Jokowi perintahkan bangun kebun raya di tiap provinsi

Uni Lubis

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Jokowi perintahkan bangun kebun raya di tiap provinsi
Untuk mendukung lingkungan berkelanjutan, Presiden Jokowi perintahkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan bangun kebun raya di setiap provinsi.
                       

Hampir setiap hari Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar, merampungkan rapat terakhir pukul 23:00 WIB. Banyak yang mengantre untuk ditangani. Yang paling mendesak tentu adalah struktur penggabungan dua kementerian yang kini dipimpinnya.   

Presiden Joko “Jokowi” Widodo menunggu hasil penggabungan pada tanggal 11 Desember 2014. Ini yang membuat Siti tidak hadir mewakili pemerintah Indonesia di acara konferensi puncak perubahan iklim (UNFCCC, COP 20) di Lima, Peru, yang berlangsung 1-12 Desember ini.            

Posisi ketua delegasi Indonesia akan dipegang oleh Rachmat Witoelar, Ketua Dewan Perubahan Iklim, yang juga mantan Menteri Lingkungan Hidup. Rachmat Witoelar adalah ketua COP 13, yaitu konferensi puncak perubahan iklim di Bali tahun 2007. Arena COP sudah seperti playground bagi Rachmat. Selasa (1/12) malam lalu, saya mendapat kesempatan mengikuti rapat persiapan terakhir delegasi Indonesia ke COP 20 bersama Rachmat dan Siti.            

Rapat yang menarik, kasual, dan intens. Siti bercerita kesibukannya, juga upayanya mengenali tugas pokok kementerian yang dikelolanya dalam satu bulan pertama. Pernah seharian dia rapat nonstop sembilan jam dengan ratusan stakeholders, terutama dari penggiat lembaga swadaya masyarakat di sektor lingkungan dan kehutanan. “Ribuan pesan pendek masuk ke nomor telpon seluler saya. Pengaduan. Informasi. Saya teruskan ke staf untuk dicek. Sebagian benar, lho,” kata Siti. (BACA: Berkah penggabungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan)

Nomor telepon anggota Kabinet Kerja Presiden Jokowi memang dipublikasikan via media yang memperolehnya dari daftar yang tersebar secara viral. Ada menteri yang berkeluh-kesah karena ponselnya dibanjiri ribuan pesan. Siti termasuk yang mengambil hikmahnya.  

“Saya bisa berkomunikasi langsung dengan masyarakat,” ujarnya. Lingkungan hidup dan kehutanan adalah sektor yang sangat luas dan bersentuhan langsung dengan kepentingan rakyat bawah. Kendati melewati hari-hari yang panjang, saya mendapat kesan Siti menjalaninya dengan cool. Kalem.  

Saat kami bertemu, dia baru mendampingi Presiden Jokowi kunjungan ke Riau. Jokowi melihat penanganan asap kebakaran hutan. Liputan media soal kunjungan itu antara lain dapat dibaca di sini.  

Menurut Siti, Presiden Jokowi punya perhatian sangat besar terhadap lingkungan hidup dan kehutanan. Secara bisnis, pesan Jokowi saat “mewawancarai” Siti yang sebelumnya politisi Partai NasDem itu, adalah menyederhanakan proses perizinan, dan menindak pelanggar ijin kehutanan dan lingkungan hidup. Anda bisa membacanya di tulisan saya di tautan ini

Jelang COP 20, Presiden Jokowi menginginkan di setiap ibukota provinsi ada kebun raya. Seperti Kebun Raya Bogor atau Singapore Botanical Garden. Siti mengatakan kepada direktur jendralnya yang hadir dalam rapat malam itu untuk mencari lokasi yang tepat, di areal lahan milik kehutanan. Tidak harus di tengah kota karena sulit mendapatkannya, tapi aksesibel.  “Kebun raya, kata Presiden, adalah salah satu kontribusi kita untuk pembangunan lingkungan yang berkelanjutan,” ujar Siti.

Pesan lain dari Jokowi adalah program reforestasi atau penanaman hutan kembali. Fokus bukan kepada jumlah, melainkan pada luasan lahan. “Misalnya dalam satu tahun, 5.000 – 6.000 hektar lahan hutan ditanami kembali. Fokus di 3-4 provinsi,” kata Siti.  Jadi, prinsipnya membangun hutan, bukan sekedar menanam pohon. 

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono punya program penanaman pohon untuk melaksanakan komitmen penurunan emisi gas rumah kaca menjadi 26 persen pada 2020. Komitmen ini disampaikan saat COP 15 di Kopenhagen, Denmark, 2010. Saya menyinggungnya di sini.

Dari sisi penugasan kepegawaian di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Presiden Jokowi juga berpesan agar 70 persen karyawan ada di lapangan, benar-benar memantau pelaksanaan program kementrian. “Kami juga mendapat banyak masukan dari 8.000an relawan dari seluruh Indonesia yang membantu memonitor di akar rumput,” kata Siti.  

Bagi saya, kuat kesan Siti berupaya menggabungkan semua potensi jejaring yang ada untuk menjalankan tugas beratnya.  Memimpin dua kementerian yang sarat konflik kepentingan. Sektor kehutanan sudah lama jadi ajang “bancakan” penguasa terkait politik, begitu pula sektor lingkungan yang kerap bertabrakan dengan kepentingan bisnis yang punya backing politik juga. 

Kementerian yang dipimpin Siti bukannya tidak menghadapi masalah. Misalnya, penggabungan membuat ada 26 direktur jenderal yang harus dipangkas menjadi hanya 15-18 saja. “Tentu akan saya jelaskan konsekuensi dari pengurangan eselon 1 ini. Kita menginginkan organisasi yang lincah dan efektif,” kata Siti.   

Malam itu tak lupa dia minta pendapat Rachmat Witoelar, seniornya, soal bagaimana membuat isu lingkungan hidup dan kehutanan, dapat berjalan seiring dalam merealisasikan pembangunan berkelanjutan. 

Agenda Indonesia di COP 20 

Tampilan aerial menunjukan areal penanaman kelapa sawit di Kabupaten Indragiri Hulu, Riau. Foto oleh EPA

Rachmat Witoelar malam itu menyajikan sejumlah isu yang akan dibawakan delegasi Indonesia di COP 20, di Lima. Mulai dari moratorium izin hutan di lahan gambut, penghematan energi, energi terbarukan, kemaritiman, bio-diversity, target millennium development goals terkait lingkungan hidup sampai memastikan lestarinya rantai kehidupan. (BACA: Kontroversi sawit Indonesia berlanjut di KTT Perubahan Iklim)

“Selama ini kita dinilai baik komitmennya dalam mencapai target penurunan emisi gas rumah kaca sebagaimana yang disampaikan Pak SBY di COP 15,” kata Rachmat.  Tulang-punggungnya memang di sektor kehutanan, dengan penanaman pohon. “Kita harus lebih serius menggarap sektor energi yang tidak lagi terpaku pada enerri berbahan baku fosil,” ujarnya. 

Jadilah kami, tujuh peserta rapat malam itu berdiskusi soal perkembangan terbaru, kesepakatan Amerika Serikat dan Tiongkok dalam menurunkan emisi GRK. Kesempatan ini diumumkan Presiden Barack Obama dan Presiden Xi Jinping saat pertemuan puncak pemimpin ekonomi negara anggota organisasi kerjasama ekonomi Asia Pasifik, APEC, di Beijing, 10-11 November.  Tiongkok begitu seriusnya sehingga meluncurkan Rencana Pengembangan Energi 2020, yang mencantumkan secara detil komposisi energi, termasuk gencarnya mengembangkan energi tenaga matahari. AS juga terus kembangkan inovasi energi. 

“Kang Rachmat, minta tolong diperjuangkan, agar di COP posisi Indonesia tetap menonjol dan menjadi role model dalam komitmen penurunan emisi GRK. Komitmen pemerintahan Presiden Jokowi kuat, kok,” kata Menteri Siti. Lantas, diskusi soal efektivitas berbagai kelembagaan terkait lingkungan hidup dan kehutanan berlanjut.  

Diskusi juga menyinggung protes soal asap dari kebakaran lahan hutan di Riau. “September-Oktober arah angin memang ke sana. Ada kebakaran kecil saja, asapnya mengarah ke negara tetangga. Ini bagian dari isu perubahan iklim juga,” kata Rachmat. 

Isu sawit Indonesia yang kontroversial juga dibahas. Isu ini menjadi bahasan juga di dalam diskusi-diskusi di COP 20. “Kita serius menindak pelaku pembakar hutan, termasuk yang dilakukan pengusaha besar. Tapi tidak fair juga kalau perusahaan sawit yang menjalankan usahanya sesuai aturan, menjadi bulan-bulanan,” kata Siti.  Ucapan ini diamini Rachmat Witoelar.  Dibahas sejumlah nama perusahaan. Ada juga yang notabene berasal dari negara lain. 

Diskusi kian intens. Siti bercerita akan ada delapan Taman Kehati, yang isinya adalah tumbuh-tumbuhan asli Indonesia termasuk yang bermanfaat untuk kesehatan. Salah satunya berlokasi di Yogyakarta. “Kita ingin kota-kota menyediakan tempat bermain dan belajar untuk anak-anak. Mereka tidak hanya ke mal,” kata Siti. Dia mengatakan setiap hari selalu masuk belasan permohonan izin baru pembukaan lahan kebun di lahan kehutanan. 

Saya merasa beruntung bisa mengikuti rapat yang mencerahkan dari orang-orang yang punya komitmen tinggi. “Kita harus pastikan program lingkungan hidup dan kehutanan dirasakan terutama oleh rakyat. Itu stakeholders terpenting,” kata Rachmat.   

Kemarin, di arena COP 20, mengikuti beberapa diskusi panel, saya mendapatkan kesan itu juga. Kepedulian untuk memastikan dampak perubahan iklim bagi kelompok yang rentan, bisa diantisipasi dan diringankan. —Rappler.com

Uni Lubis, mantan pemimpin redaksi ANTV, nge-blog tentang 100 Hari Pemerintahan Jokowi. Follow Twitter-nya @unilubis dan baca blog pribadinya di unilubis.com.

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!