Kata siapa perempuan harus berdiam di dapur terus?

Arman Dhani

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Kata siapa perempuan harus berdiam di dapur terus?

AFP

Namun adakah cara yang lebih baik mengingat Hari Perempuan Internasional selain menziarahi kiprah perempuan-perempuan perkasa dalam bidangnya?

Setiap 8 Desember, dunia memperingati Hari Perempuan Internasional. Barangkali ini adalah sebuah perayaan banal, sebuah selebrasi yang hampir tidak punya nilai apapun kecuali sekedar gimmick.

Tapi bagi beberapa orang, Hari Perempuan Internasional, atau International Women’s Day, merupakan saat dimana sekali lagi kaum perempuan diingat dan dibela hak-haknya sebagai manusia. 

Salah satu tuduhan paling keras terhadap Islam adalah budaya patriarkis yang dilekatkan pada agama ini. Meski dalam sejarah, jika kita mau sedikit saja membaca dan kritis, terdapat banyak catatan-catatan otentik sejarah yang menunjukan bahwa posisi perempuan dalam kebudayaan Islam jauh lebih progresif dan revolusioner daripada yang dituduhkan.

Tapi melakukan pledoi atas nama agama adalah seburuk-buruknya pleidoi. 

Lebih dari itu, saya percaya perempuan tidak perlu dibela kapasitasnya sebagai manusia. Mereka dalam banyak hal punya kualitas kemampuan yang jauh lebih baik daripada laki-laki. 

Namun adakah cara yang lebih baik mengingat Hari Perempuan Internasional selain menziarahi kiprah perempuan-perempuan perkasa dalam bidangnya?

“Bila wanita habiskan untuk anaknya 3 jam sedangkan kantor 8 jam, lebih layak disebut ibu ataukah karyawan?”

Tentu ini bukanlah glorifikasi. Perempuan-perempuan yang bereksistensi, bekerja, dan memperjuangkan yang diyakininya adalah hal yang wajar. Kecuali jika Anda setuju dengan Felix Siauw yang terhormat, yang berkata, “Bila wanita habiskan untuk anaknya 3 jam sedangkan kantor 8 jam, lebih layak disebut ibu ataukah karyawan?” 

Pilihannya tentu sederhana, menghargai kerja keras mereka, atau merendahkan niat baik dan totalitas mereka.

Saya kira kita bukan Felix. Saya kira kita masih berpikir bahwa perempuan-perempuan sedunia, terlepas dari profesi yang mereka pilih, layak dimuliakan. 

Misalnya Asmaa Mahfouz, seorang perempuan Muslim dari Mesir yang dianggap sebagai salah satu kaum revolusioner yang berpengaruh pada revolusi Mesir. Ia tidak takut untuk membuat video yang diedarkan melalui postingan blognya untuk melakukan kerja-kerja pembebasan di Alun-alun Tahrir. 

Sementara banyak laki-laki yang masih berpikiran pra-historis dengan mengatakan bahwa perempuan mesti di dapur dan mengurus anak. 

Asmaa Mahfouz malah menjadi salah satu figur kunci dalam Revolusi Mesir. Ia sendiri menjadi anggota penting daripada Egypt’s Coalition of the Youth of the Revolution. Sebuah capaian yang tidak mungkin diraih jika ia hanya berdiam diri di rumah dan memasak, ketika negaranya dalam bahaya.

Tentu kita akan menemukan lelaki-lelaki kerdil yang berkata bahwa perempuan yang kuat dan mandiri itu seram. Ya, kita tidak bisa menyalahkan mereka. Barangkali mereka terlalu lama hidup di gua dan masih tinggal di peradaban berburu dan meramu. Atau mungkin masih baru saja mencapai tahap evolusi serupa kera berjalan tegak. Tapi, ya, tidak apa-apa. Toh, kita mesti berterima kasih kepada kekerdilan macam ini.

“Sementara banyak laki-laki yang masih berpikiran pra-historis dengan mengatakan bahwa perempuan mesti di dapur dan mengurus anak. ”

Bayangkan jika semua perempuan mesti lemah lembut dan pendiam. Maka pahlawan besar Perang Uhud seperti Nusaybah binti Ka’ab tidak akan pernah ada. Perempuan inilah yang membawakan air untuk para pejuang di perang tersebut. Perempuan inilah yang melindungi Kanjeng Nabi Muhammad dari panah dan tombak. Perempuan inilah yang akhirnya tumbang setelah 12 luka. 

Namun ketika ia tersadar dari sakitnya yang pertama ia tanyakan adalah, “Apakah Rasul selamat?”

Saya tentu tidak sopan membandingkan Nusaybah binti Ka’ab dengan para lelaki atau ustadz-ustadz pembela khilafah. Apalah arti Nusaybah binti Ka’ab dibandingkan dengan para pejuang khilafah yang pemberani itu?

Bayangkan mereka berdiri di bawah panas matahari, membawa spanduk demokrasi adalah perusak sementara khilafah solusinya. Apalah arti Nusaybah binti Ka’ab dibanding pemberani-pemberani pembela kilafah yang bekerja di stasiun TV milik negara yang menganut sistem demokrasi?

Leila Khaled adalah seorang perempuan komunis yang pernah melakukan pembajakan pesawat untuk membebaskan tahanan Palestina. Foto oleh AFP

Waduh, jadi melenceng jauh dari pembahasan. 

Dalam rangka Hari Perempuan Internasional, baiknya kita juga mengingat Leila Khaled. Ia adalah perempuan pejuang Palestina yang tergabung dalam Front for the Liberation of Palestine (PFLP) atau al-Jabhah al-Sha`biyyah li-Tarīr Filasīn yang berhaluan komunis. 

Ya, benar. Anda tidak salah baca. Leila Khaled adalah seorang perempuan komunis yang pernah melakukan pembajakan pesawat untuk membebaskan tahanan Palestina.

Leila adalah satu dari sekian banyak perempuan-perempuan Palestina yang berjuang untuk kemerdekaan bangsanya. Ia pernah menjadi tawanan, pernah menjadi gerilyawan. Lebih dari itu, ia telah menjadi pejuang untuk kemerdekaan bangsanya. Jauh lebih dahulu daripada kebanyakan laki-laki yang bisanya hanya merendahkan keberadaan perempuan. Leila membuktikan bahwa berjuang demi keyakinan menembus batas-batas gender.

Dalam satu sajaknya yang masyur, Mahmoud Dharwish pernah menulis sajak, “This is the Palestinian wedding: Never will lover reach lover Except as martyr or fugitive”

Ia barangkali belajar tentang sajak ini dari ibu-ibu di Palestina, entah di Jalur Gaza atau di Ramallah, bahwa perempuan-perempuan ini lahir bukan sekedar untuk mengurus anak dan menanak nasi. Perempuan-perempuan Palestina adalah ibu dari dua jenis anak, martir atau syuhada. —Rappler.com

Arman Dhani adalah seorang penulis lepas. Tulisannya bergaya satire penuh sindiran. Ia saat ini aktif menulis di blognya www.kandhani.net. Follow Twitter-nya, @Arman_Dhani.

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!