16 WNI yang hijrah ke Turki

Ahmad Santoso

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

16 WNI yang hijrah ke Turki

EPA

Jusman, Ustman, Sakinah, dan Salim adalah 4 dari 16 warga Surabaya yang menghilang di Turki. Mereka dikenal sebagai warga yang ramah oleh penduduk sekitar, tapi misterius. Berikut penelusurannya.
SURABAYA, Indonesia —Kasus hilangnya 16 warga negara Indonesia di Turki yang diduga bergabung dengan Islamic State of Iraq-Syria (ISIS) membikin Walikota Tri Rismaharini pusing. Pasalnya berdasarkan penelusuran Dinas Kependudukan Surabaya, 8 orang di antaranya tercatat sebagai penduduk kota pahlawan.

Kedelapan orang itu diketahui sebagai Utsman Mahdamy, warga Kelurahan Ampel, Kecamatan Semampir; dan Salim Muhamad Attamimi, warga Kecamatan Pabean Cantikan.

Sedangkan 6 orang lainnya adalah satu keluarga yang tinggal di Kelurahan Pacar Kembang, Kecamatan Tambaksari. 

Sang kepala keluarga, Jusman Ary Sandy secara nekat memboyong istrinya, Ulin Isnuri dan 4 orang anaknya: Urayna Afra (17), Aura Kordova (9), Dayyan Akhtar (7), dan Humaira Hafshah (1). 

“Tidak benar ada 2 keluarga dari Surabaya yang berangkat ke sana. Yang benar itu hanya satu keluarga saja. Satu keluarga lainnya sudah meninggalkan Surabaya sejak Desember 2014,” kata Risma merujuk pada sosok Utsman Mahdamy.  

Ustman memang ikut menghilang bersama istrinya, Sakinah Syawie, dan anaknya yang berumur 2 tahun, Tsabitah Utsman Mahdamy. Namun istri dan anaknya itu tak terdaftar sebagai penduduk Surabaya, melainkan Surakarta.

Untuk menindaklanjuti kasus ini, Risma mengatakan akan segera membentuk tim investigasi bersama Kepolisian Resor Kota Besar Surabaya.

“Kami sudah datangi keluarga terkait, dan mereka semua membantah bahwa keluarga mereka hilang di Turki gara-gara ingin bergabung dengan ISIS,” ucapnya. 

Kepala Bagian Humas Pemkot Surabaya M. Fikser mengatakan dia hanya bisa menindaklanjuti kasus ini dengan memberikan data-data yang diminta oleh kepolisian dan Kementerian Luar Negeri saja. 

“Untuk konseling pihak keluarga pun sudah kami lakukan. Banyak dari mereka yang tak percaya dan masih yakin keluarga mereka hanya hilang saja, tak bergabung dengan ISIS,” kata Fikser lewat pesan singkat pada Rappler. 

Lalu siapakah warga Surabaya yang hilang itu?

Jusman yang nekat

Saat Rappler menghubungi kakak sepupu Jusman yang bernama Putu, ia mengaku pihak keluarga sangat syok mendengarnya. 

“Gara-gara dengar itu, Ibu Ulin (istri Jusman) jadi sakit dan tak henti-henti menangis. Dia kecewa dengan Jusman yang memboyong anak dan cucunya pergi ke Turki,” kata Putu mengawali pembicaraan melalui sambungan telepon.

Kepergian Jusman ini amatlah mendadak, keluarga tak ada yang mengetahui. “Sama sekali tidak ada kabar, ke tetangga pun tak pamit.”

“Sudah beberapa minggu ini memang mereka nggak ada kabar. Terakhir jumpa itu pas 40 hari meninggalnya bapak Ulin. Saya pikir ke luar kota, ternyata ke luar negeri. Tahu informasi ke Turki juga lewat berita di televisi,” ucap Putu yang kemudian mematikan telepon.

Tempat tinggal Jusman sangat sederhana

Jika melihat kondisi kediaman Jusman yang amat sederhana, kekagetan serupa langsung terasa. Tak akan ada yang menyangka dia mampu membiayai keluarganya pergi ke Turki.  

Rumah Jusman terletak di perkampungan, bukan perumahan, tepatnya di Jalan Kedung Sloko VII, Tambaksari, Surabaya. Rumah ini seperti rumah yang tak terawat. Kusen jendela dan pintu sudah lapuk dimakan rayap. Cat tembok pun sudah memudar hingga terlihat kerangka, semen serta batu batanya.

Tak ada tetangga yang tahu secara detail apa pekerjaan Jusman sehari-hari. Berdasarkan pengakuan tetangga kepada media, Jusman kemana-mana mengendarai motor dan sering pulang sore hari. Di pagi hari, Jusman sering mengajak anak istrinya berjalan-jalan.  

Jusman mudah bergaul tapi misterius

Jusman bukanlah sosok yang misterius. Dia kerap bersosialisasi bersama warga. “Jusman bicaranya enak, kadang guyon (bercanda), mengobrol soal agama di musholla, kadang dia jadi imam,” tutur Mudjiono pada media. 

Hal serupa juga dilakukan anak dan istrinya. Seringkali terlihat anak Jusman berlarian bermain bersama anak-anak lainnya. Demikian juga sang istri, Ulin. Jika keluar berbelanja, Ulin sering menyapa tetangga jika berpapasan. 

Ulin dikenal taat beragama. Tak hanya berjilbab, dia juga mengenakan cadar. Kain hitam lebar menjuntai selalu membalut tubuh Ulin.

“Setahu saya, keluarga itu (Jusman) memang alim. Islamnya wajar. Istrinya memang bercadar. Kemana-mana pakai jubah hitam. Saya juga tidak tahu kerjanya apa,” tambah Mudjiono.

Semuanya berjalan wajar. Hanya dalam soal urusan rumah tangga dia cenderung tertutup. Terasa dari pintu rumah yang selalu tertutup untuk para tetangga.

“Selama ini, kami tidak pernah berkunjung di rumahnya. Karena rumahnya tertutup,” jelas Mulyadi, tetangga Jusman pada media.

Jika memperhatikan pengakuan tetangga dan kondisi finansial keluarga Jusman, kesimpulan mengindikasikan bahwa Jusman adalah keluarga dengan ekonomi menengah ke bawah. 

Lantas terlalu mewah rasanya jika Jusman mampu memboyong seluruh anak istrinya untuk pergi berjalan-jalan ke Turki. Biaya transportasi ke Turki per orang sekitar US$ 2.000 atau Rp 25 juta. Untuk keberangkatan Jusman beserta anak istrinya, lelaki berumur 43 tahun meski merogoh kocek sekitar Rp 125 juta.

Ustman, saudagar kaya raya yg supel

Seiring dengan namanya yang berasal dari nama dari Ustman Bin Affan – saudagar kaya yang jadi sahabat Nabi Muhammad — Ustman Mahdamy, sosok lain yang ditengarai bergabung dengan ISIS memang adalah seorang yang berkecukupan. 

Berdasarkan informasi yang didapatkan dari data dinas kependudukan, rumah Utsman terletak di Kelurahan Ampel, Kecamatan Semampir. Saat didatangi oleh wartawan, rumah yang ditempati Ustman cukup besar dan mewah.

Meski tak ada pagar, halaman dan garasi rumah itu cukup mencolok ketimbang rumah-rumah di sekitarnya. Sayangnya, rumah ini sudah tak ditempati Ustman lagi. “Rumah ini bukan punya Utsman lagi. Sudah dibeli orang Gresik,” ungkap Harun Said Umar, Ketua RT 1/RW 2, Kelurahan Ampel. 

Bagi Harun, Utsman adalah sosok yang supel kepada tetangganya. Pekerjaannya sehari-hari adalah sebagai seorang penjual kitab di kawasan Ampel. “Kalau tidak salah dia punya percetakan keluarga di Solo-nya, sering dia cerita selalu bolak-balik Surabaya-Solo untuk urus bisnisnya itu,” ucap Harun.

Sebagai keluarga muda, Ustman dan istrinya rajin berinteraksi dengan tetangga. Sang istri, Sakinah Syawie, dan anak Tsabitah Utsman Mahdamy sering bermain di pelataran gang berguyon dengan orang sekitar. “Kalau tidak salah istrinya itu guru TK, “ ucap Harun.

Saat ini Ustman berumur 25 tahun, sedangkan sang istri, Sakinah berusia 22 tahun. Tetangga merasa tak pernah muncul rasa keberpihakan pasangan ini pada ISIS atau organisasi militan Islam lainnya. “Saya nggak percaya kalau mereka ikut ISIS,” tegas Harun.

Sakinah aktif cuit di twitter

Jika kita menelisik akun Twitter milik Sakinah Syawie lewat @kinkunkin, kita tak akan menemukan cuitan-cuitan yang radikal. Di media sosial, perempuan yang menghabiskan masa mudanya di Bali ini berperilaku seperti perempuan biasanya.

Bahkan dalam beberapa cuitannya dia tak segan untuk membicarakan soal keduniawian, mulai dari pacaran, hiburan, hingga kepenatan bekerja. 

Dari 209 tweet yang dia lontarkan, hanya satu tweet saja yang menyinggung soal kejadian yang terjadi di Suriah. Dari 75 akun Twitter yang dia ikuti, tak satupun akun yang berafiliasi atau mendukung ISIS. 

Salim yang tak ucapkan salam

Salim Muhammad Attamimi pergi ke Turki tanpa salam. Dia meninggalkan keluarganya dalam kebimbangan. Bagaimana tidak, sebelum dia menghilang, Salim pamit akan pergi bermain dengan temannya, tapi hingga kini dia belum kembali.

“Yang saya ingat, Salim hanya pamitan ingin pergi keluar. Nggak kasih tahu mau kemana. Entah keluar kota, entah ke keluar negeri. Dia memang sudah biasa pergi-pergian biasanya tiga atau empat hari, dia memang hobi fotografi sama naik gunung,” ucap Saidah Attamimi, kakak Salim, kepada wartawan. 

Sampai sekarang Saidah tak percaya jika adiknya itu bergabung bersama ISIS. Dalam kesehariannya, Islam yang Salim anut cenderung moderat dan tak esktrem, maupun fanatik.

“Selama ini ya normal-normal saja, berdebat soal agama di rumah juga nggak pernah. Hanya dia suka kesal dan negur kalau saya keluar rumah nggak pakai (jilbab),” ujarnya.

Sebelum pergi, Salim memang sempat mengucap salam pada sang Ibu, namun Salim hanya minta izin untuk pergi bermain sebentar bersama temannya.

“Setelah 3 hari tak ada kabar saya telepon dia ternyata nggak aktif, kami pikir nggak ada sinyal dan dia lagi di gunung,” tuturnya.

Keluarga benar-benar yakin Salim menghilang saat petugas Kementerian Luar Negeri datang memberi kabar. Alangkah terkejutnya Saidah saat Salim diketahui hilang. Dan hilangnya bukan di gunung, tapi di Turki. Sebuah tempat yang tak pernah Salim ucap di depan keluarga. 

Lalu apa sebenarnya tujuan mereka ke Turki? Bergabung dengan ISIS? —Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!