Sungai di Surabaya tercemar pil KB hingga pembalut

Kartika Ikawati

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Sungai di Surabaya tercemar pil KB hingga pembalut
Anak-anak di Surabaya menderita kanker dan sindrom lambat belajar yang diduga kuat akibat pencemaran sungai oleh bahan kimia dari limbah industri, popok bayi, dan pil kontrasepsi.

 

SURABAYA, Indonesia — Setiap tahunnya Indonesia mengalami kerugian sekitar Rp 45 triliun akibat pencemaran air. Angka kerugian itu, yang dilaporkan oleh Asian Development Bank pada 2008, berasal dari biaya kesehatan, biaya penyediaan air bersih, hilangnya waktu produktif, citra buruk pariwisata, dan tingginya angka kematian bayi. 

Permasalahan kesehatan akibat pencemaran sungai itu masih dialami kota-kota besar di Indonesia yang dilintasi sungai seperti Surabaya. Riska Darmawanti, Koordinator Sekretariat Indowatercop, jaringan lembaga swadaya masyarakat yang terlibat dalam pengelolaan sumber daya air secara nasional, mengatakan pencemaran air di Surabaya itu disebabkan karena limbah industri dan rumah tangga yang dibuang ke sungai.

“Kalau daerah hulu didominasi oleh industri, tetapi di hilir didominasi oleh limbah domestik (rumah tangga),” ujar Riska Minggu, 22 Maret 2015, bertepatan dengan Hari Air Dunia. “Di hilir kan mayoritas tata guna lahan adalah pemukiman, tetapi kalau di daerah hulu ya banyak didirikan pabrik.” 

Masing-masing limbah membawa racunnya sendiri. Limbah domestik membawa logam berat yang biasanya berasal dari tinja dan urine. Logam berat itu misalnya terkandung pada sebuah senyawa bernama estrogenik, banyak ditemukan dari pil kontrasepsi yang terbuang bersama urine.

Limbah plastik juga banyak mengandung Bisphenol A (BPA) yang dapat menyebabkan kanker. Ada juga limbah berupa popok bayi dan pembalut wanita, yang mengandung berbagai bahan kimia berbahaya. 

Sementara limbah industri banyak disumbang pabrik-pabrik yang membuang limbahnya ke sungai. Menurut Riska, industri kertas menjadi penyumbang terbesar pencemaran limbah di sungai Surabaya.

Untuk mengolah kertas, biasanya melalui proses bleaching atau pemutihan. Limbah yang dihasilkan dari proses ini mengandung logam berat dan juga senyawa estrogenik.

Permasalahan utamanya, 96% bahan baku PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum) Surabaya, diambil dari sungai. Apa saja akibatnya jika sungai itu telah tercemar?

 

Pencemaran air menyebabkan ikan mandul, kanker dan sindrom lambat belajar 

 Limbah pabrik kertas paling banyak menyumbang pencemaran di sungai-sungai di Surabaya. Foto oleh Ecogolical Observation and Wetlands Conservasi (Ecoton)

Untuk mengetahui tingkat pencemaran di sungai, dapat dilihat dari kondisi ikan yang mendiaminya. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ecological Observation and Wetlands Conservation (Ecoton) menyebutkan banyak ikan di hilir kali Surabaya ditemukan mandul. 

Prigi Arisandi, Ketua Ecoton mengatakan 85% ikan ditemukan berjenis kelamin perempuan dan interseksual (kelamin ganda). Kata Prigi, hal itu terjadi karena ikan-ikan tersebut terkena dampak bahan kimia dari popok bayi dan pembalut wanita yang dibuang ke sungai. 

Sementara itu Riska yang juga peneliti di Ecoton mengatakan, tak hanya popok dan pembalut yang menyebabkan ikan mandul, tapi juga senyawa estrogenik yang terkandung di pil kontrasepsi. 

“Kebanyakan ibu-ibu itu meminum Pil KB. Sayangnya kalau meminum Pil KB itu ikut terbuang ke urine. Hanya 30%  yang terserap oleh tubuh, 70% sisanya itu akhirnya bisa menyebabkan ikan mandul. Selama ini tidak ada intalasi pengolahan limbah rumah tangga, kebanyakan limbah langsung terbuang ke sungai,” jelas Riska.

Menurut Ecoton, ada 7.000 rumah di sepanjang bantaran sungai di Surabaya dan banyak di antara mereka yang membuang hajatnya ke sungai. Diperkirakan ada 70 ton kotoran manusia yang dibuang ke sungai, baik itu dibuang secara langsung, maupun yang terbuang melalui saluran tangki septik.

Selain permasalahan ikan mandul, pencemaran air di sungai Surabaya ini diduga juga menjadi penyebab penyakit kanker, terutama yang menyerang anak-anak. Data dari Rumah Sakit Umum Daerah Dr Soetomo Surabaya menunjukan 2-4 % penduduk anak-anak berusia 0-18 tahun mengidap kanker. Mayoritas mereka tinggal di bantaran sungai.

Selain masalah genetik dan virus, faktor dominan penyebab kanker adalah lingkungan dan bahan kimia. Laporan yang diterbitkan Harian Kompas 23 Oktober 2003 menyebutkan bahwa Daerah Aliran Sungai (DAS) yang menjadi tempat tinggal pengidap kanker sudah terkontaminasi, baik oleh limbah industri, rumah tangga maupun persawahan.

Tak hanya kanker, ditengarai pencemaran air juga menyebabkan beberapa anak di Kenjeran, daerah hilir sungai di Surabaya, mengidap slow-learner syndrome  atau sindrom lambat belajar. 

“Beberapa adik-adik kita di Kenjeran sekarang mengalami sindrom lambat menerima pelajaran. Sistem imunitas anak-anak memang masih belum terbentuk sempurna ya. Apalagi kalau mereka mainnya di sungai, limbah-limbah di sungai akan menempel dan menumpuk, ini yang menyebabkan mereka lambat belajar,” tutur Riska.

 

Dibutuhkan peran aktif masyarakat

Anak-anak di bantaran sungai di Surabaya, Jawa Timur, gemar mandi di kali. Foto oleh Ecological Observation and Wetlands Conservation (Ecoton)

Dalam permasalahan pencemaran air, Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Komunal, menjadi hal yang penting. IPAL Komunal ini menggantikan fungsi tangki septik, sebagai penampung sekaligus pengolah air limbah di kawasan bantaran sungai. 

Menurut Riska, Badan Lingkungan Hidup (BLH) Provinsi Jawa Timur sudah membangun beberapa IPAL Komunal di beberapa kawasan. Namun pembangunan IPAL ini terkendala oleh biaya yang mencapai Rp 500 juta per unit.

Untuk itulah diperlukan peran aktif masyarakat, terutama dari para ibu rumah tangga yang masih sering membuang popok bayi dan pembalut wanita di sungai. 

“Kebanyakan ibu-ibu membuang popok di sungai itu karena adanya mitos yang melarang membakar popok. Katanya kalau membakar popok menyebabkan bayi suleten atau muncul bintik merah berair pada kulit. Itu jadi alasan mereka membuang popok ke sungai,” kata Riska.

Perempuan yang sudah 7 tahun melakukan penelitian tentang pencemaran sungai ini, menyarankan masyarakat Surabaya mencontohkan Komunitas Peduli Ciliwung (KPC). Setiap minggu, KPC memulung sampah di Sungai Ciliwung dan mengajak masyarakat terlibat aktif dalam pengelolaan sampah.

KPC juga punya lomba memulung sampah di Ciliwung yang diadakan setahun sekali. Pada 2013, KPC Bogor memperoleh penghargaan Museum Rekor Indonesia (MURI) atas rekor “Lomba Memulung Sampah Sungai oleh Peserta Terbanyak”. 

Lalu bagaimana dengan Surabaya?

Menurut Riska, sebenarnya sudah ada beberapa masyarakat Surabaya yang aktif dan peduli terhadap pencemaran sungai. Sayangnya, aktivitas bersih-bersih kali Surabaya tidak rutin dan sebatas seremonial.

Bagaimana dengan kamu? Sudah peduli dengan kebersihan sungaimu? —Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!