Calon Kapolri baru: Rekam jejak Badrodin Haiti

Rappler.com

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Calon Kapolri baru: Rekam jejak Badrodin Haiti
Badrodin diduga memiliki rekening gendut dan pernah melakukan transaksi mencurigakan yang tak sesuai dengan jabatannya.

JAKARTA, Indonesia — Usai keputusan yang diambil Presiden Joko “Jokowi” Widodo perihal kisruh antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kepolisian RI, nama Badrodin Haiti menjadi buah bibir, Rabu, 18 Februari.

Komisaris Jenderal Badrodin Haiti ditunjuk Jokowi sebagai calon Kepala Polri yang baru, setelah Jokowi membatalkan pencalonan Komjen Budi Gunawan.

(BACA: Budi Gunawan batal dilantik, Badrodin calon Kapolri baru)

“Saya bersyukur atas kepercayaan ini,” kata Badrodin usai diumumkan pencalonannya oleh Jokowi.

Menurutnya, selama ini komunikasi dengan Presiden tidak pernah membahas pencalonan Kapolri. Badrodin mengaku hanya melaporkan tugas rutinnya sebagai pelaksana tugas (plt) kapolri.

Jika dilantik dan mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Badrodin berharap konflik KPK dan Polri bisa selesai dengan segera.

Lulusan terbaik

Badrodin lahir di Jember, Jawa Timur, pada 24 Juli 1958. Ia memulai karirnya di dunia kepolisian setelah lulus sebagai lulusan terbaik Akademi Kepolisian tahun 1982 dan meraih penghargaan Adhi Makayasa.

”Harapan saya konflik antara Polri dan KPK bisa selesai dengan segera.”

Jabatan pertamanya berawal di Polda Metro Jaya sebagai danton sabhara Dit Samapta Polda Metro Jaya pada tahun 1982 dengan pangkat inspektur dua (Ipda).

Pada 1989, Badrodin menjabat kasat reskrim Polres Bekasi selama dua tahun. Di sela-sela tugasnya di Bekasi, ia ditunjuk sebagai salah satu anggota Peacekeeping Force United Nations Transitional Authority di Kamboja.

Semenjak itu, ia menjabat kepala kesatuan wilayah di berbagai daerah; kapolresta Surabaya Timur (1998-2000), kapolres Probolinggo (2000), kapoltabes Medan, Sumatera Utara (2000-2003), kapolwiltabes Semarang, Jawa Tengah (2004), kapolda Banten (2004), dan kapolda Sulawesi Tengah (2006-2008). 

Damaikan Poso?

Calon Kapolri baru pilihan Jokowi, Badrodin Haiti. Foto oleh Wikipedia

Saat menjabat sebagai kapolda Sulawesi Tengah, Badrodin menangani konflik berdarah di Poso, Sulawesi Tengah. Ia dinilai berhasil meredakan konflik Poso akibat gaya blusukan yang meninjau langsung akar permasalahan. Kisahnya ditulis dalam buku Tangan Dingin Jenderal, Poso Damai: Catatan Jurnalistik Elkana Lengkong.

Sementara itu, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menilai Badrodin miliki hutang dugaan pelanggaran HAM di Poso.

Anggota Sub-Komisi Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM, Siane Indriani, mengatakan, pada 2007 terjadi peristiwa penyerangan terhadap sekelompok masyarakat oleh anggota Polda Sulawesi Tengah dan tim Detasemen Khusus 88 Antiteror di Tanah Runtuh, Poso. 

Masyarakat yang kebetulan tengah merayakan malam takbiran diserang petugas lantaran diduga terkait jaringan teroris.

“Pada 22 Januari 2007 terjadi serangan yang menewaskan 17 orang di Tanah Runtuh akibat serangan represif,” kata Siane, seperti yang dikutip Kompas.com.

Siane berdalih, Badrodin, selaku kapolda, merupakan pihak yang bertanggung jawab dalam peristiwa penyerangan tersebut karena diduga memerintahkan 700 anggotanya untuk melakukan tindakan represif tersebut. 

Setelah bertugas di Poso, Badrodin dipercaya menjabat sebagai kapolda Sumatera Utara dengan pangkat baru, inspektur jenderal (irjen).

Selama berpangkat irjen, ia menduduki jabatan sebagai kadivkum Polri, asops kapolri, dan kepala Badan Pemeliharaan Keamanan (Kabaharkam) Mabes Polri.

Pangkat ini bertahan hingga 2013 dimana ia mendapat bintang tiga, yakni komisaris jenderal (komjen). 

Pada tahun 2014 ia dipromosikan menjadi wakil ketua Kapolri, yang sebelumnya dijabat oleh Komjen Oegroseno.

Saat mantan Kapolri Jenderal Sutarman diberhentikan oleh Jokowi, Badrodin mengambil alih posisinya sebagai plt kapolri, selagi menunggu kepastian hukum status Budi Gunawan.

Dugaan rekening gendut

Presiden Jokowi gelar konferensi pers terkait kisruh KPK vs Polri, didampingi Wapres Jusuf Kalla, Ketua KPK Abraham Samad (paling kiri) dan Plt Kapolri Badrodin Haiti (paling kanan)

Meski karirnya terlihat cemerlang di atas kertas, Badrodin dituding sebagai salah satu anggota Polri yang memiliki rekening gendut. 

Laporan majalah Tempo edisi 28 Juni 2010 mencatat Badrodin pernah membeli polis asuransi senilai Rp 1,1 miliar.

Saat menjabat sebagai kepala Kepolisian Kota Besar Medan pada 2003-2004, ia pernah menarik dana Rp 700 juta dari rekeningnya.

Sepanjang Januari 2004 hingga Juli 2005 ada setoran dana rutin sebesar Rp 50 juta per bulan ke rekeningnya. Ada pula setoran dana dari transaksi yang tidak jelas, sebesar Rp 120 juta sampai Rp 343 juta.

Transaksi-transaksi ini dinilai mencurigakan mengingat tidak sesuai dengan jabatan Badrodin yang saat itu hanya digaji sekitar Rp 22 juta.

Tempo juga menelisik harta kekayaan Badrodin yang meningkat pesat dalam kurun waktu 6 tahun terakhir. Menurut Laporan Harta Kekayaan Negara (LHKN), kekayaan Badrodin senilai Rp 8,2 miliar dan AS$4 ribu per Mei 2014. Padahal, pada 2009, kekayaanya hanya Rp 2,9 miliar dan AS$4 ribu.

Ketika ditetapkan sebagai plt kapolri bulan Januari lalu, komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Syafriadi Cut Ali, meminta dugaan rekening gendut Badrodin juga diusut.

Menurut Syafriadi, kasus rekening gendut Badrodin tak jauh beda dengan rekening gendut yang menjerat Budi Gunawan.

“Jangan seolah-seolah ada tebang pilih,” ujar Syafriadi, seperti dikutip Tempo.co.

Isu rekening gendut bermula pada tahun 2011 saat Indonesia Corruption Watch meminta Polri untuk menjelaskan soal 17 rekening yang diduga milik petinggi kepolisian. Nama Badrodin dan Budi Gunawan termasuk di dalamnya. —Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!