Menteri Jonan bekukan izin rute AirAsia Surabaya-Singapura

Uni Lubis

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Menteri Jonan bekukan izin rute AirAsia Surabaya-Singapura
Kementerian Perhubungan melarang AirAsia menerbangi jalur Surabaya-Singapura dengan alasan pelanggaran persetujuan rute terbang. Benarkah kasus AirAsia QZ8501 tergolong fenomena “ghost plane”?

Menteri Perhubungan Ignasius Jonan tergolong pejabat yang ekspresif. Beberapa kali media memberitakannya sedang memarahi bawahan, atau pejabat lokal, seperti Bupati Sidoardjo.  

Kemarin, Jumat (2/1), Jonan memahari direktur maskapai penerbangan Air Asia Indonesia. Jonan melakukannya saat melakukan inspeksi mendadak ke sejumlah kantor operasional sejumlah maskapai di Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng.  Kemarahan Jonan dipicu surat dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) yang menyoal mengapa pilot AirAsia QZ8501 tidak mengambil data cuaca dari BMKG sebelum terbang pada Minggu pagi (28/12) itu. Kemarahan Jonan bisa dibaca antara lain di sini.            

Tak mau kalah cepat (dan tegas?) dengan menterinya, pada hari yang sama, kemarin, Kementerian Perhubungan menerbitkan surat pembekuan izin rute Indonesia AirAsia Surabaya-Singapura. Media mendapatkannya melalui siaran pers yang ditandatangani Kepala Pusat Komunikasi Kemenhub, J.A. Barata. Menurut siaran pers itu, maskapai AirAsia Indonesia rute Surabaya-Singapura dibekukan sementara  terhitung 2 Januari 2015 sampai dengan hasil evaluasi dan investigasi.  Pembekuan sementara tertuang dalam Surat Direktur Jenderal Perhubungan Udara No. AU.008/1/1DRJU-DAU-2015 tanggal 2 Januari 2015.            

Sebenarnya, sejak tragedi jatuhnya pesawat AirAsia QZ8501 mengharu-biru bangsa ini, kita semua sepakat perlunya membenahi keselamatan penerbangan nasional. Sebagaimana pernah saya tuliskan, keselamatan penerbangan kita di dunia dikategorikan dalam kelas 2, sekelas dengan Ghana dan Bangladesh. Ironi sebagai negara yang masuk liga besar seperti kelompok G20. Saya mempertanyakan melalui akun Twitter mantan menteri perhubungan yang kemudian menjadi menteri sekretaris negara dan menteri koordinator perekonomia Hatta Rajasa. Apa yang sudah dilakukan pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono untuk perbaikan keselamatan penerbangan pasca tragedi jatuhnya pesawat Adam Air KI 574 pada 1 Januari 2007?            

Hatta Rajasa adalah Menteri Perhubungan saat Adam Air jatuh. Dia tidak menjawab pertanyaan saya, padahal saat pesawat QZ8501 dinyatakan hilang kontak, akun itu berkicau: “Saudaraku, marilah kita berdoa semoga pesawat AirAsia QZ8501 yng hilang dalam penerbangan Surabaya-Singapura dapat segera diketemukan.” Akun Twiter @hattarajasa juga sempat ucapkan selamat tahun baru. Cukup aktif. Tapi searah. Menggunakan media baru dengan pola pikir media lama.            

Jadi, tindakan Kemenhub membekukan izin sementara rute AirAsia Surabaya-Singapura bisa kita sambut sebagai bentuk ketegasan pemerintahan Presiden Joko “Jokowi” Widodo lewat Menhub Jonan. Presiden Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla sejak awal musibah memonitor langsung ke lapangan.            

Tindakan Kemenhub bekukan izin sementara rute AirAsia Surabaya-Singapura bisa disambut sebagai bentuk ketegasan pemerintahan Jokowi”

Masalahnya, dalam surat Kemenhub itu dicantumkan alasan karena pelanggaran persetujuan pelanggaran rute. Pada surat Direktorat Jendral Perhubungan Udara No AU.008/30/6/DRJU-2014, tertanggal  24 Oktober perihal izin penerbangan yang diberikan kepada Indonesia AirAsia adalah sesuai dengan jadwal penerbangan pada hari Senin, Selasa, Kamis, dan Sabtu.  Namun pada pelaksanaannya penerbangan PT Indonesia AirAsia rute Surabaya-Singapura dilaksanakan di luar izin yang diberikan, yaitu antara lain pada hari Minggu. Siaran pers Kemenhub juga menyebutkan, pihak AirAsia tidak mengajukan permohonan perubahan operasi kepada Direktorat Jendral Perhubungan Udara. Hal ini merupakan pelanggaran atas persetujuan rute yang telah diberikan.            

Membaca surat ini, kesimpulannya, penerbangan AirAsia QZ8501 yang membawa 162 penumpang dan awak pesawat itu, ilegal. Tanpa izin. Bagaimana mungkin? Padahal untuk mengubah jadwal penerbangan saja perlu persetujuan kementerian perhubungan? 

Indikasi bahwa penerbangan AirAsia QZ8501mengubah jadwal penerbangan pagi itu, dengan terbang lebih pagi dari jadwal awal pukul 07.20 WIB, tergambar dari cerita 10 penumpang yang batal terbang karena tidak membaca informasi perubahan jadwal. Ini kisahnya. Pesawat ini lepas landas dari bandara Juanda pada pukul 05.35 wib. Perkembangan informasi sejak hilangnya AirAsia ini dapat disimak di LIVE BLOG Rappler.com.

Jadi, menurut saya ada dua kesalahan AirAsia Indonesia, jika merujuk kepada siaran pers dan peraturan Kemenhub. Pertama, melanggar HARI ijin terbang. Kedua, mengubah JAM terbang tanpa izin. Benarkah demikian?

Menteri Perhubungan Ignasius Jonan saat konferensi pers terkait hilangnya pesawat AirAsia QZ8501 di Bandara Juanda, Surabaya, pada 28 Desember 2014. Foto oleh EPA

           

Saya mencoba kontak pihak AirAsia Indonesia, via WhatsApp, Sabtu pagi (3/1). Juru bicaranya, Malinda Yasmin, menjawab, “Pagi. Kami belum bisa memberikan informasi sebelum proses evaluasi dan investigasi selesai. Kita akan kooperatif dengan pemerintah selama proses ini berlangsung.” Pertanyaan saya adalah meminta tanggapan AirAsia atas surat pembekuan rute Surabaya-Singapura.            

Saya bertanya ke Pak Jusman Syafii Djamal, mantan Menteri Perhubungan Indonesia. Dia menjabat pada periode Mei 2007-Oktober 2009, menggantikan Menhub Hatta Rajasa setelah tragedi Adam Air. Saya bertanya via Facebook, dan dijawab di dinding Facebook yang sama. 

Kutipan awal dari Pak Jusman:

“Tolong di-check bagaimana tata cara sanksi ini dijatuhkan. Apa telah ada penyelidikan mendalam sebelumnya? Apa Direktur Operasi Maskapai telah diperiksa? Apa Kepala Bandara Juanda telah diperiksa ? Apa otoritas Bandara telah diperiksa? Apa Slot Coordinator telah diperiksa ? Apa Direktur pemberi izin rute juga telah diperiksa. Sebab ini sebuah mata rantai proses. Sebab tak mungkin ada pilot yang berani terbang jika tidak ada izin rute yang resmi. Tak mungkin counter check-in dan gate dibuka oleh Manajer Bandara Juanda jika tidak ada izin slot yang resmi. Apalagi jika tidak ada clearance kelaikan udara dan tidak ada clearance manifest dari Otoritas Penerbangan.”

Pak Jusman juga mempertanyakan, mungkinkah ada fenomena “Ghost Airplane” dalam kasus ini?  Ketika pesawat lepas landas, terbang, dan mendarat tanpa izin? 

“ATC tak mungkin melayani adanya permintaan izin take-off dan landing pesawat tanpa izin. Apalagi bandara yang dituju adalah Changi Singapura yang terkenal sangat ketat. Tak mungkin mereka mau menerima “pesawat hantu” yang angkut penumpang bertiket kalau tak berizin resmi. Sukar dipercaya Changi Airport mau menerima “Ghost Airplane” mendarat di landas pacunya, menyediakan gate dan membuka counter imigrasi jika pesawat AirAsia ini mendarat nantinya. Dan apa benar manajemen AirAsia sebagai perusahaan publik yang listed di pasar saham dengan GCG baku serta AirAsia yang terkenal sebagai kumpulan entrepreneur hebat berintegritas bisa mengorbankan ‘brand name Ai Asia’ yang menyandang nama negara Malaysia, hanya untuk satu keuntungan kecil yang tak seberapa? Sehingga harus melakukan proses ilegal permit seperti itu?” lanjut Pak Jusman.

Tanggapan lengkap soal fenomena “Ghost Airplane” ini dapat dibaca di blog saya, ini tautannya 

Apa yang disampaikan Pak Jusman, yang notabene pernah mengurusi dunia penerbangan, dari sisi regulasi, menimbulkan pertanyaan. Jika benar, AirAsia QZ8501 terbang tanpa izin, tergolong fenomena “Ghost Airplane”, berapa banyak kejadian ini di dunia penerbangan kita?  Apakah ini dampak dari tumbuh pesatnya industri penerbangan?  Siapa saja pihak yang harus bertanggung jawab?  Pasti bukan hanya maskapainya, karena proses terbang melibatkan banyak mata rantai instansi, mulai dari Bandara Juanda, menara kontrol ATC, sampai otoritas Bandara Changi. 

”Ada dua kesalahan AirAsia Indonesia. Pertama, melanggar hari izin terbang. Kedua, mengubah jam terbang tanpa izin”

Mendengar kabar kongkalilong pejabat atau otoritas pemberi izin di Indonesia saya sudah biasa. Tidak heran. Tapi Changi?  Otoritas Bandara Singapura? Apa mungkin otoritas bandara Changi mengizinkan pesawat QZ8501 mendarat di sana jika tidak mengantungi izin penerbangan dari otoritas penerbangan Indonesia? Coba bayangkan seandainya pesawat itu tidak jatuh, dan mendarat selamat di tujuan.

Ini kan logikanya?

Ini yang harus dijawab otoritas Bandara Changi, dan semua yang ada dalam mata rantai itu, termasuk Menhub Jonan. Surat Kemenhub membuka kontak pandora, rentetan pertanyaan yang harus dijawab, diklarifikasi ke publik. Jika tidak, mana revolusi mental yang dijanjikan pemerintahan Jokowi-JK?

Dua hari sebelum tragedi AirAsia QZ8501, ada cerita soal batal terbang pesawat AirAsia direct flight dari Melbourne, Australia ke Bali. Ini rute baru yang gencar dipromosikan AirAsia, yang dikomandani pengusaha flamboyan Tony Fernandes. Penumpang mendapat pemberitahuan melalui pesan pendek di telepon seluler mereka pada Hari Natal (25/12) bahwa penerbangan pada keesokan harinya, 26 Desember 2014 dibatalkan, karena belum mendapat izin dari otoritas penerbangan Australia dan Indonesia. Padahal, itu penerbangan perdana rute Melbourne-Denpasar.

Akibat pembatalan mendadak itu, banyak pemesanan kamar hotel dan penerbangan lanjutan yang mubazir. Ada rencana pernikahan yang terganggu karena penumpang dialihkan ke rute tidak langsung melalui Kuala Lumpur. Baca beritanya di tautan ini 

Kekecewaan penumpang ditumpahkan di Facebook AirAsia, karena begitu gencarnya Air Asia mempromosikan penerbangan itu. Berita di atas juga menyebutkan Air Asia rugi besar di pasar Australia.

Kalau sudah begini, Tony Fernandes perlu menjelaskan ke publik: Ada apa dengan AirAsia?

Dan investigasi pelanggaran izin penerbangan ini harus melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi. Follow the money.

Supaya semua tuntas. —Rappler.com

Uni Lubis, mantan pemimpin redaksi ANTV, nge-blog tentang 100 Hari Pemerintahan Jokowi. Follow Twitter-nya @unilubis dan baca blog pribadinya di unilubis.com.

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!