FAST FACTS: Tentang hukuman mati di Indonesia

Febriana Firdaus

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Narapidana vonis mati yang hamil tak dieksekusi hingga 40 hari setelah melahirkan.

Image courtesy of Shutterstock

JAKARTA, Indonesia- Meski menuai kritik dari aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) di seluruh dunia, Pemerintah Indonesia tetap nekad melaksanakan hukuman mati.

Secara resmi, Jaksa Agung H.M. Prasetyo, Kamis (15/1)  kemarin menyatakan bahwa Indonesia siap melaksanakan eksekusi kepada 6 terpidana hukuman mati pada Minggu besok, 18 Januari 2015.

Dalam eksekusi gelombang pertama di tahun 2015 ini, akan ada 6 terpidana yang dieksekusi; 4 laki-laki dan 2 perempuan. Mereka yang dihukum mati bukan hanya warga Indonesia, tapi juga warga asing. Antara lain dari Belanda, Malawi, Brasil, Nigeria, dan Vietnam. (BACA: Indonesia eksekusi hukuman mati pada 18 Januari)

Prasetyo mengatakan, eksekusi hukuman mati sudah diberitahukan sejak 14 Januari 2014. Para terpidana ini hanya punya 4 hari hingga Minggu besok.  

Di balik pro dan kontra, Rappler Indonesia merangkumkan fakta-fakta mengenai hukuman mati dan detik-detik eksekusinya dari wawancara dengan Kepala Pusat Penerangan Kejaksaan Agung Tony Spontana pekan lalu. Berikut:

  • Update terakhir Oktober 2014, terdapat total 138 orang yang terancam hukuman mati. Sebanyak 72 orang karena pidana umum, dan 64 lainnya karena narkotika. Di tahun 2015, narapidana yang terancam hukuman mati bertambah 3 orang. Yakni 1 narapidana karena kasus pembunuhan, 2 orang karena narkoba. Namun masih dalam proses.  
  • Di antara 138 narapidana itu, 6 diantaranya masih melarikan diri setelah divonis mati. Mereka adalah narapidana kasus pidana umum, yakni pembunuhan berencana.
  • Setelah divonis hukuman mati, narapidana berhak mengajukan banding, Peninjauan Kembali, sampai grasi atau pengampunan ke presiden. Setelah divonis pengadilan negeri, narapidana vonis mati bisa banding ke Pengadilan Tinggi, jika ditolak bisa mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Dua langkah itu digolongkan upaya hukum biasa. Kemudian berlanjut, upaya hukum luar biasa, yakni Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung, dan terakhir grasi ke Presiden.  
  • Presiden Joko Widodo dalam 100 hari kepemimpinannya, telah sekali menolak memberkan grasi pada 12 terpidana mati narkoba. Sembilan keputusan presiden untuk 12 belas orang itu diterbitkan kemarin.
  • Terpidana vonis mati yang paling lama melakukan banding, PK, hingga grasi adalah warga negara Malaysia Tham  Tuck Yin. Ia mengajukan melakukan upaya banding sejak 2004, dan grasi sejak 2009. Namun sudah 11 tahun lamanya, upaya itu belum final. Saat ini ia masih mendekam di penjara Besi Nusakambangan.
  • Eksekusi hukuman mati dilakukan Kejaksaan, dibantu personel kepolisian, sesuai dengan Undang-undang no 2/PNPS/1964 tentang tata cara hukuman mati. Dalam kalimat di undang-undang tersebut, eksekusi hukuman mati harus dilakukan segera, setelah putusan itu memperoleh hukuman tetap. Kejaksaan harus memberi tahu narapidana 3 kali 24 jam.
  • Narapidana hamil, ditunda eksekusinya, pelaksanaannya baru dapat dilaksanakan 40 hari setelah anaknya dilahirkan.
  • Eksekusi hukuman mati tidak dilakukan di depan umum, kecuali ditetapkan lain oleh Presiden Joko Widodo menetapkan hal yang lain.
  • Terpidana mati dieksekusi oleh 12 orang Tamtama dengan mata tertutup di bawah pimpinan seorang Perwira. Jarak eksekusi pun diatur, yakni antara 5-10 meter. Komandan eksekusi akan memerintahkan pasukan untuk menembak tepat di jantung narapidana. Setelah itu dokter akan memeriksa untuk memastikan apakah narapidana sudah mati. Jika masih ada tanda kehidupan, maka Komandan akan memerintahkan kembali pasukan untuk menembak bagian kepala di atas telinga.
  • Kepala pusat penerangan Kejaksaan RI Tony Spontana menuturkan, dari pengalaman lembaganya melaksanakan hukuman mati, semua fasilitas terakhir untuk narapidana harus dipenuhi sesuai undang-undang. “Pada umumnya permintaannya hanya ingin ketemu keluarga, untuk menyampaikan wasiat keluarga,” katanya. Hari-hari terakhir terpidana pun ditemani psikolog dan dokter. – dengan laporan dari Abdul Qowi Bastian/Rappler.com  

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!