Napak tilas 10 terpidana mati kasus narkoba

Haryo Wisanggeni

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Napak tilas 10 terpidana mati kasus narkoba

EPA

Di tengah hingar bingar pelaksanaan Konferensi Asia Afrika (KAA) 2015 sepanjang pekan ini, 10 terpidana mati kasus narkotika dan obat-obatan berbahaya (narkoba) menanti dengan gelisah datangnya waktu eksekusi yang kian dekat

JAKARTA, Indonesia — Di tengah hingar-bingar pelaksanaan Konferensi Asia Afrika (KAA) 2015 sepanjang pekan ini, 10 terpidana mati kasus narkotika dan obat-obatan berbahaya (narkoba) menanti dengan gelisah datangnya waktu eksekusi yang kian dekat.

Kepala Pusat Penerangan dan Hukum Kejaksaan Agung Tony Spontana mengungkapkan bahwa pelaksanaan eksekusi gelombang kedua yang akan membawa mereka bersepuluh ke hadapan regu tembak, tinggal menunggu putusan permohonan peninjauan kembali (PK) dari terpidana Zainal Abidin.

Siapa mereka dan apa kasus yang menjeratnya? Ini daftarnya:

Andrew Chan dan Myuran Sukumaran (Australia)

MENANTI HUKUMAN MATI. Terpidana mati asal Australia Andrew Chan dan Myuran Sukumaran di dalam penjara pada Februari 2006. Foto oleh Made Nagi/EPA

Dua warga negara Australia ini ditangkap karena upaya penyelundupan 8,3 kilogram heroin keluar Bali di akhir 2005.

Duo Bali Nine — sebutan untuk keduanya, merujuk pada nama kelompok pengedar narkoba Bali Nine di mana Chan dan Sukumaran menjadi gembongnya — ini akhirnya menerima dakwaan hukuman mati pada 2006.

Berbagai upaya hukum telah dilakukan Chan dan Sukumaran melalui tim kuasa hukumnya untuk menghindari hukuman mati yang mereka terima namun tidak menemui keberhasilan. 

Permohonan grasi mereka telah ditolak oleh Jokowi. Demikian pula upaya mengajukan peninjauan kembali (PK), kasasi hingga gugatan uji materi terkait wewenang pemberian grasi sebagai diskresi Presiden Republik Indonesia, juga gagal.

Okwudili Oyatanze (Nigeria)

Dili, sapaan akrab Okwudili terbang dari Pakistan menuju Indonesia pada 2001 dengan membawa 1,15 kilogram heroin. Ia tertangkap saat melalui pemeriksaan di Bandara Soekarno Hatta dan akhirnya dijatuhi hukuman mati pada 2002.

Pria Nigeria ini telah berusaha untuk memperoleh keringanan hukuman dengan mengajukan banding hingga PK. Namun demikian semua upaya ini tidak berhasil dan dalam waktu dekat ia harus tetap menjalani eksekusi mati.

Mary Jane Fiesta Veloso (Filipina)

Terpidana mati asal Filipina, Mary Jane Fiesta Veloso, memperagakan busana dalam peringatan Hari Kartini di LP Wirogunan, Yogyakarta. Foto oleh Prima Sulistya/Rappler

Ibu dari dua anak berusia 30 tahun ini ditahan, kemudian diadili dan didakwa dengan hukuman mati pada  2010.  Majelis hakim memutuskan bahwa ia terbukti bersalah dalam kasus upaya penyelundupan 2,6 kilogram heroin ke Indonesia yang ditaksir bernilai sekitar US$ 500.000.

Pemerintah Filipina, negara asalnya telah mengajukan permohonan grasi pada 2011 lalu. Presiden Benigno S. Aquino III sendiri yang mengajukannya kepada Presiden Indonesia ketika itu, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Saat itu di tanah air sedang berlaku moratorium eksekusi mati sehingga permohonan grasi untuk Mary Jane ditangguhkan. Adalah penerus SBY, Jokowi, yang pada Januari tahun ini akhirnya memutuskan untuk menolak memberikan grasi bagi Mary Jane.

Gagal memperoleh grasi, Mary Jane mengajukan upaya hukum PK yang kemudian juga ditolak oleh Mahkamah Agung.

Dalam perkembangan terakhir, kuasa hukum Mary Jane Agus Salim menyatakan bahwa dalam pekan depan, ia akan mengajukan upaya PK yang kedua. Kali ini, bermodalkan bukti baru yang diyakininya akan diterima oleh MA.

(BACA: Lawyers: PH anti-drug agency to provide evidence for Mary Jane)

Martin Anderson (Ghana)

Warga negara Ghana Martin Anderson mendengarkan pengacaranya dalam peninjauan kembali di Jakarta, 19 Maret 2015. Foto oleh Bagus Indahono/EPA

Pria Ghana yang akrab disapa Belo ini terjerat kasus narkoba hingga dijatuhi hukuman mati karena kedapatan membawa 50 gram heroin masuk ke tanah air. Ia ditangkap di kediamannya di Kelapa Gading pada 2003. 

Seperti terpidana mati lainnya, grasi yang ia ajukan juga ditolak oleh Jokowi.

Belakangan ia mengajukan PK dengan argumen bahwa heroin yang dibawanya masuk ke tanah air hanya untuk konsumsi pribadinya dan tidak untuk diperjualbelikan. Meskipun demikian setelah melalui tiga kali persidangan, upaya PK Martin akhirnya ditolak oleh MA.

Serge Areski Atlaoui (Perancis)

Warga negara Perancis Serge Areski Atlaoui berbicara pada pengacaranya Nancy Yuliana Sunjoto dalam ruang sidang di Tangerang, 1 April 2015. Foto oleh Bagus Indahono/EPA

Inilah satu-satunya warga Eropa dalam daftar 10 orang terpidana mati kasus narkoba yang akan segera dieksekusi.

Jika mayoritas terpidana terjerat kasus narkoba saat akan melakukan penyelundupan dari maupun ke tanah air, Serge Areski Atlaoui ditangkap pada 11 November 2005 karena terbukti terlibat dalam operasi pabrik ekstasi dan sabu-sabu di Cikande, Tangerang.

Bersamaan dengan pembacaan putusan untuk PK dari Martin Anderson Senin awal pekan ini MA telah menolak PK Sergei, sebuah upaya hukum final yang ia lakukan untuk menghindari hukuman mati dari MA pada tahun 2007.

(BACA: Indonesian court rejects appeal of Frenchman on death row)

Hukuman mati untuk pria berkebangsaan Perancis ini memang dijatuhkan oleh MA saat ia mengajukan kasasi atas hukuman seumur hidup dari Pengadilan Negeri (PN) Tangerang yang semula diterimanya. 

Raheem Agbaje Salami (Nigeria)

Raheem Agbaje Salami ditangkap di Bandara Juanda Surabaya pada 1997 karena terdapat 5,2 kilogram heroin dalam barang bawaannya saat akan memasuki Surabaya.

Pria berusia 42 tahun ini kemudian menjalani proses hukum dan dijatuhi vonis mati pada 1999. Terkait upaya hukum atas vonis mati yang diterimanya, nasib Raheem tidak berbeda dengan rekan-rekannya yang lain. Baik grasi maupun PK yang ia ajukan telah ditolak.

Belakangan Raheem juga menggugat penolakan Jokowi atas grasi yang ia ajukan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Upaya ini juga gagal. 

(BACA: Nigeria pleads for mercy for nationals on death row in Indonesia)

Silvester Obiekwe Nwaolise alias Mustofa (Nigeria)

Silvester terlibat kasus narkoba dan dijatuhi hukuman mati pada 11 September 2004. Sayangnya setelah menjalani masa penahanan, ia bukannya menghabiskan waktu untuk melakukan aktivitas yang positif malahan melanjutkan berbisnis narkoba.

Tercatat masing-masing pada  2012, 2014 dan 2015, pria Nigeria ini kedapatan tetap aktif mengendalikan bisnis narkobanya dengan menggunakan jasa salah satu rekan satu selnya di Lembaga Pemasyarakatan Nusakambangan.

Rodrigo Gularte (Brasil)

Jika Serge Areski Atlaoui merupakan satu-satunya dalam daftar yang berasal dari Eropa, maka Rodrigo Gularte merupakan satu-satunya yang berasal dari Amerika Latin.

Pria asal Brasil ini ditangkap petugas Bea dan Cukai Bandara Udara Internasional Soekarno Hatta pada 31 Juli 2004. Ia dan dua rekannya kedapatan menyembunyikan 19 kilogram kokain di papan selancar hasil modifikasi yang mereka bawa.

Pasca dijatuhi hukuman mati, pihak keluarga mengungkapkan bahwa Rodrigo menderita kelainan mental sejak remaja yaitu skizofrenia dan bipolar. Karena alasan ini, mereka berharap Rodrigo dapat lolos dari jerat hukum. Harapan ini pada akhirnya tidak menjadi kenyataan.

Rencana hukuman mati ini membuat marah presiden Brasil.  (BACA: Brazil president refuses Indonesia ambassador credentials)

Zainal Abidin (Indonesia)

Di antara warga Australia, Filipina, Brazil, Perancis, Nigeria dan Ghana yang sedang menanti eksekusi, terselip satu nama warga negara Indonesia. Dialah Zainal Abidin.

Zainal ditangkap di rumah keluarga besarnya di Kelurahan Ilir, Palembang, Sumatera Selatan pada 21 Desember 2001. Di antara semua terpidana, Zainal merupakan satu-satunya yang terjerat kasus ganja.

PN Palembang menjatuhkan hukuman 18 tahun penjara kepada Zainal. Di tingkat banding, hukuman Zainal lalu diperberat menjadi hukuman mati. Di tingkat kasasi pada 2002, putusan ini tidak berubah.

Zainal lalu mengajukan PK pada 2 Mei 2005. Lama setelah itu permohonan PK-nya baru diproses. Mahkamah Agung menolaknya pada Maret 2015. Dia kembali mengajukan PK kedua, tapi belum ada keputusannya. — Rappler.com

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!