Menguji jurus Jokowi redam terpuruknya rupiah

Uni Lubis

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Menguji jurus Jokowi redam terpuruknya rupiah

EPA

Pemerintah luncurkan 8 paket kebijakan meredam melemahnya rupiah. Otoritas Jasa Keuangan ingatkan perbankan agar tidak panik. Lampu kuning defisit transaksi berjalan

“Kalau nilai  kurs dolar AS terhadap Rupiah mencapai Rp 15.000 per dolar, bagaimana nasib nelayan kita memikul beban demikian besar? Mau makan apa untuk keluarga?” kata Susi Pudjiastuti.  

Susi, Menteri Kelautan dan Perikanan di kabinet Presiden Joko “Jokowi” Widodo, mengatakan hal ini  saat berdialog dengan nelayan di Desa Sigam, Kotabaru, Kalimantan Selatan, 14 Desember 2014.  

Konteks dialog tersebut adalah fakta bahwa setiap tahun Indonesia masih mengimpor pakan ikan tawar senilai Rp 79 triliun, atau 70% dari kebutuhan pakan ikan.  Untuk pakan udang, impornya mencapai 90% dari kebutuhan. Nilai tukar rupiah terhadap dolar jelas berpengaruh terhadap sektor perikanan.

Banyak sektor terkena imbas

Belum lagi bicara sektor manufaktur, otomotif dan elektronik.  Menurut komisaris utama PT Garuda Indonesia Jusman S Djamal, yang pernah menjadi presiden direktur PT Dirgantara Indonesia, separuh dari 3000-an komponen mobil masih diimpor.  

Utang korporasi, swasta maupun BUMN  yang dibuat 2-3 tahun lalu ketika nilai tukar masih di angka Rp 9.000-an bakal jatuh tempo tahun ini, dan angkanya membengkak hampir 50% karena terpuruknya rupiah. Belum lagi jika pajaknya harus dibayar dalam dolar AS. 

“Pusing direkturnya,” demikian Jusman, dalam tulisannya berjudul Rupiah Melemah, Mengapa Kita Tertawa.

Ada yang menganalisa, pemerintah terkesan membiarkan pelemahan rupiah terjadi untuk mendorong sektor manufaktur dalam negeri dan juga mengerem impor bahan baku untuk non produksi.  Seberapa besar kemampuan pemerintah Jokowi mengelola kepercayaan ekonomi di tengah surutnya kepercayaan di bidang politik dan penegakan hukum? Itu pertanyaan besarnya.

Peringatan dini OJK

Kamis, 12 Maret 2015, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan bahwa jika pelemahan nilai tukar rupiah mencapai level Rp 15.000 per dolar AS, akan menghantam permodalan 5 bank.  Sebuah peringatan dini.  

Kita tidak ingin terjadi problem perbankan yang sistemik sehingga harus mengulang kejadian November 2008, di mana bailout yang diberikan pemerintah terhadap Bank Century menyedot duit senilai Rp 6,7 triliun.  Kasus hukumnya masih berlangsung sampai kini.

Deputi Komisioner Pengawasan Perbankan OJK Irwan Lubis mengatakan  pihaknya melakukan stress test atas kondisi perbankan, berkaitan dengan terus melorotnya nilai tukar rupiah yang pekan ini sempat menyentuh Rp 13.200 per dolar AS. OJK, kata Irwan Lubis, sudah memanggil bank-bank yang berpotensi dibekap masalah jika nilai rupiah terus terdepresiasi.  

“Kalau rupiahnya Rp 14.000 per dollar AS, bank-bank di sini masih oke,” kata Irwan dalam jumpa pers OJK.

Capital Adequacy Ratio (CAR) atau rasio kecukupan modal perbankan hingga akhir Januari 2015 tercatat sebesar 21,01 %, naik dibandingkan Desember 2014 yang mencapai 19,57%.

Jumat pagi, 13 Maret, OJK mengumpulkan sejumlah bank besar.  Seorang pimpinan bank swasta yang saya kontak mengatakan bahwa OJK menjelaskan mengenai situasi ekonomi global, termasuk di AS dan Eropa, juga pengaruhnya bagi Indonesia. 

Tidak lupa perbankan diingatkan untuk mencermati perkembangan nilai tukar. “Situasinya memang sensitif. Kami diminta untuk tidak panik,” ujar bankir ini.

Investor mencemaskan posisi defisit transaksi

Kamis sore, 12 Maret, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro memanggil sejumlah ekonom termasuk dari kalangan perbankan. Dalam pertemuan yang berlangsung sekitar 2,5 jam itu menteri keuangan menjelaskan perkembangan situasi ekonomi dan moneter termasuk loyonya mata uang rupiah terhadap dolar AS.

“Pak Menkeu memaparkan bahwa investor mencemaskan posisi defisit transaksi berjalan Indonesia.  Dibandingkan dengan negara sekitar, PR kita, current account deficit  kita tergolong paling tinggi, yakni 3% dari produk domestik bruto (PDB).  Negara di sekitar kita  rata-rata 2%.  India sesudah perbaikan kebijakan mencapai angka 1,6%. Posisi kita paling jelek,” kata ekonom BNI Ryan Kiryanto. Dia hadir dalam pertemuan itu. Saya mengontak Ryan Jumat pagi.

Ibarat tubuh manusia,  makin tinggi persentase defisit transaksi berjalan terhadap PDB, menunjukkan makin tinggi kolesterol jahat dalam perekonomian sebuah negara.  Itu berarti impor kita masih tergolong tinggi, dan celakanya masih banyak impor barang konsumtif. 

Ironisnya, problem membengkaknya defisit transaksi berjalan ini sudah terjadi sejak 12 bulan lalu.  Tapi, tak ada yang peduli untuk menangani secara serius.  

Saya menduga karena sejak Maret 2014, Indonesia dan kabinet Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sudah masuk dalam hiruk-pikuk kampanye pemilu.  Pekerjaan sudah tidak fokus.  Koordinasi melemah. SBY menjadi lame duck president, karena tidak bisa dipilih lagi.  

Penyebab defisit transaksi berjalan

Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro. Sumber Wikipedia Penyebab defisit transaksi berjalan itu adalah impor bahan bakar minyak  (BBM).  Harga minyak dunia memang cenderung turun sejak tahun lalu,  namun impor yang kita lakukan masih menggunakan harga lama.  

 Selain itu, neraca perdagangan jasa juga negatif.  Satu-satunya yang positif  hanya neraca jasa bidang pariwisata.  Diantara sektor jasa yang neraca  perdagangannya defisit, antara lain jasa perkapalan, pelayaran, perbankan,  asuransi ekspor.

 Bambang yang menjabat wakil menteri keuangan di kabinet SBY mengatakan  tahun lalu bahwa banyak aktivitas kapal yang masih berbendera asing.  Industri keuangan seperti sektor asuransi banyak menggunakan reasuransi asing.  

“Praktik-praktik ini membuat devisi kita keluar,” ujar Bambang.

Penyebab lain adalah gaji yang dibayarkan untuk pekerja asing yang bekerja di Indonesia lebih banyak dibandingkan dengan gaji pekerja Indonesia yang bekerja di luar negeri. 

Surplus di sektor jasa pariwisata terjadi karena jumlah turis kita yang berbelanja di luar negeri lebih sedikit ketimbang turis asing yang berbelanja di Indonesia. Ini kembali dibahas dalam pertemuan antara Bambang dan para ekonom perbankan.

 

Rentang pergerakan rupiah yang wajar

Peserta FGD Bank Indonesia mengatakan BI membuat rentang lebar untuk menentukan tingkat nilai tukar rupiah yang dianggap aman. Foto oleh EPA

Sambil menikmati sajian kue jajan pasar, peserta rapat dengan menteri keuangan Kamis sore lalu, mempertanyakan beragam hal, termasuk kepada Deputi Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo.  Misalnya, ada yang menanyakan soal posisi BI dalam fenomena terus melorotnya nilai rupiah terhadap dolar AS.

Februari lalu sebenarnya BI juga mengundang sejumlah ekonom dalam focus group discussion (FGD) soal nilai tukar.  Peserta mendapat  kesan bahwa BI membuat rentang cukup lebar untuk menentukan tingkat nilai tukar yang dianggap aman, yaitu batas bawah dan atas 5% dari asumsi nilai tukar yang dipatok dalam APBN 2015, yaitu Rp 12.500.  Artinya, sepanjang nilai tukar  dolar AS dalam kisaran  Rp 12.000 sampai Rp 13.250, menurut BI masih wajar.

Bagaimana nasib APBN jika rupiah melorot terus melampaui angka Rp 13.250 itu?  Ini yang akhirnya memicu kekhawatiran.  

Respon santai gubernur BI, Menteri Koordinator Perekonomian Sofyan Djalil, sampai sikap Wakil Presiden Jusuf Kalla yang lebih melihat keuntungan melemahnya rupiah bagi eksportir, berlawanan dengan suasana kebatinan di kalangan pengelola moneter, juga ekonomi.  Itu ditunjukkan dengan FGD, bahkan pertemuan konsolidasi hari-hari ini.

“Investor bersikap wait and see, karena belum melihat apa solusi yang ditawarkan pemerintah.  Dari sisi Bank Indonesia, dalam dua pekan ini mereka sudah menginjeksi pasar sekitar Rp 2 triliun untuk meredam melorotnya nilai rupiah.  BI sudah menurunkan BI rate juga,” kata Ryan.  

Cadangan devisa di BI saat ini senilai US$ 115,5 miliar. Aman untuk asumsi rentang pergerakan rupiah di atas.

Jumat kemarin rupiah diperdagangkan di angka Rp  13.198 per dolar AS, turun 0,11%.  Permintaan dolar masih tinggi, kebanyakan berasal dari korporasi yang  mengantisipasi kemerosotan Rupiah. 

Cadangan dolar diperlukan untuk pembayaran utang yang jatuh tempo dan pembelian bahan baku, minimal untuk jangka menengah. April-Mei diperkirakan sejumlah utang luar negeri korporasi swasta jatuh tempo.

Ekonom Bank Danamon Indonesia Anton Hendranata mengingatkan imbas terpuruknya rupiah ke pasar saham dan obligasi. Dalam artikelnya yang dimuat di Harian Kompas, 13 Maret, Anton mencermati fenomena depresiasi rupiah yang unik kali ini.  

Harga saham dan obligasi pemerintah menunjukkan kinerja positif, tapi rupiah melorot.  Umumnya, tulis Anton, ketika rupiah terpuruk, diikuti rontoknya harga saham dan obligasi.  

Jangan anggap remeh

Anton juga hadir dalam pertemuan dengan menteri keuangan. Menurutnya, jika penurunan rupiah tak bisa diredam, ujungnya akan menghantam pasar saham dan obligasi.  Perbankan akan terkena dampak, begitu juga perekonomian Indonesia.  

“Yang menyedihkan lagi adalah rupiah juga melemah terhadap semua mata uang negara lain di Asia sampai saat ini.  Fenomena krisis ekonomi dunia 2008,” demikian Anton.

Pesannya jelas.  Otoritas moneter, dan terutama pemerintah selaku pengelola fiskal tidak boleh menganggap remeh pelemahan rupiah, meskipun dengan alasan menguntungkan eksportir.  

Saya ingat ucapan Pak JK saat menjabat wapres di tahun 2008, ketika dunia dilanda krisis finansial dan Indonesia masih bisa mencapai pertumbuhan ekonomi positif.  Itu karena ekspor tidak banyak. Ketika negara tujuan ekspor melemah, permintaan domestik justru menjaga tingkat pertumbuhan ekonomi.

Banyak yang menilai pemerintah agak lambat merespon melemahnya rupiah. Presiden Jokowi bahkan beralasan bahwa rupiah melemah karena dolar AS “pulang kandang”, banyak ditarik kembali ke negeri Paman Sam yang ekonominya tengah membaik.  

Ada lagi alasan faktor situasi di Yunani, Tiongkok, bahkan yang terbaru, Rusia. Petinggi negeri menggunakan faktor eksternal sebagai pembenaran terpuruknya rupiah. Padahal, sebagaimana diakui menteri keuangan, ada penyakit  kronis yang menggerogoti ekonomi kita, yaitu defisit transaksi berjalan.  

Konvensi internasional menyatakan jika defisit lebih dari 3% terhadap PDB, itu artinya lampu kuning.  Bisa saja pemerintah merasa nyaman dengan kisaran defisit 2,5-3% dengan catatan yang diimpor adalah barang modal untuk membangun infrastruktur misalnya.  Tapi, siapa menjamin bahwa kelonggaran ini tidak membuka pintu terjerumus  ke lobang yang lebih dalam?

Delapan jurus Jokowi

Pemerintah dinilai menanggap remeh melemahnya rupiah. Foto oleh EPA

Jumat pekan ini sebenarnya pemerintahan Jokowi berjanji akan umumkan solusi melemahnya nilai tukar.  Tapi Sofyan mengatakan akhirnya Jokowi menunda pengumuman ke pekan depan setelah rapat kabinet Senin.  

Alasannya, ada sejumlah peraturan yang perlu disiapkan, termasuk keputusan presiden dan peraturan pemerintah untuk mendukung implementasi solusi.  Yang sudah diumumkan adalah 8 Paket Kebijakan Pemerintahan Presiden Jokowi untuk meredam melorotnya nilai rupiah.

Ada rencana pembebasan visa bagi wisatawan dari 4  negara, yakni Tiongkok, Korea Selatan, Rusia dan Jepang.  Kebijakan ini diharapkan mendorong masuknya devisa ke pundi-pundi negara. 

“Akan terus dilakukan studi untuk menambah lagi jumlah negara yang akan diberikan bebas visa, agar menambah devisa,” kata Sofyan.

Apa saja 8 Paket Kebijakan solusi meredam melorotnya nilai rupiah yang disiapkan oleh pemerintah?  Hal ini juga dijelaskan Bambang dalam pertemuan dengan ekonom dan analis perbankan, yaitu:

1. Pemerintah akan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan terkait pengenaan bea masuk anti-dumping dan bea masuk pengamanan sementara untuk produk impor yang terindikasi dumping.

2. Pemerintah akan memberikan insentif pajak bagi perusahaan Indonesia yang produknya minimal ditujukan 30% untuk pasar ekspor.  Yang paling siap antara lain mebel, tekstil dan alas kaki. Sektor ini juga menyerap banyak tenaga kerja.

3. Finalisasi Peraturan Pemerintah untuk galangan kapal nasional, mereka tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

4. Impor minyak dan bahan bakar minyak dikurangi dengan memberikan insentif meningkatkan komponen bahan bakar nabati dalam BBM Solar menjadi 15-20%.

5. Pemerintah siapkan insentif pajak bagi perusahaan asing yang berinvestasi di Indonesia dan tidak mengirimkan dividen tahunan sebesar 100% ke perusahaan induk negara asal.

6. Kementerian Keuangan, Kementerian Perhubungan dan Asosiasi Pemilik Kapal Nasional Indonesia (INSA) akan menentukan formulasi pembayaran pajak pemilik atau perusahaan pelayaran asing

7. Pemerintah akan mendorong BUMN membentuk reasuransi sehingga tidak perlu reasuransi ke perusahaan luar negeri

8. Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia akan mendorong dan memaksa proses transaksi di Indonesia menggunakan mata uang rupiah.

Menurut Ryan mengutip Bambang, insentif pengurangan pajak akan diberlakukan paling lambat awal April tahun ini.  Penegakan hukum atas berlakunya UU  No 7/2011 tentang kewajiban menggunakan mata uang rupiah dalam transaksi di wilayah Republik Indonesia, diakui ada kendala, yakni sifatnya yang delik aduan.

Kalangan ekonom juga mempertanyakan rencana pemerintah menggenjot perolehan pajak di saat ketidakpastian nilai tukar.  Dalam pertemuan Kamis lalu menkeu mengungkapkan rencana ekstensifikasi pajak untuk mencapai target tambahan Rp 300 triliun. 

Yang diincar termasuk profesi yang selama ini dianggap lebih ke personal, bukan korporasi.  Profesi yang disebut antara lain profesi artis termasuk beragam profesi di dunia hiburan seperti aktor dan aktris.  

“Pokoknya yang selama ini dianggap belum dikenai pajak secara konsisten akan dikenai,” ujar Ryan.  

Ampuh tidaknya jurus Jokowi sangat bergantung kepada konsistensi implementasi.  Satu hal yang pasti, sikap menganggap remeh pasti bukan bagian dari solusi.  

Tahun lalu, Menteri Susi meramalkan nilai tukar bakal menyentuh Rp 13.000 per dolar AS.  Saat itu, November 2014, nilainya Rp 12.599.  Susi berbicara soal betapa bahan jaring nelayan yang digunakan untuk melaut pun  masih harus diimpor.  Minggu ini ramalan Susi terbukti.

Belum lagi bicara terpuruknya rupiah atas impor bahan pangan, semisal kedelai dan tepung terigu. Penjual sudah mulai menjerit.  

Kita tengah menguji kesaktian jurus solusi Jokowi agar rupiah tidak terseok menyentuh  angka Rp 15.000. Jika itu terjadi, Jokowi harus menjawab pertanyaan Menteri Susi sebagaimana di awal tulisan ini.  Mimpi buruk juga menghantui perbankan kita.  Semoga cuma mimpi. — Rappler.com

 

 Uni Lubis, mantan pemimpin redaksi ANTV, nge-blog tentang 100 Hari  Pemerintahan Jokowi. Follow Twitter-nya @unilubis dan baca blog pribadinya  di unilubis.com.




.

 

 

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!