Secuil cerita tentang Jan Darmadi dan komposisi Wantimpres Jokowi

Uni Lubis

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Secuil cerita tentang Jan Darmadi dan komposisi Wantimpres Jokowi
Sembilan anggota Wantimpres dilantik. Didominasi parpol pendukung Jokowi dan orang kepercayaan Megawati Soekarnoputri dan Surya Paloh.

 

Darmadi, Jan (FOK Jo Jau; HUO Zuoyou). A wealthy businessman, son of casino king, peranakan. Born in 1937 in Jakarta, the son of Dadi Darma (Yauw Foet Sen) who ran casinos in Jakarta when Ali Sadikin was the governor. Jan was sent to the United States for studies. In 1971 he received an MA degree in Commerce from New York University. After his return, he continued his father’s business. When casinos were banned in Indonesia, he moved into the property business. The Jan Darmadi Group has now expanded its business to include textiles, travel, plastic manufacturing, transport, and banking. The Group has significant shares in Bank Susila Bhakti and Panin Bank (source, Forbes Zibenjia, October 1991, p.69; July 1994, pp. 28-29).

Kalimat-kalimat di atas, seperti dikutip dari majalah Forbes tahun 1991, menggambarkan sosok Jan Darmadi dalam buku Prominent Indonesia Chinese, Biographical Sketches, yang ditulis peneliti Leo Suryadinata dan diterbitkan Institute of Southeast Asian Studies, tahun 1995. Bos The Finance, Eko B. Supriyanto, yang pernah memimpin Majalah Infobank menginformasikan bahwa Bank Susila Bhakti kini menjadi Bank Syariah Mandiri, setelah alami kesulitan saat krisis 1997-1998.

Pertengahan tahun 1990-an saya beberapa kali bertemu dengan sosok Jan Darmadi di kantornya di salah satu ruangan di perkantoran Setiabudi Building, di Jalan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta. Wawancara panjang pernah saya lakukan untuk edisi khusus 250 Orang Terkaya Indonesia yang diterbitkan mingguan ekonomi dan bisnis Warta Ekonomi. Saya pernah menjadi penanggung jawab edisi khusus ini.  

Kesan saya, dia pengusaha yang ulet, tidak suka publikasi (susah payah saya mendapatkan kesempatan wawancara), dan bicara langsung ke pokok persoalan.  Dia juga peduli dan dekat dengan eksekutifnya. Sekretarisnya saat itu menikah dengan Ron Muller, yang pertama kali membuka jaringan Pizza Hut di Indonesia.Jan mengatakan kepada saya, dia mendukung mereka memulai usaha, meskipun berat melepas sekretaris yang sangat dipercayai. 

Jan menjaga kebugaran tubuh dengan menekuni olahraga beladiri termasuk kungfu dan main badminton. Dia pernah menjadi Ketua Dewan Pengurus Besar Gojukai Indonesia. Dia suka berburu babi di hutan-hutan di Sumatera. Dia pernah mengajak saya meliput dia dan grupnya berburu. Sayang saya malas bersusah-susah di hutan. Pengusaha Tomy Winata pernah mengajak saya juga saat itu. Saya tolak juga. Sekarang saya menyesal, karena tidak punya dokumentasi saat keduanya berburu. Kedua sosok pengusaha yang sangat senior itu kini ada di lingkar dalam kekuasaan. Sebenarnya selalu demikian. Jan kalah kontroversial saja dibanding Tomy Winata. Jadi jarang muncul di pusaran berita.

Semalam saya membaca wawancara Jan dengan majalah SWA, yang dilakukan tahun 2010. Rupanya Amir Abdul Rahman, kepala eksekutif Jan Darmadi Corporation, masih bersamanya, menyiapkan Jeffrey Darmadi, putra Jan, memimpin Jakarta Setiabudi International Tbk, bisnis properti Jan Darmadi. 

Tahun 90-an, Amir Abdul Rahman masuk dalam peringkat atas jajaran top eksekutif bergaji termahal di Indonesia. Ini juga menunjukkan hubungan baik Jan dengan ekskekutifnya. Dibandingkan gedung tinggi di kawasan Kuningan, Setiabudi Building tergolong paling rendah. Itu menunjukkan, Jan yang pertama kali membangun gedung di kawasan itu. Aturan saat itu memang membatasi jumlah lantai gedung. Jan adalah salah satu pionir bisnis properti di Indonesia. 

Jan mengutamakan kesetiaan dalam berkawan. Ini alasan mengapa dia memilih bergabung dengan Partai Nasional Demokrat didirikan Surya Paloh. Menurut Jan, Surya Paloh selalu memenuhi janjinya. Padahal Jan, sebagai pengusaha sangat senior, punya banyak teman di semua parpol. Dengan Surya Paloh, bos Metro TV dan Media Group, dia sudah kenal lebih dari 40 tahun. Surya Paloh membalas kesetiaan itu, dengan mengangkat Jan Darmadi menjadi Ketua Majelis Tinggi Partai Nasdem. Surya Paloh juga menyodorkan Jan Darmadi menjadi anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) ke Presiden Joko “Jokowi” Widodo. Jika Surya mengusulkan, Jokowi menerima dengan sepenuh hati.

Komposisi Wantimpres Jokowi 

Jan Darmadi, pojok kanan, dilantik menjadi anggota Wantimpres, Senin (19/1). Foto oleh Setkab.go.id

Senin (19/1), Presiden Jokowi melantik sembilan anggota Wantimpres. Selain Jan Darmadi (Nasdem), ada Sidharto Danusubroto (PDI-Perjuangan), Yusuf Kartanegara (PKPI), Subagyo Hadisiswoyo yang kabarnya diusulkan Wiranto (Hanura), pengusaha pemilik maskapai Lion Air Group, Rusdi Kirana (PKB), Hasyim Muzadi (unsur Nahdlatul Ulama), Prof. Abdul Malik Fadjar (unsur Muhamadiyah), ekonom UGM, Sri Adiningsih, yang dikenal dekat dengan PDI-P dan Megawati Sukarnoputri. Serta Suharso Monoarfa (PPP kubu Romahurmuziy).  

Hasyim Muzadi yang mantan ketua Pengurus Besar Nadhlatul Ulama adalah mantan calon presiden yang mendampingi Megawati di Pilpres 2004. Sedangkan Abdul Malik Fadjar adalah Menteri Pendidikan di era Presiden Megawati, dan sempat menjabat Menko Kesejahteraan Rakyat ad-interim di era Megawati saat Menko Kesra Jusuf Kalla memutuskan bergabung dengan SBY di Pilpres 2004. Malik Fadjar salah satu tokoh reformasi 1998, masuk ke kabinet Presiden BJ Habibie sebagai Menteri Agama. Dia juga pernah menjabat ketua PP Muhamadiyah. 

Pada Oktober 2011, Suharso Monoarfa mundur dari posisi Menteri Perumahan Rakyat di era SBY setelah menuai kontroversi soal dia yang menikah lagi meskipun sudah punya  istri. Dia digugat cerai istri pertamanya. Meski memuji kinerja Suharso, menurut Mensesneg Sudi Silalahi saat itu, SBY juga menilai soal integritas. Rusdi Kirana, Wakil Ketua Umum PKB, yang mengendalikan bisnis penerbangan yang sedang berkembang, dikenal sebagai bagian dari timses Jokowi.

Nama yang sebelumnya beredar santer sebagai calon anggota Wantimpres adalah Prof Syafii Maarif, mantan Ketua Umum PP Muhamadiyah; politisi senior Golkar yang beberapa kali menjabat menteri di era Soeharto dan Habibie, Ginandjar Kartasasminta; mantan Kepala Badan Intelijen Nasional AM Hendropriyono; dan Pengusaha senior Mooryati Soedibjo. Ginandjar sejak 1999 adalah bagian dari faksi Golkar yang selalu merapat ke Megawati dan PDI-P.  

Hendropriyono di era akhir kekuasaan Soeharto sudah menunjukkan keberpihakannya ke Megawati dan PDI-P. Putra Hendropriyono, Diaz, menjadi koordinator tim Kawan Jokowi saat Pilpres, dan kini diganjar posisi komisaris PT Telkomsel yang sebagian sahamnya dimiliki PT Telkom, badan usaha milik negara.  Menantu Hendropriyono, Mayor Jenderal Andika Perkasa menjabat Komandan Pasukan Pengamanan Presiden Jokowi. Andika adalah lulusan terbaik di Seskoad 2000 dan pernah melanjutkan sekolah di AS. Pengusaha Mooryati Soedibjo, pendiri kelompok Mustika Ratu, juga mendukung pencalonan Jokowi sebagai capres 2014.  

Buya Syafii Maarif yang lahir tahun 1935, kepada media mengatakan dia ditelepon salah satu deputi Mensesneg untuk menjadi anggota Wantimpres. Dia menolak dengan alasan sudah berumur. Saat Pilpres, Buya Syafii Maarif mendukung Jokowi-JK.  

“Bukan menolak, tapi tidak bersedia,” kata Buya, Sabtu (17/1). Saat itu publik tengah disuguhi kisruh pemilihan calon Kapolri. Jokowi menyodorkan Budi Gunawan. Tapi KPK mengumumkan Budi Gunawan tersangka kasus dugaan korupsi. Buya Syafii dikenal anti korupsi. Dia menggunakan istilah, “Ikan busuk dari kepalanya” untuk menggambarkan pentingnya seorang pemimpin menunjukkan komitmen anti-korupsi dengan memberikan contoh nyata.

Hendropriyono kepada pers mengatakan tak ingin ada di pemerintahan, karena sudah ada keluarga dan teman di jajaran elit pemerintahan Jokowi. “Saya merasa tidak layak jadi Wantimpres,” kata Hendro. Menurut Mensesneg Pratikno, Hendropriyono menolak karena merasa sudah lama di pemerintahan. Dia pernah menjabat menteri juga di era Presiden Habibie. Posisi yang lowong karena Hendro dan Mooryati tidak masuk digantikan Malik Fadjar dan Sri Adiningsih, ekonom UGM.

Fungsi Wantimpres masih abu-abu

Saya mempertanyakan efektivitas Dewan Pertimbangan Presiden, sejak era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Ini dewan yang dibentuk untuk menggantikan fungsi Dewan Pertimbangan Agung. Tugasnya, diminta atau tidak diminta, memberikan pertimbangan dan nasihat kepada Presiden. Bagaimana parameter untuk mengukur efektivitas kerja Wantimpres tidak pernah dijelaskan kepada publik. Apalagi di lingkar dekatnya di Istana, Presiden memiliki tim sendiri yang memberikan masukan, termasuk data atas pengambilan keputusan.

”Tugas Wantimpres adalah memberikan pertimbangan dan nasihat kepada Presiden. Bagaimana parameter untuk mengukur efektivitas kerja Wantimpres tidak pernah dijelaskan kepada publik. “

Wantimpres biasanya diisi tokoh senior, dengan harapan masukannya didengar oleh Presiden. Dewan ini dibentuk di era SBY tahun 2007 sebagai pelaksanaan dari Undang-Undang No 19/2006 tentang Wantimpres. Anggota Wantimpres paling lambat diangkat tiga bulan sejak pelantikan presiden dan berakhir masa jabatannya bersamaan dengan masa jabatan presiden atau diberhentikan presiden.

Di era pertama pemerintahan SBY, Wantimpres diisi oleh mantan Menlu Ali Alatas, mantan Menteri Lingkungan Hidup dan Ekonom Prof. Emil Salim, politisi Rachmawati Soekarnoputri, ekonom Dr Syahrir, KH Ma’ruf Amin dari Majelis Ulama Indonesia, mantan menPAN/Reformasi Birokrasi di era akhir Soeharto Letjen TB Silalahi yang dekat dengan SBY, pengacara senior Adnan Buyung Nasution, dan Subur Budhisantoso Ketua Umum Partai Demokrat saat baru didirikan, serta Radi A Gani yang mantan Rektor Universitas Hasanuddin.  

Rachmawati adalah pendiri dan Ketua Umum Partai Pelopor yang mengandalkan kaum marhaenis muda. Dr Syahrir ialah pendiri Partai Indonesia Baru (PIB). Tb Silalahi menjabat Ketua Wantimpres yang pertama, dilanjutkan Emil Salim.

Di periode kedua SBY, Emil Salim berlanjut dan menjabat Ketua Wantimpres. Anggotanya mantan Menlu Hassan Wirajuda, mantan Menteri Penertiban Aparatur Negara dan Menteri Otonomi Daerah Ryaas Rasyid, politisi Golkar Ginandjar Kartasasmita, unsur NU dan MUI Ma’ruf Amin, mantan Panglima TNI dan Menko Widodo Adi Sutjipto, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Prof. Jimly Ashidiqie, mantan Menteri Pemberdayaan Perempuan Meuthia Hatta, dan mantan Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari.  

Tahun 2012-2014 posisi Jimly Ashidiqie digantikan pengacara Albert Hasibuan. Meuthia Hatta adalah pendiri dan pernah menjabat sebagai Ketua Umum Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI), sedangkan Ryaas Rasyid pernah menjadi Ketua Umum Partai Persatuan Demokrasi Kebangsaan yang didirikan bersama Andi Mallarangeng. Siti Fadhilah masuk kabinet SBY sebagai perwakilan dari unsur Muhamadiyah. 

Harapan kepada Wantimpres

Selalu ada unsur parpol politik pendukung duduk di wantimpres pilihan SBY. Tapi, tidak sedominan Wantimpres pilihan Jokowi.

Presiden melantik 9 anggota Wantimpres di Istana Negara, Senin (19/1). Foto oleh Setkab.go.id

Ada cerita menarik soal peran Wantimpres. Lewat buku Nasihat untuk SBY, mantan anggota Wantimpres Adnan Buyung Nasution membeberkan pengalamannya selama menjabat. Adnan menceritakan SBY pernah meminta salah satu tayangan Kick Andy di Metro TV dihentikan, gara-gara promo acara mencantumkan petikan ucapan Adnan yang mengatakan bahwa, kalau mengajukan nasihat atau pertimbangan 10 diterima sembilan, itu dianggap sukses, namun kalau cuma diterima satu, lebih baik keluar dari Wantimpres.  

Kisahnya bisa dibaca di sini.

Selain buku yang ditulis Adnan Buyung Nasution, saya belum pernah mendengar apa saja masukan wantimpres yang digunakan oleh presiden. Apakah Wantimpres SBY punya catatannya?

Siapa sosok yang berani bersikap independen terhadap presiden, seperti Adnan Buyung Nasution, di Wantimpres era Jokowi? Saya berharap sosok itu adalah Jan Darmadi. Yang sebenarnya tak perlu posisi Wantimpres untuk eksis, sudah super kaya raya dan harus sewaktu-waktu meninggalkan kenyamanan di vila 40 hektar di Tapos yang selama ini menjadi tempat tinggalnya, untuk menasihati presiden. Mubazir kalau nasihat itu ternyata masuk laci.  

Jan Darmadi membangun bisnisnya sejak 1975. Lewat PT Jakarta Setiabudi International yang menjadi bisnis utamanya, dia menguasai perkantoran Setiabudi, Setiabudi Apartment, Kuningan Apartment, Setiabudi Residence, Mercure Raddin Hotel Ancol, Hotel Formula 1 Menteng, Grand Hyatt Bali, the Hyatt Bali, dan Hyatt Regency di Yogyakarta.  

JSI tengah menyiapkan ekspansi Setiabudi Sky Garden, sebuah komplek apartemen dan perkantoran, juga pengembangan Hyatt Regency di jantung kota Yogyakarta.

Potensi konflik kepentingan tinggi, karena Jan Darmadi memiliki kerajaan bisnis, begitu juga kalangan pengusulnya, terutama pengusaha dan bos Nasdem, Surya Paloh. Sama halnya dengan Rusdi Kirana.  

Saya berharap motivasi Jan Darmadi mau terlibat langsung ke politik adalah untuk kepentingan publik, setelah lebih dari 50 tahun mendapatkan nikmat berusaha di Indonesia. 

Kalau anggota Wantimpres lainnya, ya sudahlah, selamat menikmati posisinya dan semoga ada nasihat/pertimbangan mereka yang didengar dan diimplementasikan presiden. Nasihat yang pro rakyat. Silakan laporkan juga ke rakyat.

Komposisi Wantimpres dan kabinet Jokowi juga menunjukkan indikasi, Jokowi sudah menyiapkan diri untuk periode kedua pemerintahannya. Kombinasi politisi dan pengusaha. —Rappler.com

Uni Lubis, mantan pemimpin redaksi ANTV, nge-blog tentang 100 Hari Pemerintahan Jokowi. Follow Twitter-nya @unilubis dan baca blog pribadinya di unilubis.com

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!