Menlu Filipina: Jaga stabilitas Laut Tiongkok Selatan

Kumara Santi

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Menteri Luar Negeri Filipina Albert Del Rosario berkunjung ke Kementerian Luar Negeri RI di Jakarta untuk melakukan pertemuan bilateral dengan Menteri Luar Negeri Indonesia Marty Natalegawa.

KUNJUNGAN. Menteri Luar Negeri Filipina Albert del Rosario (kiri) menandatangani buku tamu, sementara rekannya, Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa mendampinginya. Keduanya melakukan pertemuan bilateral di Kementerian Luar Negeri RI di Jakarta, Selasa (15/7/2014). Photo oleh EPA

JAKARTA, Indonesia – Menteri Luar Negeri Filipina Albert Del Rosario mengatakan, Laut Tiongkok Selatan memiliki peran strategis, termasuk sebagai jalur perdagangan internasional. Maka itu, ia meminta negara-negara di sekitar kawasan tersebut untuk bersama-sama menjaga stabilitas di kawasan itu.

“Saya menilai semua negara seharusnya terlibat dan terkait dengan perdamaian serta stabilitas di kawasan itu,” kata Del Rosario ketika memberikan pernyataan pers seusai melakukan pertemuan bilateral dengan Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa di Kemenlu, Jakarta, Selasa (15/7).

Saat ini, sejumlah negara memiliki tumpang tindih klaim di Laut Tiongkok Selatan. Negara itu, antara lain, Tiongkok, Filipina, Vietnam, dan Malaysia.

Terkait tumpang tindih klaim antara Filipina dan Tiongkok di Laut Tiongkok Selatan, Pemerintah Filipina akhirnya memilih untuk memperkarakannya di pengadilan internasional PBB. 

Pada awal 2014, Filipina meminta Pengadilan Permanen PBB Arbitrase untuk mempertimbangkan kasus tersebut. Diperkirakan pengadilan tidak akan mencapai kata sepakat sebelum akhir tahun 2015.

Ketika ditanya terkait penolakan Tiongkok untuk hadir di pengadilan, Del Rosario mengatakan, hal itu tidak akan memengaruhi jalannya persidangan.

“Pengadilan akan tetap memutuskan sengketa wilayah itu ada atau tidak adanya kehadiran Tiongkok. Itu merupakan keputusan final,” ujar Rosario.

Di kesempatan yang sama, Marty mengatakan, dalam pertemuan bilateral yang berlangsung satu jam itu, Indonesia menyampaikan pentingnya merapikan posisi bersama ASEAN dalam persoalan sengketa di Laut Tiongkok Selatan sebelum pertemuan Forum Kawasan Asia (ASEAN Regional Forum) dan Pertemuan Puncak Asia Timur (East Asia Summit). Marty mengatakan pentingnya konsolidasi bersama. (Baca: PH weighs proposed ASEAN meet on South China Sea)

“Kita sudah punya semacam mantra bersama, Deklarasi Tata Berperilaku (DOC) dan enam poin prinsip ASEAN terkait sengketa Laut Tiongkok Selatan. Akan tetapi perlu dikonkretkan apa artinya, misal, menahan diri. Apakah semacam moratorium atau bagaimana,” katanya.

Progres Delimitasi Zona Ekonomi Eksklusif

Marty mengatakan, selain isu regional, kedua menlu juga membicarakan hubungan bilateral Indonesia-Filipina. Salah satunya adalah kemajuan terkait delimitasi Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) yang dicapai setelah bernegosiasi selama 20 tahun.

“Dengan tuntasnya ZEE, selanjutnya, kami akan mempersiapkan diri untuk membahas landas kontinennya,” ujar Marty.

Sebelum berkunjung ke Manila pada Mei 2014, Presiden menyebut kesepakatan delimitasi batas maritim antara Indonesia dan Filipina merupakan tonggak sejarah bagi kedua negara. Melalui kesepakatan itu, Presiden ingin menunjukkan kepada dunia bahwa sengketa wilayah bisa diselesaikan melalui jalur diplomasi. 

Indonesia dan Filipina memiliki perbatasan maritim di perairan sekitar Laut Sulawesi dan Samudera Pasifik. Kedua negara memiliki wilayah laut yang saling berhadapan dan berdampingan. Akibatnya, penarikan garis batas ZEE tidak bisa mencapai 200 mil. (Baca: Philippines, Indonesia seal historic maritime deal)

Padahal berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1973 tentang Batas Landas Kontinen Indonesia (BLKI) serta Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS), BLKI ditarik sama lebar dengan batas ZEE, yaitu 200 mil laut atau sampai dengan maksimum 350 mil laut dari garis pangkal kepulauan Indonesia.

Apabila kedua negara yang merupakan negara kepulauan sama-sama menarik garis ZEE 200 mil mengelilingi kepulauan masing-masing, akan terjadi tumpang tindih wilayah di bagian selatan Mindanao dan perhimpitan batas di perairan laut Sulawesi.

Co-Chair Bali Democracy Forum

Pada kesempatan itu, Marty, mewakili Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, mengundang Presiden Benigno Aquino III untuk hadir di acara Forum Bali Demokrasi (Bali Democracy Forum) pada 10 Oktober 2014. Pada forum ini, Filipina akan menjadi ketua bersama atau co-chair bersama Indonesia.

Selain itu, Kepala Negara juga turut mengundang Presiden Aquino untuk hadir di acara The United Nations Alliance on Civilazations (UNAOC) pada 29-30 Agustus 2014. Acara yang juga digelar di Pulau Bali  itu, direncanakan dibuka oleh Sekretaris Jenderal PBB, Ban Ki-moon. – Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!