Pameran batu giok dan akik di Aceh targetkan transaksi Rp 4m

Nurdin Hasan

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Pameran batu giok dan akik di Aceh targetkan transaksi Rp 4m
Tujuan pameran dan kontes batu cincin adalah untuk memperkenalkan batu mulia Aceh sekaligus menjadi potensi wisata baru.

BANDA ACEH, Indonesia — Sebelum ke Banda Aceh, Ahmad Ridwan menulis status di BlackBerry miliknya, “Kami datang untuk jadi yang terbaik di kontes pasar Aceh.” 

Pria berusia 31 tahun yang masih lajang itu bertekad memenangkan kontes batu cincin tingkat nasional yang digelar di Pasar Atjeh, pusat ibukota Aceh mulai esok hari, Sabtu hingga Selasa, 7 – 10 Maret 2015.

Dia mendaftarkan dua jenis batu cincin untuk berlomba dalam kontes, yaitu jenis giok neon dan nefrite. Lelaki asal Padang Sidempuan, Sumatera Utara, ini juga ikut berpartisipasi di pameran untuk menjajakan berbagai koleksi batu mulianya.

“Target saya menang kontes, karena batu cincin saya bersih dan mengkilat, terutama neon,” ujarnya optimis ketika ditemui Rappler Indonesia di lantai tiga Pasar Atjeh di sela-sela mendaftarkan kedua jenis batu koleksinya pada panitia kontes batu cincin tingkat nasional, Kamis sore, 5 Maret.

Pria yang akrab disapa Iwan itu mengaku, saat pertama datang ke Nagan Raya, Aceh bagian barat, untuk menetap pada 14 Oktober 2013, ia hanya bermodal nekat dengan sepasang baju di badan serta uang makan Rp 20.000 karena di daerah kelahirannya tak ada pekerjaan. Ia ingin mengadu nasib dengan menjadi pencari batu giok.

“Lalu, Iwan ikut warga lain mencari batu giok di daerah Gunung Singgah Mata. Iwan dapat sebongkah idocrase super ukuran kecil. Beratnya hanya 2,3 kilogram. Batu itu, Iwan asah 10 mata dan sisa bongkahan saya jual Rp 2,5 juta,” jelasnya menceritakan awal dia terjun ke dunia bisnis batu mulia.

Kemudian, Iwan menelpon seorang temannya di Jakarta untuk mengabarkan kalau ia punya mata cincin giok idocrase super. Harga yang ditetapkannya hanya Rp 200.000 per biji.

“Kawan saya itu langsung setuju dengan harga segitu. Dia tidak minta kurang,” tutur Iwan. “Kalau sekarang harga mata cincin yang pertama saya jual bisa mencapai lebih dari Rp 30 juta per biji.”

Batu-batu mulia dijualnya dalam berbagai bentuk, baik yang telah diasah menjadi mata cincin maupun bongkahan. Harganya bervariasi mulai dari Rp 1 juta hingga Rp 50 juta.

Nasib baik berpihak pada Iwan. Usahanya mencari giok membuahkan hasil sampai akhirnya dia bisa membuka gerai giok di kawasan Simpang Empat, Nagan Raya. Iwan terus mencari giok. Usai diasah menjadi mata cincin atau dalam bentuk bongkahan kecil dijualnya ke sejumlah daerah melalui teman-temannya.

Seiring perjalanan waktu, sejak beberapa bulan lalu, Iwan tidak lagi mencari giok ke gunung. Dia tinggal menunggu hasil kerja sejumlah anak buahnya “berburu” giok dan kemudian menjual ke seluruh wilayah Indonesia.

Saat ditanya prospek bisnis batu mulia, sambil tersenyum Iwan menjawab, “Mantap. Lebih dari cukup. Hasilnya tak pernah disangka.” 

Omsetnya sebulan mencapai Rp 300 juta. Iwan juga dengan bangga kini mengaku sebagai pengusaha batu mulia.

Untuk ikut kontes, Iwan mengaku tidak menggunakan nama sendiri, tetapi memakai nama orang lain. Alasannya karena ia seorang pendatang, “Jadi saya harus tahu diri.” 

“Yang penting batu saya nanti laku dijual di ajang pameran dan kalau menang hadiah untuk saja,” jelasnya, sambil tertawa bahagia.

Selain giok asal Nagan, Iwan juga menjual beberapa jenis batu dari daerah lain yang dikirim jaringannya. Batu-batu mulia yang dijualnya dalam berbagai bentuk baik yang telah diasah menjadi mata cincin maupun bongkahan. Harganya bervariasi mulai dari Rp 1 juta hingga Rp 50 juta.

Target transaksi Rp 4 miliar

 

Ahmad Ridwan, seorang pengusaha batu mulia, memperlihatkan koleksi giok jenis neon (kanan) dan nefrite (kiri). Foto oleh Nurdin Hasan/Rappler

 Ketua Gabungan Pencinta Batu Alam (GaPBA) Aceh, yang juga ketua panitia pameran dan kontes batu cincin nasional, Nasrul Sufi, mengatakan bahwa kontes dibagi dalam 19 kategori untuk kelas idocrase, chalcedony (cempaka), dan akik dengan semua jenis variannya.

Kelas idocrase yang dikonteskan adalah jenis solar, bio solar, lumut, dan neon ukuran kecil, sedang, dan besar. Untuk kelas chalcedony terdiri dari jenis sunkist, solar madu, nefrite, cempaka merah, cempaka madu, black jade, lavender, sulaiman, bacan, dan mega mendung. Sedangkan pada kelas akik mencakup batu bergambar, pancawarna, geuliga, lumut serta kategori batu unik, antik, dan langka.

Ditambahkan peserta kontes yang hingga Jumat pagi, 6 Maret, telah mencapai 500 orang dikenakan biaya pendaftaran Rp 100.000 per biji mata cincin. Para peserta akan terus bertambah karena pendaftaran dibuka hingga Sabtu siang, 7 Maret, terutama bagi peserta dari luar Aceh. 

Sedangkan, untuk peserta pameran dikenakan biaya Rp 2 juta hingga Rp 2,5 juta per stand.

“Hingga Kamis sore, telah ada enam peserta pameran dari luar Aceh yaitu Medan, Jawa Barat, Banten, Yogyakarta, Jakarta, dan Kalimantan yang mendaftar. Kalau para peserta kontes, banyak berasal dari luar Aceh,” kata Nasrul.

Pria yang telah menjadi pencinta batu mulia mulia sejak 2007 silam, memperkirakan setiap hari lebih dari 2.500 orang akan mendatangi ajang pameran batu cincin. Acara pembukaan pada Jumat petang dipimpin oleh Gubernur Aceh, Zaini Abdullah.

“Target selama lima hari acara itu akan terjadi transaksi Rp 4 miliar”

“Target kami selama lima hari acara itu akan terjadi transaksi Rp 4 miliar,” tuturnya. Alasannya demam batu giok dan akik telah menjalar seluruh komponen masyarakat mulai dari orang dewasa, perempuan, dan anak-anak dengan berbagai latar belakang sosial.

Menurut dia, tujuan pameran dan kontes batu cincin tingkat nasional adalah untuk memperkenalkan batu mulia Aceh sehingga kegiatan itu diberi tema “batu Aceh di mata dunia.”

“Dunia harus tahu bahwa batu Aceh memiliki kualitas bagus. Selain itu, ada hal baru di Aceh sebagai suvenir dan sekaligus menjadi potensi wisata baru di ujung barat Indonesia,” ujar Nasrul.

Dengan ada “ledakan” batu mulia di Aceh juga telah mengurangi angka pengangguran karena peluang bisnis giok dan akik menjalar di hampir seluruh daerah Aceh. Hampir setiap sudut kota di Aceh ada aktifitas transaksi batu giok dan akik. –Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!