Industri otomotif dan visi Presiden Jokowi

Uni Lubis

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Industri otomotif dan visi Presiden Jokowi

AFP

Sampai kapan pasar Indonesia hanya menjadi tempat bersaing merek-merek mobil asing? Astra menjawab dengan visi 2020

Lima tahun terakhir, setiap kali pergi ke Davos untuk mengikuti Forum Ekonomi Dunia (World Economic Forum), Prijono Sugiarto kebanjiran permintaan bertemu dari peserta lain. “Kita [Indonesia] ini lagi di permukaan radar. Kita diperhitungkan dunia,” kata Prijono, presiden direktur PT Astra International Tbk.   

Davos-Kloster, resor mewah di negeri Swiss, setiap awal tahun menjadi tuan rumah pertemuan 2.500an pengambil keputusan ekonomi dan bisnis dari seluruh dunia. Mereka adalah pendiri dan pemilik perusahaan, eksekutif puncak, bisnis guru, aktifis, hingga kepala pemerintahan.

Awal pekan ini Prijono Sugiarto mengajak sejumlah wartawan senior untuk berbincang-bincang soal pengembangan industri manufaktur, khususnya otomotif. Di forum Davos, kata Prijono, dalam sehari dia bisa menerima 5-10 permintaan bertemu dari bos perusahaan multinasional yang ingin menjajaki kerjasama dengan Astra untuk investasi di Indonesia.   

Tidak hanya di industri otomotif, pula di industri lain seperti industri keuangan, asuransi, dan manufaktur. “Momentum ini harus dijaga. Momentum ketika dunia melihat ke Indonesia. Saya berharap sinyal berupa pernyataan dari kalangan pemerintah pun ikut menjaga momentum ini,” ujar Prijono.  

Prijono baru saja menerima penghargaan utama sebagai Asia Business Leader of The Year Award 2014. Penghargaan ini diberikan oleh jaringan televisi CNBC kepada pemimpin bisnis yang dianggap berkontribusi membentuk perekonomian Asia. Penghargaan ini diterima Prijono pada 6 November lalu di Singapura.  

“Prijono memiliki semua kriteria termasuk visi membangun bisnis yang berkelanjutan. Kebetulan dia berasal dari negara yang beberapa tahun ini mendapat perhatian investor dunia,” ujar Richard S. Wellins, Wakil Presiden Development Dimensions International, salah satu dewan juri. Prijono yang hampir seperempat abad bergabung dengan grup Astra ini mengalahkan nominasi 1.000an nama pemimpin bisnis di kawasan Asia.  

Pengalaman Prijono sebagai pebisnis menjawab begitu antusiasnya keinginan bertemu dengan pemimpin Indonesia, sejak era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Situasi ini dialami oleh Presiden Joko “Jokowi” Widodo dalam forum APEC, KTT ASEAN, dan G20, tiga pertemuan internasional yang pekan lalu diikuti oleh Presiden. Survei McKinsey tahun 2012 soal kapasitas ekonomi Indonesia kini dan 2030 memperkuat itu. McKinsey meramalkan, Indonesia yang saat ini ada di peringkat 16 ekonomi dunia akan berada di peringkat 7 pada 2030.            

4 hal yang diperhatikan untuk memutuskan sebuah negara menjadi basis produksi: Sumber daya manusia yang terampil, situasi ekonomi dan politik yang stabil, potensi pasar ekspor, dan pasar domestik.

Masih menurut McKinsey, penduduk kelas konsumen yang kini tercatat 45 juta orang, akan menjadi 135 juta pada 2030. Jumlah penduduk yang tinggal di perkotaan saat ini 51 persen, akan berkembang menjadi 71 persen pada 2030. Akan ada 113 juta pekerja trampil di tahun 2030, dibandingkan 55 juta saat ini. Peluang pasar di bidang jasa, pertanian dan perikanan, sumber daya, dan pendidikan yang kini tercatat US$0,5 triliun dolar akan meningkat menjadi $1,8 triliun dolar pada 2030. 

Pasar yang besar, struktur demografi kelompok usia produktif yang tebal, dan potensi pekerja terampil hasil adalah dari proses pendidikan gratis minimal 12 tahun yang dijalankan di seluruh daerah di Indonesia. Ini antara lain yang membuat negeri ini berpotensi menarik investasi. Tentu saja ada banyak catatan. Presiden Jokowi sudah berjanji mempercepat dan memudahkan perizinan. Menjaga momentum tidak kalah penting.

“Ketika situasi politik di Thailand mulai gonjang-ganjing, dalam dua tahun terakhir, prinsipal otomotif semangat memindahkan operasi bisnisnya ke Indonesia,” kata Prijono. 

Ekspor mobil Negeri Gajah Putih yang sempat mencatat angka 1,3 juta unit turun ke 800 ribu. Penjualan mobil sekitar 2,5 juta unit per tahun dan menyumbang sedikitnya 10% produk domestik bruto Thailand. Sejumlah produsen mobil yang menanamkan kapitalnya sejak beberapa dekade terakhir mayoritas berasal dari Jepang. 

Ada empat hal yang biasanya diperhatikan untuk memutuskan sebuah negara menjadi basis produksi: Tersedianya sumber daya manusia yang terampil, situasi ekonomi dan politik yang stabil, potensi pasar ekspor dan pasar domestik.

Tapi, sampai kapan Indonesia cuma menjadi pasar besar bagi produk rakitan? Menjadi arena bersaing merek-merek asing?

Mobil nasional?

Ini tantangan bagi Pemerintahan Jokowi yang sejak kampanye menggaungkan semangat kemandirian ekonomi, termasuk industri.  

Oktober lalu, saat hadir di arena pameran otomotif di Jakarta International Expo, Kemayoran, Jakarta Pusat Jokowi mengumbar optimisme, Indonesia bisa membuat mobil nasional. Keyakinan ini berdasarkan data bahwa semua mobil merek Jepang yang dirakit di Indonesia, dijual di pasar Indonesia dan ekspor, sebagian besar suku cadangnya dibuat di Indonesia.  

“Yang belum dimiliki adalah ‘brand’,” kata Jokowi. Mobil ekspor produsen otomotif prinsipal Jepang yang beroperasi di Indonesia, termasuk di bawah bendera Astra, sudah mengandung 80-90 persen komponen lokal.

Yang dimaksud Presiden Jokowi tentu bukan brand mobil lokal rakitan sekolah menengah, melainkan merek lokal, komponen lokal, dengan kualitas berstandar internasional yang sanggup bersaing di pasar ekspor.

Ini yang tengah disiapkan Astra. Agya dan Ayla, dua mobil yang masuk kategori kendaraan bermotor roda empat hemat bahan bakar yang didesain karyawan Astra, Mark Wijaya, adalah awalnya. Konten lokalnya 86 persen. Desain Mark Wijaya memenangi kompetisi global yang diikuti desainer otomotif Italia, Perancis, dan Jepang.  

“Inovasi akan terus kami dorong lewat pusat riset dan pengembangan di Karawang,” kata Prijono.  

Sejak menjabat pucuk pimpinan Astra dia mencanangkan visi 2020. “Kalau di Korea ada Samsung, di India ada Tata, saya ingin tahun 2020 Astra jadi ikon Indonesia,” ujarnya.

Kritik atas pengembangan industri otomotif bukannya tidak ada. Misalnya, kemudahan yang diberikan pemerintah, membuat kemacetan parah di kota besar menjadi makanan sehari-hari. Soalnya, produksi mobil digenjot termasuk untuk memenuhi pasar ekspor, namun panjang jalan tidak bertambah.  

Dalam rencana program pembangunan infrastruktur yang diumumkan pemerintah jelang kenaikan harga BBM pekan ini, terungkap rencana membangun jalan baru sepanjang 2.650 kilometer dan jalan tol sepanjang 1.000 kilometer.  

Mungkinkah ini jawaban Presiden Jokowi atas kritik itu? —Rappler.com

Uni Lubis, mantan pemimpin redaksi ANTV, nge-blog tentang 100 Hari Pemerintahan Jokowi. Follow Twitter-nya @unilubis dan baca blog pribadinya di unilubis.com.

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!