Belajar dari kecelakaan pesawat Germanwings: Ketika pilot sengaja bunuh diri

Uni Lubis

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Belajar dari kecelakaan pesawat Germanwings: Ketika pilot sengaja bunuh diri

AFP

Sebelum kecelakaan yang menimpa Germanwings, sejumlah kecelakaan pesawat menunjukkan indikasi pilot atau ko-pilot menjadi penyebab. Faktor kesehatan hingga utang mendorong tindakan yang tragis.

Musibah pesawat Germanwings yang luluh lantak di Pegunungan Alpen, di kawasan Prancis, betul-betul memilukan. Tak terbayang betapa sedihnya orang tua 16 murid kelas 10 Sekolah Menengah Atas Joseph-Koenig-Gymnasium, di Kota Haltern am See, sekitar 50 kilometer sebelah utara Kota Dusseldorf, tujuan akhir pesawat naas itu.

Mereka baru usai selama sepekan mengikuti pendalaman Bahasa Spanyol di Institut Giola di Llinars del Valles, dekat Barcelona. “Inilah sejarah terburuk bagi kota ini,” kata Walikota Haltern am See, Bodo Klimpel, sambil terisak. 

Jatuhnya pesawat Germangwings dengan nomor penerbangan 4U 9525 menimbulkan korban 150 jiwa, termasuk dua pilot dan seorang ko-pilot. Penyelidikan atas rekaman dari kotak hitam yang telah ditemukan, menimbulkan fakta yang mengejutkan. Kemungkinan besar ko-pilot secara sengaja menabrakkan pesawat itu ke pegunungan, dan membawa 149 penumpang dan awak pesawat lainnya menemui maut. 

Sorotan kini ditujukan pada ko-pilot Andreas Lubitz. Pemuda berusia 28 tahun ini diduga kuat di balik musibah yang mengenaskan itu. Sebagaimana kita baca di berbagai media, Lubitz ternyata tengah terganggu kesehatannya tatkala ia terbang. Ia juga pernah mengatakan kepada pacarnya bahwa kematiannya akan dikenang orang. Ia juga sudah dinyatakan tak layak jadi pilot karena gangguan penglihatan.

(BACA: Germanwings 4U 9525 co-pilot: Who was Andreas Lubitz?)

Bila benar itu yang terjadi, yang paling terkena dampaknya adalah Lufthansa, perusahaan penerbangan dari Jerman yang reputasinya sudah mendunia itu. Lufthansa, perusahaan yang berdiri pada 1953 ini mengalami kecelakaan naas terakhir pada 1993. Pada 14 September 1993, sebuah Airbus A320-200 dengan kode penerbangan 2904, tergelincir di bandar udara Okecie, Warsawa, melewati landasan, hingga menabrak pagar. Seorang penumpang dan ko-pilot meninggal. 

Germanwings adalah anak usaha Lufthansa yang beroperasi sebagai penerbangan berbiaya murah dan dikenal memiliki rekam jejak keselamatan penerbangan yang baik.

Hampir 22 tahun kemudian, grup Lufthansa kembali  ditimpa tragedi. Kali ini  kasusnya  lebih fatal: ko-pilot Germanwings diduga kuat sengaja bunuh diri, menabrakkan pesawatnya ke Gunung Alpen. Masih menjadi misteri bagaimana mungkin Lubitz lolos menjadi ko-pilot sebuah perusahaan penerbangan raksasa seperti Lutfhansa.

Badan dan puing pesawat Germanwings yang terjatuh setelah menabrak pegunungan Alpen 24 Maret 2015. Foto oleh EPA

Di dunia penerbangan, kecelakaan akibat kesengajaan pilot merupakan hal yang jarang terjadi. Kurang dari 1% dari musibah terjadi akibat kesengajaan. 

Kantor berita CNN menyebutkan, paling tidak ada 7 kecelakaan yang terjadi akibat niat pilotnya. 

1. Mozambique Airlines penerbangan 470 (29 November 2013)

Kecelakaan ini menewaskan 27 penumpang dan enam kru, setelah pesawat menabrak taman bermain Bwabwata, di timur laut Namibia. Pesawat mulai  meluncur dari ketinggian 38.000 kaki, dan turun dengan cepat. Pesawat itu dalam rute penerbangan dari Maputo (Mozambique) ke Angola.

Menurut Jaringan Keselamatan Penerbangan (Aviation Safety Network), kecelakaan itu terjadi ketika ko-pilot meninggalkan kokpit untuk pergi ke toilet. Kapten kemudian mengubah setelan ketinggian menjadi turun dengan cepat. Penyelidik di kecelakaan ini menemukan suara rekaman di kokpit yang menunjukkan suara yang menggedor pintu kokpit. Sampai sekarang masih belum jelas motif bunuh diri sang pilot.

Aviation Safety Network merupakan sumber informasi yang mengumpulkan data kecelakaan pesawat di seluruh dunia.

2. Air Botswana (11 Oktober 1999)

Kecelakaan yang terjadi tidak hanya menimpa pesawat komersial. Menurut Aviation Safety Network, pilot Air Botswana, Chris Phatswe, sudah dinyatakan tidak layak terbang karena alasan kesehatan. Dia masuk ke dalam pesawat dan kemudian lepas landas. Begitu lepas landas, pilot berputar-putar di udara sambil mengajukan beberapa permintaan, termasuk ingin bicara ke wakil presiden. 

Usaha untuk membujuk si pilot dilakukan. Tetapi ia menolak. Ia bilang, ia ingin menabrakkan pesawatnya ke pesawat lain. Itulah yang ia lakukan: Ia menabrakkan pesawatnya ke pesawat yang tengah diparkir di landasan. Phatswe menjadi satu-satunya korban di kecelakaan ini.

3. Silk Air Penerbangan 185 (19 Desember 1997)

Silk Air penerbangan 185 dalam perjalanan dari Jakarta ke Singapura tiba-tiba turun tajam dari ketinggian 35.000 kaki hingga terjatuh. Semua 104 penumpangnya tewas.

Laporan awal mengindikasikan bahwa sang pilot memang ingin bunuh diri. Tetapi pemerintah Indonesia dalam laporan finalnya menyatakan “tidak bisa menentukan penyebab kecelakaan.”

Badan Keamanan Transportasi Nasional (National Transportation Safety Board), sebuah lembaga independen di bawah Kongres Amerika Serikat, yang bertugas menyelidiki setiap kecelakaan transportasi, menerbitkan laporan sendiri: Kecelakaan itu karena pilotnya ingin bunuh diri. Kapten pilot Tsu Way Ming, diketahui memiliki utang besar akibat kegagalan investasi dan pembelanjaan kartu kredit. Hasil penyelidikan lengkap NTSB bisa dibaca di sini.

NTSB menyatakan tak ada kerusakan atau kegagalan operasi di pesawat yang bisa menyebabkan kecelakaan. “Turunnya ketinggian pesawat sesuai dengan input manual yang dimasukkan oleh pilot ke dalam sistem,” demikian bunyi laporan NTSB.

4. Royal Air Maroc Penerbangan 630 (21 Agustus 1994)

Pesawat ATR-42 ini membawa 40 penumpang dan empat awak. Royal Air Maroc penerbangan 630 berangkat dari Agadir, kota utama Maroko bagian tengah, menuju Casablanca, kota terbesar di Maroko. Sekitar 10 menit setelah lepas landas, pesawat kehilangan kendali dan menabrak Gunung Atlas.

Menurut Aviation Safety Network, pilot Younes Khayati kehilangan kendali terhadap otopilotnya, dan sengaja membawa pesawat ke gunung. Persatuan Pilot Maroko menolak tuduhan bahwa pilotnya sengaja bunuh diri menabrak bukit. 

5. Egypt Air Penerbangan 990 (31 Oktober 1999)

Seluruh 202 penumpang dan 15 kru terbunuh ketika pesawat jatuh ke dalam laut. NTSB menyimpulkan bahwa ko-pilot bertanggungjawab terhadap kecelakaan ini. Tetapi tidak  jelas penyebab ia menjatuhkan pesawatnya ke laut.

Pesawat yang naas itu adalah jet Boeing 767 dalam penerbangan dari Kairo menuju New York. Hanya dalam waktu 36 detik, ketinggian pesawat berkurang 14.000 kaki, dan terjun ke lautan di lepas pantai Massachusetts, Amerika Serikat.

Para penyelidik mendengarkan rekaman kotak hitam, ternyata ketika kecelakaan itu terjadi pilot tengah meninggalkan ruang kemudi. Kecelakaan itu terjadi akibat ulah ko-pilot. Tidak diketahui mengapa si ko-pilot berbuat konyol seperti itu, sebagaimana informasi dalam tautan iniNamun, pejabat Mesir menolak kesimpulan itu. Menurut mereka, kecelakaan itu akibat kesalahan mesin.

6. Aeroflot  (26 September 1976)

Pilot menerbangkan pesawat kosong dari Bandar Udara Novosibirsk-Severny. Ketika melewati blok flat di Stepnaya jalan 43/1, pilot mengarahkan pesawatnya ke flat itu. Di situ, bekas istrinya tinggal. Pilot dan 11 penghuni apartemen meninggal. Bekas istrinya malah selamat karena ia tengah tidak berada di rumah.

7. Japan Airlines, penerbangan 350 (9 Februari 1982)

Pada tanggal 9 Februari 1982, sebuah pesawat DC-8 dengan nomor registrasi JA8061, terbang untuk penerbangan domestik dari Fukuoka ke Tokyo. Ketika mendekati bandar udara Haneda, di Tokyo, pesawat jatuh di semenanjung Tokyo, menewaskan 24 penumpang. Pilotnya selamat.

Menurut koran The New York Times, sebelum kecelakaan itu terdengar perkelahian antara pilot dan ko-pilot di ruang kokpit. Setelah itu, pesawat turun dengan cepat. Namun, sumber lain menyebutkan, kecelakaan itu muncul karena gangguan mesin 2 dan 3.

Terbang kian mengkhawatirkan?

Otoritas Penerbangan Prancis merilis gambar cockpit voice recorder (CVP) milik maskapai Germanwings A320 yang menabrak pegunungan Alpen pada 24 Maret 2015. Foto oleh EPA                                     

Anda mungkin merasa ngeri setelah membaca sejumlah tragedi, termasuk jatuhnya Germanwings, tentang adanya pilot dan ko-pilot yang sengaja ingin bunuh diri. Data menunjukkan jumlah kematian akibat pesawat terbang jauh lebih sedikit ketimbang akibat naik mobil, bus, ataupun truk. 

Dr. Arnold Barnett, ahli transportasi dari Massachusets Institute of Technology, mengerjakan survei cukup intensif mengenai kecelakaan pesawat, dibandingkan dengan moda lainnya. Saya mengutip dari situs www.anxieties.com, sebuah situs yang mengajak agar orang tak gampang khawatir. Risiko kematian akibat kecelakaan terbang adalah 1 dari tiap 7.000.000 penerbangan. Angka itu bermakna peluang Anda celaka adalah, bila Anda terbang tiap hari, kemungkinan Anda celaka adalah sekali dalam 19.000 tahun.

Sementara bila Anda mengemudi mobil, kemungkinan terjadinya musibah adalah 19 kali lebih besar ketimbang naik pesawat terbang. Bila naik kereta, angkanya adalah 1:1 juta.

Meski kemungkinan terjadinya kecelakaan pesawat akibat kesengajaan pilot cukup kecil, yakni 1% dari total musibah, namun sekecil apapun, kecelakaan pesawat tak boleh terjadi. Kini, menyusul musibah Germanwings, berlaku aturan baru: bahwa kokpit minimal harus diisi dua orang.  Aturan ini sudah lama diberlakukan di AS, pasca serangan teroris ke Menara Kembar pada 11 September 2001, tapi  belum dianggap jadi kebutuhan di Eropa. 

Pasca tragedi Germanwings, sejumlah maskapai Eropa termasuk yang dioperasikan Norwegian Air Shuttle, Easyjet, serta maskapai besar Jerman termasuk Lufthansa mengumumkan mengadopsi aturan ini. Meskipun masih menunggu hasil final investigasi, Lufthansa mengakui tragedi Germanwings membuat aturan keselamatan penerbangan harus ditinjau, dan dibuat lebih ketat, termasuk memastikan ada dua orang setiap saat di dalam kokpit. Air Canada juga mengumumkan akan adopsi aturan dua orang dalam kokpit. Begitu juga otoritas penerbangan Inggris yang tengah meninjau aturan ini.

Direktur Utama Garuda Indonesia Arif Wibowo saat saya kontak hari ini, Senin, 30 Maret, mengatakan pihaknya menunggu investigasi final dan sikap otoritas penerbangan internasional. “Kita (Garuda) tidak akan mendahului ketentuan internasional maupun nasional,” kata Arif.  

Menurut dia, Garuda Indonesia berupaya menerapkan standar tinggi dalam hal keselamatan penerbangan. “Menempatkan orang di kokpit harus jelas kualifikasinya,” kata Arif, yang sebelumnya menjabat direktur utama Citilink, maskapai penerbangan jarak pendek berbiaya murah yang juga dimiliki sahamnya oleh pemerintah. —Rappler.com

Uni Lubis adalah mantan pemimpin redaksi ANTV. Follow Twitter-nya @unilubis dan baca blog pribadinya di unilubis.com.

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!