Daftar pejabat yang salah kaprah tentang HIV dan AIDS

Anton Muhajir

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Daftar pejabat yang salah kaprah tentang HIV dan AIDS
Siapa saja pejabat di Indonesia yang salah kaprah tentang HIV & AIDS selain Menteri Rachmat Gobel? Baca list-nya di sini.

 

DENPASAR, Indonesia- Menteri Perdagangan Rachmat Gobel menebarkan ucapan kontroversi pekan ini. Dalam satu pernyataan terkait larangan pakaian bekas, Gobel mengatakan bahwa pakaian bekas bisa menularkan HIV, virus penyebab AIDS.

Mengutip penelitian Kementerian Perdagangan (Kemendag), Menteri Gobel menyatakan bahwa pakaian bekas bisa menularkan beberapa penyakit dari penyakit kulit hingga HIV. “(Penyakit) kulit, bisa kena HIV. Beneran, itu sudah ada hasil laboratoriumnya,” kata Gobel. (Baca: Menteri Rachmat Gobel keluarkan pernyataan kontroversial lagi)

Pernyataan itu menuai reaksi protes dari para pegiat penanggulangan AIDS, epidemi yang hingga kini belum ditemukan obatnya tersebut. Salah satunya dari Koalisi AIDS Indonesia. Koalisi para LSM dan pegiat penanggulangan AIDS ini mengatakan bahwa pernyataan Gobel tersebut menyesatkan. 

“Statemen semacam ini dapat membuat masyarakat menjadi benci mereka yang hidup dengan HIV,” tulis Koalisi dalam website ODHA Berhak Sehat.

Menteri Gobel sendiri sudah mengklarifikasi. Dalam satu twitnya, dia sudah meminta maaf.  

Bagi pegiat penanggulangan AIDS, ralat Gobel tersebut belum jelas. Tidak ada pernyataan pasti untuk meralat pendapat bahwa pakaian bekas menularkan penyakit termasuk HIV.

Dalam twitnya, Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) misalnya masih menunggu koreksi lebih lanjut dari Gobel. “Kami tunggu koreksi pernyataan bapak sebelumnya mgnai penularan hiv mlalui pakaian bekas dgn pernyataan resmi di media,” tulis PKBI lewat akun Twitter @SuaraPKBI.

Dari Tifatul hingga Ribka Tjiptaning

Sambil menunggu penjelasan lebih lanjut dari Gobel terkait dengan klarifikasi tersebut, mari melihat bagaimana selama ini beberapa pejabat di Indonesia pun melakukan hal serupa, menyampaikan pernyataan salah kaprah tentang HIV dan AIDS.

Mantan Menteri Komunikasi dan Informasi Tifatul Sembiring

Menteri yang pernah menyampaikan pernyataan salah kaprah terkait AIDS adalah Tifatul Sembiring. Menteri Komunikasi dan Informasi (Menkominfo) Kabinet Indonesia Bersatu II tersebut ngetwit singkatan AIDS sebagai Akibat Itunya Dipakai Sembarang pada 29 September 2010. 

Lengkapnya kicauan Tifatul tersebut adalah:

Pernyataan menteri yang sering menuai kontroversi di dunia maya itu segera disambut beragam protes dari netizen dan media massa. Bahkan, media asing sekelas The Telegraph, Inggris pun membahasnya.

Sebagian besar kalangan penggiat penanggulangan AIDS, netizen, ataupun warga Indonesia menyesalkan pernyataan Tifatul tersebut karena dianggap melecehkan orang dengan HIV dan AIDS (ODHA).

Mantan Ketua Komisi Kesehatan Ribka Tjiptaning

Selain menteri, beberapa anggota DPR pun mengeluarkan pernyataan salah kaprah tentang HIV dan AIDS. Ribka Tjpitaning dan Wirianingsih, anggota DPR 2009-2014 silam.

Ribka, Ketua Komisi Kesehatan DPR yang juga politisi PDI Perjuangan, merespon kampanye penggunaan kondom untuk menekan laju penularan HIV dan AIDS oleh Kementerian Kesehatan. Dalam diskusi di Gedung DPR pada Juni 2012, Ribka menyatakan agar Kementerian Kesehatan lebih fokus pada pemberian informasi.

Penyebaran virus mematikan ini, kata Ribka sebagaimana ditulis Tempo, tidak hanya karena seks bebas. “Misalnya melalui tusuk gigi yang ditaruh penderita di rumah makan biar orang ketularan,” kata Ribka. 

Politisi PKS Wirianingsih

Berselang satu tahun kemudian, giliran politisi PKS Wirianingsih yang juga anggota Komisi IX mengeluarkan pernyataan yang dianggap melecehkan ODHA. 

Kompas menulis, pernyataan yang dinilai mendiskreditkan ODHA tersebut disampaikan Wirianingsih pada rapat dengar pendapat di Parlemen pada April 2013.

Pada rapat bersama Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi tersebut, politisi yang akrab dipanggil Wiwik itu sempat menyinggung soal obat gratis bagi ODHA.

“Ada penyakit seperti HIV/AIDS kok malah dapat obat gratis? Harusnya mereka ada semacam punishment (sanksi) karena kesalahan mereka sendiri tidak menerapkan pola hidup sehat,” kata Wiwik.

Tak berdosa

Empat contoh pejabat di atas memperlihatkan masih adanya pejabat penting di negeri ini yang masih salah kaprah memahami isu HIV dan AIDS.

Pertama mengenai cara penularan. Hingga saat ini, belum ada hasil penelitian yang bisa membuktikan bahwa HIV bisa menular lewat pakaian bekas seperti dikatakan Gobel, atau lewat tusuk gigi seperti pernyataan Ribka.

HIV, virus penyebab AIDS, hanya menular melalui tiga cara yaitu hubungan seks tanpa kondom, jarum suntik tidak steril, dan dari ibu positif HIV ke anaknya. 

Agar bisa menularkan, HIV memiliki prinsip ESSE, kepanjangan dari Exit, Survive, Sufficient, dan Enter. Secara sederhana bisa digambarkan melalui proses HIV keluar dari tubuh pengidapnya, bertahan hidup ketika di luar darah atau cairan mani dan dalam jumlah cukup, lalu masuk ke tubuh orang lain. 

Keringat dan tusuk gigi tidak menularkan HIV karena dia tak cukup banyak membawa HIV. Baju bekas tak bisa menularkan HIV karena virusnya sudah mati ketika baju dicuci atau dijemur. HIV tidak bisa bertahan di suhu luar tubuh.

Kedua mengenai stigma AIDS adalah Akibat Itunya Dipakai Sembarangan seperti dikatakan Tifatul dan karena itu menurut Wiwik sebaiknya diberikan sanksi.

Pengalaman saya meliput dan kadang terlibat dalam penanggulangan AIDS di Bali, makin hari stigma itu makin tidak relevan disampaikan. Pada awalnya, kasus HIV di Indonesia memang muncul di kalangan populasi berisiko tinggi. Misalnya pelaku homoseksual, pekerja seksual dan pelanggan, serta pengguna narkoba suntik (penasun).

Namun, makin hari, mereka yang tertular HIV makin mengarah ke populasi umum di luar populasi berisiko tinggi. 

Secara statistik, menurut data Kementerian Kesehatan, jumlah kasus HIV dan AIDS di Indonesia per September 2014 lalu sebanyak 55.799 kasus. Lebih dari separuh, persisnya 34.305 kasus terjadi di kalangan heteroseksual. Sisanya dari homoseksual, penasun, transfusi darah, dan tidak diketahui.

Kalangan heteroseksual tersebut banyak terjadi pada ibu-ibu rumah tangga yang hanya berhubungan seksual dengan suaminya. Mereka tak pernah berganti-ganti pasangan atau menggunakan narkoba suntik. Toh, mereka tertular dan kemudian menularkan pula pada anak-anaknya. Saya bertemu dengan ibu-ibu semacam ini di pelosok Bali seperti Buleleng, Tabanan, dan Karangasem.

Selain kepada ibu-ibu rumah tangga, penularan juga terjadi pada anak-anak. Sepuluh tahun silam, saya bertemu anak kembar di desa pelosok Bali bagian utara, Gerokgak. Mereka belum genap berusia satu tahun. Tapi, mereka sudah tertular HIV dari ibunya. Dua bayi kembar itu tak pernah melakukan apa yang disebut Tifatul sebagai “Itunya Dipakai Sembarangan”. Orang tuanya yang menularkan bayi tanpa dosa tersebut.

Tiga tahun lalu, saya bertemu anak balita yatim piatu di pedalaman Tabanan karena bapak ibunya meninggal akibat infeksi oportunistik (IO), infeksi yang menyerang para ODHA. Kini, anak laki-laki tersebut tinggal bersama kakek neneknya. Tak hanya harus menanggung virus di badan selama hidup, anak balita itu juga harus menghadapi pandangan negatif dan diskriminasi dari tetangga, pelaksana kesehatan, atau bahkan pejabat-pejabat yang tak paham tentang isu HIV dan AIDS.

Di atas kertas, secara nasional terdapat 1.647 anak bayi hingga 14 tahun yang positif HIV. Sekitar 1.200 di antaranya masih berusia balita. Di umur segitu, saya yakin mereka tak pernah melakukan perilaku berisiko tinggi. 

Seperti biasa, kasus-kasus HIV dan AIDS yang terlihat hanyalah fakta-fakta di atas permukaan. Di bawahnya masih banyak kasus tersembunyi dengan korban-korban yang tak pernah melakukan perilaku berisiko tinggi. Mereka adalah ibu rumah tangga yang tertular dari suaminya, bayi-bayi yang tertular dari ibunya, ataupun warga lain yang tertular tanpa mereka sadari.

Para ODHA semacam ini banyak dan sebagian besar berada di pelosok desa dengan akses layanan kesehatan terbatas. Mereka ada dan tak sekadar angka. –Rappler.com

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!