Indonesia butuh Rp 277 triliun untuk bangun pita lebar

Uni Lubis

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Indonesia butuh Rp 277 triliun untuk bangun pita lebar

AFP

Pemerintahan Presiden Jokowi berencana bangun infrastruktur pita lebar ke seluruh kabupaten kota. Dalam indeks e-government, Indonesia dalam kategori yang sama dengan Korea Utara.

 

Naiknya Presiden Joko “Jokowi” Widodo ke panggung kekuasaan tak lepas dari peran Internet. Medium ini menjadi salah satu jalur komunikasi Jokowi dengan pemilih. Dalam janji masa kampanye Jokowi juga akan menerapkan e-government dan e-procurement. Bahkan begitu berkantor di istana, ia memonitor jalannya pembangunan melalui video jarak jauh, yang disebutnya sebagai e-blusukan. Akses Internet yang lancar, merata, dan murah menjadi kebutuhan penting.             

Dalam rencana pembangunan infrastruktur lima tahun ke depan, pemerintahan Jokowi menargetkan pembangunan jangkauan pita lebar (broadband) di 100 persen kabupaten/kota. Melalui pembangunan jaringan pita lebar ini, Jokowi ingin menaikkan indeks e-government mencapai 3,4 dari skala 4. Juga akan dikembangkan e-pengadaan, e-kesehatan, e-pendidikan, dan e-logistik. Jokowi juga berjanji menyelesaikan pembangunan serat optik Palapa Ring. Pendanaan yang diperlukan untuk merealisasikan rencana ini tak kurang dari Rp 277,8 triliun. Dari total dana, sebanyak 233 Triliun diharapkan kontribusi swasta. Sisanya adalah dana dari APBN, APBD, dan BUMN.             

Saya mencoba mencari peringkat Indonesia di e-government saat ini. Data yang muncul adalah hasil survei yang dilakukan komisi ekonomi dan sosial Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB), soal peringkat e-government development index (EDGI) 2014. Indonesia mendapat indeks diantara 0,25-0,50, masuk dalam kategori middle EDGI, bersama Korea Utara, Nigeria, Kongo, Angola, dan Nauru. Survei ini dilakukan tiap dua tahun sekali terhadap 193 negara anggota PBB. Sejak 2010, Korea Selatan selalu memuncaki peringkat, disusul Amerika Serikat, lalu Singapura.

Hasil survei juga menunjukkan korelasi positif antara negara yang menerapkan e-government dengan tingkat pertumbuhan ekonomi. Tolok ukur implementasinya mencakup proses terkoneksi Internet untuk transaksi antar unit pemerintahan dan layanan publik, transaksi antara pemerintah dengan publik, pula pemerintah dengan bisnis. Layanan seperti pembayaran pajak, pendaftaran izin usaha, aplikasi jaminan sosial, sertifikat kelahiran, membayar denda, seritifikat pernikahan aplikasi lisensi mengemudi dan kartu tanda penduduk, semua dilalukan via mekanisme online.

Melihat rendahnya peringkat Indonesia di survei EDGI, layak jika Jokowi menjadikan pembangunan jangkauan pita lebar sebagai salah satu program infrastruktur yang penting. Global Broadband Ecosystem yang dibangun Broadband Comission dari UNESCO dan ITU menargetkan di tahun 2015 semua negara harus sudah memiliki rencana pembangunan pita lebar. Ini adalah bagian dari akses universal.

Jokowi tidak mulai dari nol. Jelang masa akhir pemerintahannya, pada 18 September lalu, Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono meluncurkan Peraturan Presiden soal Rencana Pita Lebar Indonesia (RPI). Di dalamnya, pita lebar didefinisikan sebagai akses percepatan internet dengan jaminan konektivitas yang selalu tersambung. Jaringan pita lebar juga harus terjamin ketahanan dan keamanannya. Akses pita lebar mencakup kemampuan layanan suara, video dan Internet, dengan kecepatan minimal 2 mbps untuk fixed broadband, dan 1 mbps untuk mobile broadband. Targetnya rampung pada 2019, persis lima tahun target Jokowi. Perpres No 96 Tahun 2014 itu dapat dibaca di sini.             

Yang harus ditangani oleh tim Jokowi adalah koordinasi dan sinergi antar kementerian. Standarisasi penting agar belanja Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) efisien dan efektif. Menurut catatan Kementerian Keuangan, dalam periode 2010-2014,  rata-rata belanja TIK kementerian atau lembaga pemerintahan mencapai Rp 4,5 triliun tiap tahun. 

“Masing-masing mengembangkan sistem sendiri, belum ada standarnya,” kata Mira Tayyiba, Deputi Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional bidang Sarana dan Prasarana Telekomunikasi dan Informasi sebagaimana dikutip laman Republika.

Dalam RPI, pemerintah SBY telah menentukan lima sektor prioritas pembangunan pita lebar Indonesia. Lima sektor yang dimaksud yaitu e-pemerintahan (e-government), e-pendidikan, e-kesehatan, e-logistik, dan e-pengadaan. Jokowi melanjutkan rencana ini.

Saya teringat ucapan ketua Federal Communication Comission, Profesor Julius Genachowski, April 2011, saat pidato di harapan pelaku industri penyiaran di pertemuan tahunan mereka di Las Vegas. Saya hadir di sana dalam rangkaian program Eisenhower Fellowships. Jangkauan pita lebar, kata Genachowski, penting untuk menangani tantangan nasional yang dihadapi AS, di bidang pendidikan, layanan kesehatan, energi, transportasi, dan keselamatan publik.  

“Pita lebar juga esensial bagi konsumen. Kita tak bisa membayangkan hidup tanpa Internet atau wi-fi. Kita bergantung kepada mereka mulai dari akses hiburan, menjaga kontak dengan keluarga dan teman, sampai mengecek peluang pekerjaan,” ujar Genachowski.

Bahkan, Internet kini bisa memprediksi penyebaran wabah mematikan seperti virus Ebola. —Rappler.com

Uni Lubis, mantan pemimpin redaksi ANTV, nge-blog tentang 100 Hari Pemerintahan Jokowi. Follow Twitter-nya @unilubis dan baca blog pribadinya di unilubis.com.

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!