Bagaimana nasib mobil listrik di era Jokowi?

Uni Lubis

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Jokowi meminta agar pengembangan mobil nasional diarahkan untuk mobil perkebunan atau angkutan pedesaan

Mobil yang diproduksi Esemka Rajawali. Foto oleh Mobil Esemka/Facebook

Dalam dua pekan terakhir, sebenarnya ada berita positif dari Presiden Joko “Jokowi” Widodo. Ini menyangkut pengembangan mobil nasional. Menteri Koordinator Perekonomian Sofyan Djalil mengatakan bahwa Indonesia tidak akan memproduksi mobil seperti raksasa otomotif dunia. 

Presiden Jokowi meminta agar pengembangan mobil nasional nantinya diarahkan untuk mobil perkebunan atau angkutan pedesaan. Untuk itu, pengembangan mobil Esemka akan dijadikan model. Alasan Jokowi, tidak mungkin bersaing dengan perusahaan otomotif asal Amerika, Jepang, atau Eropa.

“Kita sudah terlambat bersaing,” ujar Sofyan, setelah rapat di Istana Kepresidenan, pada 25 Februari lalu.

Ini perkembangan positif dari keriuhan yang muncul saat Presiden berkunjung ke Malaysia, dan menyaksikan penandatangan kerjasama studi kelayakan pengembangan mobil nasional antara PT Adiperkasa Citra Lestari dengan Proton.

Nuansa yang muncul mengingatkan publik kepada kerjasama dengan produsen mobil dari Korea Selatan, KIA, di era Presiden Soeharto. Pemerintah harus memberikan banyak insentif termasuk keringanan pajak impor.

Proton adalah produsen mobil yang dikembangkan di era Perdana Menteri Malaysia Datuk Mohamad Mahathir. Proyek mobil nasional Malaysia ini kontroversial, mendapat dukungan insentif luar biasa termasuk pajak. Nyatanya, Proton dianggap gagal.

Lalu, mengapa Indonesia mengembangkan mobil nasional dengan produsen yang sedang kesulitan? Kisruh menyangkut kerjasama itu bisa dibaca di sini. 

Kembangkan mobil listrik?

Sikap Presiden Jokowi dipuji Prof. Zuhal. Mantan Ketua Komite Inovasi Nasional (KIN) di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu menganggap pengembangan Esemka untuk angkutan pedesaan sebagai kebijakan yang tepat.

“Angkutan pedesaan tidak memerlukan bentuk atau kemasan yang mewah, sebagaimana city car atau mobil kota. Yang penting mesinnya berjalan baik, harga terjangkau,” kata Zuhal.

Mantan Ketua Komite Inovasi Nasional (KIN) Prof. Zuhal di kediamannya. Foto oleh zuhal.id

Pekan ini saya menemui Zuhal di kantornya, di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Kami berbincang mengenai pengembangan mobil nasional.

“Yang harus dikembangkan Indonesia sebenarnya adalah mobil listrik. Kendalanya adalah pada penyiapan infrastruktur stasiun pengisian baterai sebagai sumber energi,” kata Zuhal.  

Rencana pengembangan mobil listrik sebenarnya sudah ada di era pemerintahan SBY. Zuhal bercerita, ketika menjadi ketua KIN, dia dipanggil Presiden SBY ditanyai soal strategi pengembangan mobil nasional.

Mobil listrik dipilih karena belum terlalu jauh untuk mengejar ketertinggalan dibanding negara lain yang sudah mengembangkan, yaitu Amerika Serikat dan Jepang. Indonesia punya keunggulan komparatif karena pasar yang besar.  

AS dan Jepang sudah mulai mengembangkan, tetapi belum mendapat waktu yang tepat untuk memasarkannya secara besar-besaran. “Handicap-nya adalah baterai lithium yang ada baru cukup untuk jarak 150 km setelah diisi seharian,” ujar Zuhal. Itu artinya untuk jarak Jakarta-Bandung pulang-pergi belum cukup.  

“Yang harus dikembangkan Indonesia sebenarnya adalah mobil listrik. Kendalanya adalah pada penyiapan infrastruktur stasiun pengisian baterai sebagai sumber energi”

Untuk Indonesia, jika baterai diisi dengan sumber daya listrik di rumah, yang menggunakan arus listrik dari PLN, muncul masalah. “Maksud pengembangan mobil listrik itu kan untuk mengurangi konsumsi energi fosil yang menjadi sumber pembangkit listrik kita. Kalau nge-charge ke listrik PLN, ya percuma,” kata Zuhal.  

Di Jepang, dikembangkan baterai lithium yang menggunakan tenaga surya. Pengembangan mobil listrik menjadi bagian dari strategi pengembangan masyarakat rendah karbon. 

Menurut Zuhal, SBY mendukung upaya pengembangan mobil listrik, dan meminta menyiapkan infrastruktur. “Mobil listrik diarahkan untuk menggantikan alat transportasi umum seperti bus dan taksi. Soalnya lebih mudah,” kata Zuhal.  

Mengingat  tujuannya untuk transportasi umum, maka kemudahan pengurangan pajak impor, termasuk pembebasan pajak untuk baterai yang menjadi “nyawa” mobil listrik bisa dilakukan, karena manfaat untuk rakyat banyak.

Percakapan dengan Zuhal mengingatkan saya pada kunjungan ke Kasai Energy Green Park di Osaka, Jepang, Oktober 2012. Saya menuliskan kunjungan itu untuk viva.co.id, ini tautannya 

Kenapa mobil listrik seakan mati? Foto oleh zuhal.id

Pihak KIN, kata Zuhal, merekomendasikan pemerintah agar menugasi sejumlah perguruan tinggi yang memiliki jurusan teknologi untuk meriset pengembangan baterai berbasis nano technology. Dengan cara ini, bisa dihasilkan baterai yang mampu menyokong jarak tempuh 500 kilometer. Mirip dengan kemampuan sebuah mobil yang diisi penuh tanki bensinnya. 

Ada 5 universitas yang ditugasi mengembangkan  kendaraan listrik demi mengurangi ketergantungan negeri terhadap bahan bakar minyak (BBM): Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Universitas Sebelas Maret, Universitas Gajah Mada (UGM), Institut Teknologi Bandung (ITB), dan Universitas Indonesia (UI). Masing-masing dikucuri dana Rp 76 miliar untuk riset ini.

Pertengahan tahun 2012, Dasep Ahmadi, seorang insinyur asal Depok, mengembangkan mobil listrik. Secara teknis mobil listrik ini punya sejumlah keunggulan. Jarak 150 km dapat ditempuh dalam sekali periode charging (4-5 jam pengisian penuh atau 30 menit dengan sistem cepat). Diperkuat baterei lithium ion 36 buah berkapasitas 21 kWh, mobil ini sangat fleksibel untuk pengisian di rumah dengan tegangan 220 V.  

Ahmadi 5.0, nama mobil listrik ini, telah diujicobakan langsung oleh Menteri Negara BUMN saat itu, Dahlan Iskan, dan ditargetkan untuk dijadikan mobil nasional dengan produksi 5.000 hingga 10.000 unit pada tahap awal.

Mobil karya Dasep Ahmadi diperhitungkan lebih ekonomis. Meski harga on-the-road Rp 200 jutaan, tapi biaya operasionalnya diprediksi cuma Rp 50-60 ribu per bulan lantaran tak memerlukan BBM. Luar biasa murah. 

Namun, itu bukanlah pil mujarab yang membuat mobil ini mampu menggeser dominasi mobil BBM. Dari sisi produksi, mobil listrik Ahmadi 5.0 ini masih harus mengandalkan 50 persen komponen impor. Padahal tarif pajak pertambahan nilai komponen tersebut mencapai 10 persen. 

Inilah salah satunya yang membuat harga mobil listrik tersebut cukup tinggi. Pertanyaannya: Apakah pemerintah siap memberikan subsidi atau insentif pajak? Zuhal menceritakan soal ini dalam tulisan di situs pribadinya di sini 

Tesla Motor juga sempat dipusingkan masalah baterai. Padahal, mobilnya cukup laris di pasaran. 

CEO Tesla Motor Elon Musk, yang ambisinya dianggap mirip dengan karakter Tony Stark di film Iron Man yang gemar menciptakan produk berteknologi tinggi dengan visi ke depan, memilih mendirikan pabrik baterai sendiri agar dia bisa terlibat langsung dalam riset. Musk adalah sarjana dalam bidang ekonomi dan fisika. Tahun lalu harga sebuah mobil listrik produksi Tesla dibandrol seharga sekitar Rp 770 juta per unit, tergolong mahal untuk ukuran angkutan kota meskipun kemasannya mewah. 

Tahun ini, Tesla Motor berencana menjual mobilnya di Indonesia, dengan harga sekitar Rp 900 juta. Mahal? Sudah pasti.  

Pada tahap pertama, mobil listrik nampaknya akan dinikmati mereka yang berkelebihan uang dan ingin mengoleksi mobil yang “beda”. Kesadaran akan gaya hidup yang ingin berkontribusi kepada lingkungan juga kian besar di kalangan masyarakat kelas menengah Indonesia. Ini juga peluang Tesla di Indonesia.  

Untuk masyakat luas, kian murahnya harga BBM dalam beberapa bulan ini, adalah disinsentif untuk mobil listrik. 

“Ya tergantung kepada kita. Pemerintah dan publik, apakah memiliki visi yang sama untuk mengurangi emisi karbon?” kata Zuhal.  

Data Gabungan Industri Kendaraan Indonesia menunjukkan semangat memproduksi mobil dengan bahan bakar fosil masih tinggi. Angkanya akan mencapai 1,25 juta di tahun 2014.  

Apakah melemahnya kurs rupiah terhadap US dolar akan menurunkan produksi dan penjualan mobil 2015? —Rappler.com

Uni Lubis adalah mantan pemimpin redaksi ANTV. Follow Twitter-nya @unilubis dan baca blog pribadinya di unilubis.com.

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!