Menunggu kepastian Kabinet Jokowi

ATA

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Menunggu kepastian Kabinet Jokowi

EPA

Selain tidak meloloskan calon menteri yang terimplikasi kasus korupsi, Presiden Jokowi juga dihimbau untuk tidak memilih menteri yang terindikasi kasus pelangggaran HAM

JAKARTA, Indonesia — Segerombolan wartawan terkecoh oleh Presiden Joko “Jokowi” Widodo. Mereka menunggu kehadiran Jokowi di Dermaga 303 Pelabuhan Tanjung Priok, Rabu (22/10), sejak petang hingga malam. Jokowi yang rumornya akan mengumumkan susunan kabinet pemerintahan terbaru batal datang. Atau ia memang tak pernah merencanakan untuk datang.

Rabu pagi, ketika ditanya wartawan kapan akan mengumumkan kabinetnya, ia menjawab, “Secepatnya.

“Hari ini bisa. Bisa siang atau sore hari ini. Waktunya akan kita beritahukan lagi nanti,” katanya.

Ia kemudian menyebutkan beberapa tempat yang akan dijadikan lokasi pengumuman kabinet tersebut. “Kalau tidak di Pluit, di Tanah Abang. Atau mungkin di Tanjung Priok,” ucapnya.

Sejumlah media massa mengartikan bahwa jawaban Jokowi adalah sinyal bahwa ia akan mengumumkan kabinet pada hari itu. 

Rabu siang di halaman Istana Negara, Jokowi memberikan keterangan pers didampingi Panglima TNI, Kepala Badan Intelijen Negara, Kepala Staf Angkatan Laut, Kepala Staf Angkatan Udara, dan Kepala Staf Angkatan Darat.

Dalam kesempatan itu, Jokowi mengakui bahwa ada revisi terkait nama-nama calon menteri yang akan menjabat setelah Komisi Pemberantasan Korupsi dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) memberi tanda merah dan kuning untuk 8 nama calon menteri.

Sebelumnya, pada Jumat (18/10) Jokowi telah menyerahkan 43 nama kepada KPK dan PPATK untuk dicek rekam jejak calon menteri yang akan membantu Jokowi dalam pemerintahan.

“Saya sampaikan apa adanya ya. Kemarin kan kita sampaikan itu pada KPK dan PPATK. Ada 8 nama yang tidak diperbolehkan. Tidak bisa disebutkan,” aku Jokowi.

Ia menambahkan bahwa kedelapan nama itu dipastikan tidak akan berada di dalam kabinet yang sedang ia susun. 

Rabu sorenya, wartawan yang bertugas di Istana diberitahu oleh anggota Biro Pers Istana bahwa akan ada “acara kepresidenan” di Dermaga 303 Pelabuhan Tanjung Priok.

Meski belum ada kejelasan soal acara apa yang akan Jokowi adakan, wartawan Istana diberangkatkan ke Tanjung Priok menggunakan tiga mobil dan satu bus yang telah disiapkan. 

Tiba di sana, telah tersedia satu panggung kecil dan lampu sorot di belakang dan samping panggung. Pukul 19:00 pun tiba. Waktu yang disebut untuk Jokowi memberikan konferensi pers. Namun sosok Jokowi tak kunjung tampak di pelabuhan. Jokowi tak jadi datang.

Masih ada waktu 

Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) yang juga mantan Deputi Tim Transisi, Hasto Kristiyanto, Kamis (23/10), menjelaskan alaskan ketidakhadiran Jokowi di Tanjung Priok malam sebelumnya.

“Kami meluruskan terkait rencana pengumuman seluruh kabinet pemerintahan baru Jokowi-JK. Tidak ada istilah mundur atau maju. Karena berdasarkan ketentuan Undang-Undang, Presiden punya waktu 14 hari sejak dilantik,” jelas Hasto. 

Sebelumnya Jokowi sudah mengirimkan surat terkait rencana perubahan nomenklatur kementerian kabinet yang akan dibangunnya kepada pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Pengiriman surat tersebut sesuai dengan mekanisme yang diatur dalam Pasal 6 UU No. 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara.

Dalam pasal tersebut disebutkan bahwa pembentukan kementerian oleh pemerintah paling lambat 14 hari setelah pelantikan. Dalam kasus ini, Jokowi memiliki 14 hari setelah pelantikannya pada Senin, 20 Oktober 2014.

Jokowi ubah 6 kementerian 

Dalam surat yang dikirim Jokowi ke Pimpinan DPR, dijelaskan bahwa akan ada 6 kementerian yang berubah nama, dipisah, atau digabungkan.

Perubahan-perubahan itu antara lain: 

  • Kementerian Pekerjaan Umum dan Kementerian Perumahan Rakyat digabung menjadi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
  • Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif diubah menjadi Kementerian Pariwisata.
  • Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan Kementerian Riset dan Teknologi dipecah menjadi Kementerian Kebudayaan, Pendidikan Dasar dan Menengah dan kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi. 
  • Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal dipecah menjadi Kementerian Ketenagakerjaan dan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi. 
  • Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat diubah menjadi Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan.

Berdasarkan UU No. 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, pengubahan kementerian harus dilakukan atas pertimbangan DPR. DPR punya waktu tujuh hari sejak menerima surat presiden untuk mempertimbangkan perubahan tersebut.

‘Tanda merah’ 

Meski mendapat apresiasi sebelah pihak atas cara Jokowi menyeleksi calon menteri-menterinya, ia juga mendapat kritik atas langkah yang ia ambil.

Pengamat komunikasi politik dari Universitas Paramadina, Hendri Satro, menilai Jokowi sengaja menggunakan KPK dan PPATK untuk menghindari membuat masalah yang sama seperti mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, di mana sejumlah menteri-menterinya terlibat kasus korupsi.

“Jokowi orang yang cerdas. Oleh karena itu, dia perlu alat bantu untuk seleksi menteri sehingga bila calon menteri dari partai ada yang bermasalah, bukan dia yang katakan bersalah,” ujar Hendri seperti dikutip Kompas.com.

Pengguna sosial media Twitter Jarot Doso mendukung langkah Jokowi yang menyaring calon menteri-menterinya melalui KPK dan PPATK.

“Calon menteri yang lolos KPK/PPATK tak menjamin tak korupsi nantinya. Tapi setidaknya Jokowi telah berusaha,” tulisnya di account Twitter-nya @jarotdoso

Namun, menurut sebagian warga lainnya, kriteria menteri bersih itu bukan hanya dilihat melalui rekam jejak keuangan saja, tapi juga pelanggaran hak asasi manusia (HAM). 

Hal senada juga diungkapkan oleh Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras). Kontras menyatakan kekecewaanya atas proses pemilihan anggota kabinet Jokowi-Jusuf Kalla karena standar pemilihan yang tidak mempertimbangkan kasus pelanggaran HAM.

“Kami tidak melihat jejak rekam HAM menjadi salah satu ukuran dalam pemilihan anggota Kabinet pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla,” tulis Kontras dalam siaran persnya. 

“Kami mendesak bahwa dalam proses pemilihan anggota Kabinet, Jokowi-JK harus mendengarkan suara para korban pelanggaran HAM,” lanjutnya. 

“Jika komposisi anggota Kabinet diisi oleh mereka yang memiliki jejak rekam pelanggaran HAM, maka sama dengan menjauhkan pemenuhan keadilan oleh negara bagi korban pelanggaran HAM. 

Mantan jurnalis investigatif asal Amerika Serikat, Allan Nairn, juga mengkritik proses Jokowi menyeleksi menteri-menterinya.

“Jika sang presiden bersungguh-sungguh dengan niat kabinet bersih itu, sudah selayaknya ia membuka mata untuk tanda merah yang lebih penting: tanda merah yang bersumber dari aktifitas-aktifitas terkait pembunuhan warga sipil,” tulis Nairn di website pribadinya allannairn.org.

Nairn kemudian menyantumkan nama-nama yang menurutnya tidak pantas berada di dalam kabinet Jokowi. “Jika sang presiden melindungi atau mempromosikan pembunuh, akan ada tanda merah di samping nama Jokowi,” tutupnya. —Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!