Manis pahit bisnis gula

Uni Lubis

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Manis pahit bisnis gula

EPA

Industri gula nasional meredup, bahkan disebut sebagai sunset industry. Belum jelas nasib program swasembada Jokowi.

Berapa banyak Anda mengkonsumsi gula pasir setiap hari? Saat minum teh atau kopi, saya suka yang pahit. Mengkonsumsi minuman ringan bersoda, misalnya, berarti, mengkonsumsi sekitar 9 sendok teh gula dari sebotol ukuran 330 ml.   

Anjuran Badan Kesehatan Dunia (WHO), perempuan mengonsumsi gula 5-6 sendok teh per hari. Laki-laki bisa 8-9 sendok teh. Bahasa yang digunakan oleh WHO adalah, konsumsi gula per hari perlu dibatasi hanya 5% dari jumlah kalori yang didapat dari makanan setiap hari. Itu artinya termasuk konsumsi pangan utama nasi, kentang atau roti sebagai sumber karbohidrat.

Terus-terang, saya jadi galau ketika mengetahui bahwa bahaya kelebihan gula tidak hanya dari minuman ringan. Kandungan gula dalam makanan cepat saji, misalnya ayam goreng,  sekitar  22 gram atau setara dengan lima setengah sendok teh. Itu berarti, makan sepotong ayam, saya sudah melampaui batas konsumsi gula yang disarankan WHO per hari. Apalagi jika kelebihan konsumsi gula, tanpa dibarengi olahraga. Lengkaplah sumber obesitas.

WHO mencatat, komplikasi penyakit yang diakibatkan obesitas membunuh sekitar 3,4 juta orang dewasa tiap tahunnya. Jurnal medis Lancet tahun lalu merilis kajian soal obesitas.  Indonesia di peringkat ke-10 obesitas dunia. 

Manis bisnis gula impor

Saya memulai artikel ini dengan bertanya soal konsumsi gula pasir. Bedanya apa dengan penjelasan soal konsumsi gula? Karena yang paling gampang ditakar adalah konsumsi gula pasir (atau gula merah, tapi ini biasanya untuk masakan).  

Sehari-hari kita tahunya mengukur konsumsi gula pasir. Kandungan gula yang ada dalam makanan dan minuman yang kita beli, terutama yang kemasan, cukup tinggi. Sulit mengukurnya. Tapi manis bisnisnya. 

Industri makanan dan minuman Indonesia yang omzetnya sekitar Rp 1.000 triliun (target 2014), sangat bergantung kepada pasokan gula. Angka target omzet itu naik 8% dibanding 2013.

Yang digunakan oleh industri makanan minuman adalah gula rafinasi. Ini jenis gula putih kristal atau raw sugar (gula mentah) yang telah menjalani proses pemurnian untuk menghilangkan molase sehingga warnanya jadi putih bersih dan mengkilap. 

Jadi, jika industri makanan dan minuman terus berkembang, karena kemampuan kelas menengah yang juga bertumbuh, maka dipastikan kebutuhan gula industri atau gula rafinasi meningkat.  

Indonesia selama ini menjadi negara pengimpor gula terbesar kedua di dunia setelah Tiongkok.    Kebutuhan gula nasional selama ini 5 juta ton per tahun. Tahun ini, diproyeksikan kebutuhan naik menjadi 5,7 juta ton.

Produksi nasional, naik dari pabrik gula milik Badan Usaha Milik Negara (BUMN) maupun swasta, saat ini ada di kisaran 2,4-2,8 juta ton. Nah, kalau melihat permintaan industri makanan dan minuman saja naik, yang itu ditunjukkan dengan pertumbuhan, maka solusi yang ada di depan mata adalah impor.  

“Memang itu yang terpaksa dilakukan. Kalau tidak, bagaimana kita memenuhi kebutuhan industri makanan minuman?” ujar Menteri Perindustrian Saleh Husin. 

Menteri Perindustrian Saleh Husin. Sumber salehhusin.net

Pada Selasa siang, 14 April, saya mewawancarai Saleh, politisi dari  Partai Hanura yang ditugasi Presiden Joko “Jokowi” Widodo untuk mengelola sektor perindustrian. Wawancara kami lakukan melalui telepon.  

Saleh berterus-terang bahwa dalam konteks industri gula, misalnya, posisi kementerian yang dipimpinnya adalah menjaga agar permintaan dipenuhi.

“Kalau sampai pasokan gula untuk mereka terganggu, ya industri makanan dan minuman terganggu. Beberapa diantara mereka yang besar-besar sudah ekspor,” kata Saleh Husein. 

Akhir Maret, saya mengundang Direktur Utama PT Rajawali Nusantara, Ismed Hasan Putro, untuk ngobrol di Pasar Santa, mengenai pahit manis bisnis gula. PT RNI adalah BUMN yang juga mengelola sejumlah pabrik gula.  

Kita juga punya BUMN berupa PT Perkebunan Nasional yang memiliki pabrik gula. Ada 11 pabrik gula swasta, dan 52 yang dioperasikan BUMN. 

Ismed mengeluhkan komitmen pemerintah dalam membenahi industri gula. Presiden Jokowi mencanangkan swasembada pangan termasuk gula. Niat swasembada gula sudah diteriakkan sejak jaman Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. 

“Tapi kita impor terus. Tidak ada niat serius pemerintah untuk mengurangi impor, termasuk memaksa pabrik yang mengimpor gula rafinasi untuk segera mendirikan kebun tebu,” kata Ismed.

Dia merujuk kepada impor gula rafinasi yang terjadi tak lama setelah Jokowi mencanangkan swasembada gula. Kuartal satu tahun ini, dikeluarkan izin impor gula mentah sebanyak 672.000 ton.

Lantas kuartal kedua, sempat beredar informasi bahwa Kementerian Perindustrian meminta tambahan impor 1,5 juta ton, termasuk untuk September. Menteri Perdagangan Rachmat Gobel memutuskan hanya memberikan izin impor 945.643 ton.  

“Untung dicegat Mendag. Ini polanya seperti tahun 2013-2014, yang ujungnya impor berlebih, sehingga kemudian merembes ke pasar konsumen. Padahal gula mentah atau rafinasi ini kan untuk industri. Tidak boleh dijual ke pasar konsumen. Tapi itu yang terjadi selama dua tahun lalu,” kata Ismed.

Pahit bisnis gula tebu

Petani tebu berdemonstrasi di Jakarta, Mei 2004. Foto Ardiles Rante/EPA

Impor memang menggoda iman, karena marginnya besar. Juga tidak dikenai pajak pertambahan nilai, sebagaimana pajak Rp 550 per kilogram jika pabrik gula membeli tebu petani.

Saleh mengakui bahwa pemenuhan aturan pendirian kebun tebu terganjal soal lahan. Tidak mudah mencari lahan untuk kebun tebu. Untuk sebuah pabrik gula 10 ribu TCD, dibutuhkan lahan seluas 20.000 hektar dalam satu hamparan. Sulitnya lahan diakui juga Ismed. 

“Zaman Pak Dahlan Iskan menteri BUMN, pernah dijanjikan lahan 100.000 hektar oleh Gubernur Lampung dan Kalimantan Timur. Nyatanya cuma ada 100 hektar,” kata dia.

Selain penegakan aturan pendirian kebun tebu, ada soal lain yang membuat bisnis gula kerapkali terasa pahit. Infrastruktur irigasi yang tua, usia lebih dari setengah abad. Pabrik gula di Indonesia rata-rata sudah berusia 100 tahun, sehingga kalah bersaing dengan  pabrik gula di Thailand dan Vietnam. 

Rendemen, atau perbandingan kadar gula dalam tebu, di pabrik gula Indonesia, kalah jauh dengan pabrik yang lebih modern di Thailand dan Vietnam. Dua negara ini menjadi sumber impor gula Indonesia. 

“Di Indonesia rata-rata rendemen pabrik gula 6%.  Thailand bisa 9-12%,” kata Saleh. 

Penyebabnya, selain irigasi yang kuno, juga tidak ada penemuan baru varietas bibit tebu yang unggul. Terkait varietas, maka problemnya di Kementerian Pertanian. Problem lain adalah mekanisasi.

“Kita pakai sampai 16 varietas. Rata-rata semua PTPN begitu.  Dalam satu petak ada 4,5 varietas. Bagaimana mau efisien? Seharusnya dalam satu perkembunan untuk satu pabrik cukup 3 varietas, yang dibagi untuk masa awal tanan, tengah dan akhir,” kata Ismed. 

Di Thailand sudah menggunakan tenaga mesin untuk memanen tebu. Indonesia masih menggunakan tenaga manusia. Itupun yang sudah tua, karena pemuda memilih kerja di pabrik dengan seragam, atau jadi tukang ojek, ketimbang jadi tenaga tebang. Karena tenaga sudah menua, maka seringkali tebu ditebang hari ini, diangkut besok. 

“Kualitas tebu jelas turun. Tidak heran rendemen rendah, produktivitas rendah,” tutur Ismed.

Repotnya, investasi untuk mekanisasi juga mahal. Kenaikan harga gula nasional setiap tahun tidak lebih dari 3%, padahal upah minimum regional bisa naik sampai 15% per tahun. Kata Ismed, “Industri gula tebu Indonesia, terutama yang BUMN, dalam keadaan sunset.  Sudah Maghrib, menjelang Isya.”

Dua pabrik gula milik RNI yang berlokasi di Malang, PG Krebet Baru 1 dan 2, selama tiga tahun berturut-turut menjadi yang terbaik, termasuk soal rendemen. Tahun ini mengalahkan swasta juga.

RNI juga tengah mendirikan pabrik gula berkapasitas 6.000 TCD (ton cane per day), di Cirebon, dengan investasi Rp 2,1 triliun.  Pabrik ini akan menghasilkan bioetanol dan listrik, selain produk utama gula tebu. 

Jokowi memerintahkan mendirikan 10 pabrik gula untuk swasembada. Dia harus rajin membaca apa yang perlu dilakukan untuk merealisasikan programnya.

Catatan bagi saya setelah diskusi di Pasar Santa adalah, pilih gula tebu, yang warnanya agak keruh. Itu yang asli. Hati-hati membeli gula yang putih mengkilap, karena bisa jadi itu gula rafinasi impor yang merembes ke pasar. Anda pilih yang mana? — Rappler.com


Uni Lubis adalah mantan pemimpin redaksi ANTV. Follow Twitter-nya @unilubis dan baca blog pribadinya di unilubis.com.

 

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!