinggi itu warisan, bukan hasil sendiri,” kata Anies.

Indeks pembangunan manusia Jakarta memang tinggi dalam 5 tahun terakhir. Data yang dikeluarkan BPS sejak 2010 – 2015 menempatkan Jakarta sebagai provinsi dengan skor tertinggi.

Artinya, Jakarta menjadi provinsi yang paling sukses mengelola sumber daya manusia dan akses pembangunan lainnya. Namun Anies mempertanyakan kenapa pertumbuhan Jakarta menjadi begitu lambat.

Anies juga menyoroti tentang nasib warga Jakarta yang tidak bisa menikmati pantai. “Warga Jakarta tidak pernah rasakan punya pesisir. Namanya saja Sunda Kelapa, tapi warga tidak merasakan nyiur-nyiur,” kata Anies. —Rappler.com

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!